Peresmian Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, 16 Desember 2019, di Istana Negara, Provinsi DKI Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 16 Desember 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 707 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia,
Yang saya hormati seluruh Ketua dan Pimpinan Lembaga-lembaga Negara, hadir di sini Ibu Ketua DPR, Pimpinan DPD, beserta Ketua MPR,
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju beserta seluruh Pimpinan Lembaga yang hadir,
Yang saya hormati para Gubernur, Bupati, Wali Kota yang hadir dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote,
Hadirin yang berbahagia.

Mungkin ini saya terlalu mengulang-ulang, tetapi memang ini perlu akan terus saya ulang-ulang, apa yang ingin kita kerjakan dalam lima tahun ke depan.

Yang pertama, bahwa kita akan terus melanjutkan pembangunan infrastruktur. Karena kita ingin memperkokoh fondasi dalam kita berkompetisi, bersaing dengan negara-negara lain. Sesakit apapun harus berani kita tahan agar yang namanya pembangunan infrastruktur itu betul-betul rampung dan selesai. Artinya, kelanjutan pembangunan infrastruktur tetap kita laksanakan.

Tetapi apa sih yang harus kita kerjakan ke depan? Kita ingin menyambungkan infrastruktur yang telah ada ini kepada kawasan-kawasan industri, kepada kawasan-kawasan produksi pertanian, kepada kawasan-kawasan produksi perikanan, kepada kawasan-kawasan wisata yang ada di setiap provinsi, di setiap daerah. Misalnya, ada jalan tol, sambungkan ke kawasan-kawasan pertanian. Siapa yang menyambungkan? Ada pemerintah provinsi, ada pemerintah kabupaten, ada pemerintah kota. Tugas Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya adalah menyambungkan itu. Kalau, ini kalau, tidak memiliki kemampuan di APBD, bisa berkonsultasi kepada Menteri PU, berkonsultasi. Nanti saya takutnya diasosiasikan lain, semuanya berbondong-bondong konsultasi, “Pak, APBD saya tidak mampu.” Nah, ini yang bahaya.

Kemudian sambungkan airport yang telah dibangun, atau yang sedang akan dibangun dalam proses, ini juga dengan kawasan-kawasan wisata. Saya berikan contoh, Labuan Bajo. Ini lima (kawasan wisata) yang kita konsentrasi. Labuan Bajo ini segera pembangunan airport-nya diekspansi, diperbaiki. Yang kedua, Manado. Juga sama, airport-nya sedang dibangun. Kemudian Jogja, saya kira nanti bulan ketiga/bulan keempat tahun depan juga sudah selesai. Mandalika juga sama. Jalan menuju ke Mandalika dari airport juga sedang dalam proses pembangunan di tahun 2020. Danau Toba, juga sama. Ini yang berkaitan dengan kawasan wisata. Kita memang baru konsentrasi ke lima ini dulu: Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Manado.

Setelah ini selesai, tugasnya Menteri Pariwisata untuk promosi besar-besaran. Kemudian melanjutkan, Kementerian PU, Kementerian Perhubungan untuk membangun yang lima berikutnya: Bangka Belitung, Wakatobi, Bromo, Raja Ampat, dan Morotai. Jadi fokus kita ini jelas, jelas.

Kalau pembangunan pelabuhan, dibangun pelabuhannya krek, sambungkan dengan kawasan-kawasan produksi yang lainnya. Kawasan perkebunan, kawasan pertanian, kawasan produksi pertanian, kawasan produksi perkebunan, kawasan sentra-sentra industri kecil. Agar apa? Ada kecepatan di situ. Jangan sampai kejadian, lima tahun yang lalu saya datang ke sebuah provinsi, bendungannya dibangun, bendungan dibangun, sudah ada bendungannya, sudah bertahun-tahun irigasinya enggak ada. Untuk apa bendungan itu? Tapi enggak usah saya tunjukkan di provinsi mana.

Ada juga pembangunan pelabuhan. Ada di sebuah provinsi, ini di Kalimantan, tapi jalan menuju ke situ tidak disambung. Untuk apa pelabuhan itu? Inilah yang harus, saya sampaikan tadi di depan, tolong kalau enggak punya kemampuan konsultasi ke Kementerian PU. Karena ada tugas pemerintah pusat, ada tugas pemerintah provinsi, ada tugas pemerintah kabupaten dan kota. Itu memang fungsi otonominya ada di situ.

Kembali lagi, jadi melanjutkan pembangunan infrastruktur. Termasuk pembangkit listrik yang tadi belum saya sebut. Jadi kalau bisa dikerjakan oleh swasta, saya selalu saya sampaikan, silakan swasta masuk terlebih dahulu, untuk mengurangi beban pemerintah. Kalau swasta tidak ingin masuk ke sana karena internal rate of return-nya itu masih rendah, IRR-nya masih rendah, silakan BUMN masuk. Karena IRR rendah itu BUMN bisa masuk dengan disuntik oleh yang namanya PMN, Penanaman Modal dari Negara. Kalau BUMN juga sudah angkat tangan tidak mau, angkat tangan, baru pemerintahlah yang ketiga masuk. Supaya tidak menekan fiskal kita, tidak menekan APBN kita.

Inilah proses-proses yang semuanya kita harus tahu. Jangan sampai ada swasta yang ingin masuk membangun, misalnya pelabuhan, membangun airport, membangun jalan, pemerintah daerah tidak memberikan izin secara cepat. Ini kesalahan besar. Kesalahan besar ini. Apalagi pembangunan industri, apalagi industrinya berorientasi ekspor. Sudah bolak-balik saya sampaikan, tutup mata, tanda tangan menit itu juga kalau ada yang minta. Karena selain membuka lapangan kerja, juga akan mengurangi defisit transaksi berjalan kita, defisit neraca perdagangan kita. Kalau kita semuanya paham itu, akan mudah sekali negara ini. Enggak akan mungkin lah kita ini kalah urusan ekspor dengan Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam. Kita sudah dikalahkan oleh mereka semua gara-gara hal-hal yang tadi berkaitan dengan ruwetnya perizinan kita.

Infrastruktur sudah yang pertama. Yang kedua, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan kualitas sumber daya manusia. Kita ingin fokus ke sini. Ini adalah pekerjaan utama kita di lima tahun ke depan agar kita bisa berkompetisi dengan negara-negara lain. Apa yang kita kerjakan di sini, pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota itu harus sama gagasan besarnya, sama perencanaannya, sama ide besarnya.

Urusan yang berkaitan dengan kematian ibu dan anak, ibu dan bayi ini tolong menjadi perhatian besar kita. Angka kita masih gede sekali urusan ini. Angka kematian ibu coba dilihat, masih tinggi sekali. Hati-hati, ini ada yang perlu kita perbaiki di sini.

Yang kedua, yang berkaitan dengan stunting, kekerdilan, artinya kurang gizi. Hati-hati dengan ini. Pemerintah daerah harus ikut campur ke sana terutama yang sudah pada posisi petanya merah. Itu hati-hati. Semua daerah, semua provinsi ini ada semuanya. Dulu kita, lima tahun yang lalu kita angkanya 37 persen, gede banget, (sekarang) sudah turun jadi 28 persen, tapi itu masih tinggi sekali. Target kita dalam lima tahun ke depan harus mencapai angka empat belas (persen). Meskipun di dalam perencanaan sembilan belas (persen), ndak, saya enggak mau, saya minta empat belas. Perencanaannya sembilan belas tapi saya minta, Presiden minta empat belas.

Gimana caranya? Dulu kita ingat waktu kita kecil, ke sekolah ada kacang ijo, (di) sekolah tiap Sabtu minum susu. Itu murah tapi harus kita lakukan. (Di) sekolah suruh makan telur. Saya ingat dulu tapi kalau dulu makan telurnya seperempat.  Kalau sekarang telur satu lah, murah sekali, bagi, bagi, bagi, bagi. Protein ayam bagi, sekarang ayam juga murah semua. Enggak kayak dulu, telur mahal sekali sehingga harus dibagi empat atau dibagi delapan. Saya ingat betul itu.

Ini yang harus kita kerjakan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Kalau anak-anak kita sudah gizinya baik, sehat semuanya, baru kita menginjak urusan yang namanya pendidikan. Vocational school, vocational training, itu tahapan berikutnya, tapi urusan dasar ini harus rampung dulu.

Hati-hati. Ini informasi dari Bank Dunia, 54 persen tenaga kerja kita sekarang itu, 54 persen terkena stunting dulunya. Ini kita enggak mau kejadian seperti itu. Ke depan, SDM-SDM kita harus bebas dari yang namanya stunting.

Orientasi kita ini sudah betul arahnya. Meskipun kita tahu kadang-kadang sakit, kadang-kadang berat marilah kita bersama-sama kita lalui, karena ini untuk memperkokoh fondasi. Kalau infrastruktur jadi, pengembangan sumber daya manusia ini kita berhasil, fondasi kita akan kuat sekali, kuat sekali. Tapi sekali lagi, kerja sama pusat-daerah ini harus ada. Ini sebetulnya anggaran yang tidak banyak, anggaran yang tidak banyak tetapi memang harus dikerjakan. Banyak yang melupakan ini.

Ini nanti sebentar lagi akan keluar Kartu Prakerja. Ini saya minta juga didukung dari pemerintah daerah. Kalau Kartu Prakerja-nya berhasil artinya kita melakukan training berhasil, tapi kalau tidak mereka bisa bekerja ya untuk apa kita men-training? Sehingga yang namanya penanaman modal/investasi tolong betul-betul Bapak-Ibu sekalian ngerti tujuan utamanya ke mana. Tujuan utamanya adalah penciptaan lapangan kerja yang sebesar-besarnya untuk rakyat, enggak ada yang lain. Tujuan/goal-nya adalah ke sana.

Kemudian yang ketiga… Oh iya, saya tambahkan tadi yang pembangunan sumber daya manusia, mulai tahun depan juga akan ada yang namanya superdeduction tax, pengurangan pajak untuk perusahaan-perusahaan yang melakukan training-training untuk memperbaiki sumber daya manusia. Ini tolong juga nanti daerah juga ikut mendorong dan menginformasikan ini, yang melakukan training kepada para pekerja yang hasilnya kelihatan akan diberikan pengurangan pajak. Ini semua negara melakukan, kita mulai tahun depan juga melakukan.

Yang ketiga, ini yang berkaitan dengan penyederhanaan birokrasi, reformasi birokrasi kita. Untuk apa? Agar kita cepat merespons setiap perubahan-perubahan dunia yang ada. Kecepatan… Kapal kita ini sudah kapal besar, birokrasi kita ini juga kapal besar sehingga perlu penyederhanaan birokrasi, perlu sebuah birokrasi yang ramping dan fleksibel, ramping tapi fleksibel sehingga cepat merespons dari setiap perubahan-perubahan yang ada. Ada perubahan dunia apa, responsnya cepat. Ada perubahan dunia apa, tindakan kita cepat. Jangan sampai karena kapal besar kita, kita mau membelokkan saja kesulitan, lama. Ditinggal semua negara kita kalau seperti ini.

Sehingga, ini masih dalam proses, yang namanya eselon III, eselon IV, sedang dikaji, sedang dihitung, sedang dikalkulasi, untuk dipangkas. Saya sampaikan mau diganti apa? Diganti yang sekarang sedang banyak dilakukan oleh negara-negara lain, juga baru akan memulai mereka, diganti artificial intelligence (AI), diganti AI. Nanti dengan big data yang kita miliki, dengan jaringan yang kita miliki, memutuskan bisa cepat sekali kalau kita pakai AI, tidak bertele-tele, tidak muter-muter. Ini bukan barang yang sulit, barang yang mudah dan memudahkan kita untuk memutuskan sebagai pimpinan di daerah maupun di nasional. Tapi juga perlu saya sampaikan, bahwa ini tidak akan mengurangi income dan pendapatan dari yang terkena pemangkasan. Jangan ada yang khawatir mengenai ini.

Yang keempat, yang berkaitan dengan penyederhanaan regulasi, pemangkasan peraturan-peraturan, yaitu deregulasi. Sebentar lagi, mungkin minggu ini, kita akan mengajukan kepada DPR yang namanya omnibus law. Yang pertama, nanti berkaitan dengan perpajakan. Mungkin nanti awal Januari kita akan juga ajukan yang berkaitan dengan cipta lapangan kerja. Yang ketiga, nanti yang berkaitan dengan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah. Kita mau konsentrasi ke sana.

Omnibus law ini adalah merevisi undang-undang yang ada. Kemarin saya sudah mendapatkan laporan dari Pak Menko Perekonomian, bukan 74 undang-undang yang mau kita ajukan di omnibus law tapi sudah tambah lagi menjadi 82 (undang-undang). Lha ini kalau kita ajukan ke DPR satu-satu, lima puluh tahun belum tentu selesai. Sehingga kita ajukan langsung kepada DPR, “Ibu Puan, ini 82 undang-undang,” sudah. “Mohon segera diselesaikan.” Saya bisik-bisik, “kalau bisa Bu, jangan sampai lebih dari tiga bulan.” Karena perubahan-perubahan dunia ini cepat banget. Banyak negara sudah masuk ke resesi, banyak negara sudah menuju ke resesi. Kita enggak mau itu, kita dahului dengan ini dulu, sehingga kita bisa cepat nanti bergerak.

Lha daerah juga sama. Daerah juga bisa mengajukan hal yang sama, revisi perda (peraturan daerah). Perda-perda yang menghambat, perda-perda yang membebani, perda-perda yang tidak menyebabkan pimpinan-pimpinan daerah (gubernur, bupati, wali kota), ajukan saja bareng-bareng. Pangkas sehingga Bapak-Ibu semuanya bisa bekerja lebih cepat, lincah, fleksibel terhadap situasi perubahan-perubahan nasional maupun perubahan-perubahan dunia. Ini gunanya itu.

Karena, sebagai informasi, regulasi, ini yang disampaikan kepada saya, regulasi kita ini ada 42.000, 42.000. Kita ini diatur, tindakan-tindakan kita, kita akan memutuskan apa, diatur oleh 42.000 regulasi. Bayangkan! Mau ke sana, “Pak, ada peraturan ini, enggak boleh.” Mau ke sini, “Pak, ada peraturan ini, enggak boleh.” Mau apa kita? Diam saja? Enggak mau saya, ndak. Ditinggal benar kita oleh negara-negara lain.  Saya kira ini clear,  jelas semuanya. Jelas? Arahnya ke mana jelas.

Yang kelima, ini transformasi ekonomi. Ini semuanya sekarang harus kita kerjakan. Apapun risikonya kita hadapi. Apa? Kita ini berpuluh tahun memiliki masalah besar yang namanya defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan gara-gara impor kita lebih besar dari ekspor kita. Dikit-dikit ngimpor, dikit-dikit ngimpor, terutama yang berkaitan dengan energi, terutama yang berkaitan dengan barang modal dan bahan baku. Sebetulnya barang modal dan bahan baku enggak apa-apa karena bisa kita re-export, enggak apa-apa.

Tapi yang berkaitan dengan energi, ini sudah luar biasa (impor) kita. Minyak yang dulunya kita enggak impor, sekarang impor. Impor minyak kita mungkin kurang lebih sekarang ini 700-800 (ribu) barel, 700-800 ribu barel. Betul, Pak Menteri? Kurang lebih, ya. Per hari, jangan mikir per tahun, per hari. Baik itu minyak, baik itu gas, dan juga ada turunan petrokimia sehingga membebani, sehingga menyebabkan defisit. Nah di situ itu bertahun-tahun enggak diselesaikan.

Padahal Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian, misalnya gas, gas ini sebetulnya batu bara bisa disubstitusi menjadi gas, sehingga enggak perlu, impor itu enggak perlu sebetulnya elpiji itu. Karena bisa dibuat dari batu bara yang kita ini sangat melimpah. Lha kok kita impor? Lha ini yang senang impor ini yang…, bukan saya cari, sudah ketemu lah siapa yang senang impor, sudah ngerti saya. Hanya perlu saya ingatkan bolak-balik, hati-hati, “kamu hati-hati, saya ikuti kamu. Jangan menghalangi orang ingin membikin batu bara menjadi gas, gara-gara kamu senang impor gas.” Kalau ini bisa dibikin, ya sudah enggak ada impor gas lagi. “Lha saya kerja apa, Pak?” “Ya, urusanmu, kamu sudah lama menikmati ini.”

Impor minyak, sama. Lifting produksi minyak kita, sumur-sumur kita itu masih banyak kok. Kenapa enggak digenjot produksinya? Karena ada yang masih senang impor minyak. Ndak! Saya pelajari secara detail ini, ndak ini, ini ndak, ndak benar kita ini. Avtur masih impor padahal CPO, CPO (Crude Palm Oil) itu bisa juga dipindah menjadi avtur. Lha kok kita senang impor avtur? Ya, karena ada yang hobinya impor. Karena apa? Untungnya gede.

Sehingga transformasi ekonomi di negara kita ini mandek gara-gara hal-hal seperti ini. Nikel, impor material-material terus. Bauksit, impor material-material terus berpuluh-puluh tahun. Batu bara, berapa juta ton kita ekspor. Nikel kita ekspor, bauksit kita ekspor dalam bentuk mentahan (raw material), batu bara kita ekspor mentahan semuanya. Ini yang harus diubah menjadi barang jadi atau setengah jadi minimal. Kalau ini bisa kita lakukan, target saya tiga tahun ini harus rampung hal-hal yang tadi saya sampaikan.

Daerah saya minta ini dibantu hal-hal seperti ini, untuk perizinan. Sehingga transformasi ekonomi betul-betul terjadi. Kalau ini terjadi, enggak ada yang namanya defisit transaksi berjalan lagi. Goal kita ke sana.

Masa kita 34 tahun enggak pernah yang namanya membangun kilang minyak? Kalau kita bisa membangun kilang minyak itu nanti turunannya banyak sekali. Petrokimia itu kita enggak usah impor. Impor petrokimia ini gede sekali, Rp323 triliun impor kita petrokimia. Saya kayak gitu-gitu hafal di luar kepala karena tiap hari, jengkel jadi hafal. Coba, triliun ya, bukan miliar.

Inilah yang harus…, sehingga saya sampaikan, sebetulnya saat pelantikan/habis pelantikan, yang pertama itu saya minta kilang ini segera dibangun. Tapi sampai detik ini, dari lima yang ingin kita kerjakan satu pun enggak ada yang berjalan, satu pun. Tapi ini saya tungguin betul. Saya sudah minta Kapolri ikut nungguin, Pak Kejaksaan/Pak Jaksa Agung ikut nungguin, nanti saya minta KPK juga ikut nungguin. Harus rampung, pekerjaan besar ini harus rampung.

Ndak, kemarin dijanji-janjiin, “Pak, dua tahun lagi Pak, tiga tahun lagi.” Ya kan saya kan ndak ngecek tiap hari kan, enggak selesai satu persen pun. Ini ada yang memang menghendaki kita untuk impor terus.

Inilah yang namanya transformasi ekonomi. Saya harap kita semuanya tahu mengenai ini sehingga daerah juga dukung. Kalau masih ada problem pembebasan lahan, daerah dukung penuh. Kalau ada masalah perizinan yang masih masalah, daerah ikut campur, ikut cawe-cawe agar selesai. Yang kita harapkan itu.

Kalau lima hal itu tadi selesai, rampung Pak negara ini, Pak. Kita mau tarung apapun… Kita ini kan hentikan ekspor nikel ore ke luar. Ini  sudah digugat sama Uni Eropa, digugat di WTO. Kalau defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan kita sudah beres, siapapun menggugat kita hadapi. Tapi ini juga kita hadapi, ngapain kita takut? Barang-barang kita, nikel-nikel kita. Mau kita ekspor, mau ndak kan suka-suka kita. Ya ndak? Tapi Bapak-Ibu juga harus tahu ada industri-industri di luar Indonesia yang menjadi mati karena kita setop itu. Ya, sama. Ini satu-satu lah. Nikel dulu, treet, nanti kita siap bauksit, bauksit setop. Tapi enggak, enggak sekarang lah, kita atur. Ritmenya kita atur. Jangan sampai kita nanti digugat nikel, digugat bauksit, digugat batu bara, digugat semuanya, nambahi urusan. Satu-satu.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan di Musrenbangnas RPJMN untuk 2020-2024. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pagi hari ini Musrenbangnas saya nyatakan dibuka.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru