Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Kepala Perwakilan Republik Indonesia dengan Kementerian Luar Negeri, 9 Januari 2020, di Istana Negara, Provinsi DKI Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 9 Januari 2020
Kategori: Sambutan
Dibaca: 577 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Pak Menko Polhukam, Pak Menko Perekonomian, Ibu Menteri Luar Negeri, Pak Mensesneg,
Bapak-Ibu sekalian seluruh Duta Besar dan beserta Perwakilan Luar Negeri Indonesia.

Tadi sudah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri secara umum, dan kita tahu bahwa situasi dunia saat ini penuh dengan ketidakpastian. Ekonominya tidak pasti, politiknya juga semakin tidak pasti. Konflik yang terjadi di negara-negara juga sama, tidak semakin berkurang tapi juga semakin bertambah. Kita tahu juga pertumbuhan ekonomi sulit diharapkan untuk tumbuh naik. Terakhir saya bertemu dengan Bank Dunia, dengan IMF sama saja, presidennya, managing director-nya mengatakan supaya hati-hati dalam mengelola ekonomi kita.

Tetapi kita harus yakin, di tengah situasi yang penuh tantangan tersebut negara kita Indonesia mampu berlayar, tetap berdiri tegak dalam rangka terus memperjuangkan kepentingan nasional kita.

Kita tahu semuanya bahwa Bapak-Ibu semuanya adalah duta besar, sebagai duta perdamaian, ini amanat konstitusi. Sudah, saya kira Bapak-Ibu tahu semuanya mengenai ini. Tetapi, saya ingin kita semuanya fokus kepada diplomasi ekonomi. Saya pengin, 70-80 persen apa yang kita miliki itu fokusnya di situ, di diplomasi ekonomi karena itulah yang sekarang ini yang diperlukan oleh negara kita.

Oleh sebab itu, penting sekali para duta besar ini sebagai duta investasi. Yang pertama sebagai duta investasi tetapi juga harus tahu, investasi di bidang apa yang kita perlukan atau menjadi prioritas. Yang pertama, di bidang-bidang yang berkaitan dengan barang-barang atau produk-produk substitusi impor. Kita yang tahu yang namanya petrochemical itu masih impor, 85 persen masih impor. Sehingga kalau kita ingin mendatangkan investasi, cari produk-produk yang berkaitan dengan barang-barang substitusi impor kita. Petrokimia, berkaitan dengan metanol misalnya.

Atau juga yang kedua yang berkaitan dengan energi karena kita ini masih impor banyak minyak dan gas. Hubungannya kemana? Ya bagaimana agar yang namanya impor energi ini kita bisa turun. Jangan senang kita impor gas terus atau impor minyak terus. Terus investornya siapa? Ya investornya bisa saja, investor misalnya yang berkaitan dengan batu bara datangkan investor yang memiliki teknologi yang berkaitan batu bara. Karena batu bara itu bisa diubah menjadi DME (Demethyl Ether) elpiji. Kita ini impor, elpiji kita ini impor semuanya sehingga investasi yang berkaitan dengan DME elpiji ini penting sekali, supaya kita tidak impor gas elpiji lagi. Karena material kita batu bara ini banyak sekali. Negara-negara yang jago-jago yang berkaitan dengan ini siapa, ini yang kita cari.

Investasi yang berkaitan dengan, ini nanti berkaitan dengan minyak lagi misalnya, dengan mengubah minyak kelapa kopra kita menjadi avtur. Cari investornya, raw material-nya ada, materialnya ada, dan barang ini memang bisa diubah menjadi avtur. Karena avtur kita juga impor, banyak sekali.

Yang berkaitan dengan B20, B30, B50, atau sampai nanti B100 dari CPO (Crude Palm Oil), dari kelapa sawit. Meskipun, para ahli kita, ini yang menemukan mereka tapi siapa yang berproduksi, cari investasi di bidang ini. Jadi ekspor kita tidak bahan raw material lagi. Sudah enggak zamannya lagi kita ekspor yang namanya batu bara, ekspor yang namanya bahan mentah kopra, ekspor yang namanya CPO (CrudePalm Oil). Kita pengin ekspor kita dalam berbentuk barang-barang, minimal setengah jadi atau kalau bisa barang jadi.

Sehingga Bapak-Ibu sekalian, menjadi duta investasi itu yang diincar mana, yang ditembak mana itu ngerti. Kalau kita bisa memproduksi yang namanya B50, posisi tawar kita terhadap semua negara ini akan bisa naik. Uni Eropa mau ban sawit kita ya kita tenang-tenang saja, kita pakai sendiri saja. Ngapain sih harus diekspor ke sana?

Ya strategi ini yang sedang kita bangun. Strategi bisnis negara, strategi besar bisnis negara ini baru kita proses rancang implementasinya agar betul-betul kita tidak ada ketergantungan dengan negara-negara lain. Kalau itu nanti bisa sampai kita ke B50 dan kita bisa produksi dengan baik, harga sawit ini sekarang sudah naik, lumayan lompatannya, meloncatnya sangat besar sekali. Tapi kalau kita bisa masuk ke B50, betul-betul kita bisa kita yang mengendalikan, bukan pasar yang mengendalikan.

Sebagai produsen kelapa sawit, produsen CPO yang terbesar di dunia, Indonesia ini.  Produksi kita sekarang 46 juta ton per tahun dari lahan 13 juta. Sudah kita moratorium sudah, tiga tahun yang lalu sudah moratorium, setop enggak ada lagi pembukaan lahan untuk sawit tapi produksi kita sudah 46 juta ton dan target kita 100 juta ton. Artinya apa? Per hektarenya kalau sekarang masih 4 ton per hektare, target kita bisa 7-8 lebih ton per hektare. Sehingga bisa naik melompat menjadi di atas 100 juta ton per tahun. Bargaining kita akan semakin kuat kalau kita bisa menggunakan itu juga di dalam negeri dalam jumlah yang besar, sekaligus ekspor minyak kita menjadi anjlok turun.

Goal-nya ke mana? Goal-nya adalah ke current account defisit kita menjadi plus, tidak negatif. Neraca perdagangan kita menjadi plus, tidak negatif, goal-nya ke sana. Ya kalau kita neraca transaksi berjalan kita sudah positif baik saat itulah kita betul-betul baru merdeka, dengan siapapun kita berani karena tidak ada ketergantungan apapun mengenai sisi keuangan, sisi ekonomi. Itulah target kita dalam 3-4 tahun ke depan, arahnya ke sana. Sehingga bantuan dari para Duta Besar mengenai ini, mengenai urusan investasi, sebagai duta investasi sangat penting sekali.

Yang kedua saudara-saudara, yang berkaitan dengan duta ekspor. Ini problem kita yang bertahun-tahun tidak bisa mengubah defisit neraca perdagangan kita karena ekspor kita yang berpuluh-puluh tahun kita selalu fokus pada pasar-pasar lama, pasar-pasar tradisional kita dan yang gede-gede. Yang kita urus dari dulu selalu Amerika, selalu Uni Eropa, lalu Tiongkok, padahal sekarang yang justru negara-negara sedang berkembang yang pertumbuhan ekonominya/growth-nya di atas lima persen itu banyak sekali. Memang tidak besar, kecil-kecil tapi kalau dikumpulkan juga akan menjadi sebuah jumlah yang sangat besar.

Tadi sudah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri, urusan yang berkaitan dengan negara-negara di Afrika banyak yang tumbuh di atas lima persen. Ini tolong betul-betul dilihat dan diinformasikan ada peluang apa, ada opportunity apa di situ sehingga di sini ngerti, di sini bisa mengolah. Kementerian Luar Negeri mendapatkan informasi, diolah dalam Rapat Terbatas, kemudian kita putuskan siapa yang harus menyelesaikan itu, barangnya yang dibutuhkan apa. Intelijen marketing seperti ini yang diperlukan sekarang ini sehingga kita bisa masuk ke pasar-pasar Afrika, produk-produk apa yang diperlukan di sana, bisa masuk.

Yang saya senang sebetulnya kalau kita bisa masuk ke pasar-pasar di Afrika itu yang banyak itu produknya usaha kecil, usaha menengah, itu bisa masuk ke sana. Karena apa? Untuk urusan kualitas masih belum memiliki standar yang sangat ketat.

Pasar-pasar di Asia Tengah, Asia Selatan, di Eropa Timur tolong ini betul-betul dilihat betul. Perintahkan staf-staf yang berkaitan dengan ini untuk melihat, untuk mencari tahu, untuk mencari data siapa yang memerlukan, jumlahnya berapa, namanya siapa. Semuanya harus teridentifikasi dan kita tahu betul. Barang-barang kita ini sekarang dibanding dengan barang-barang dari Tiongkok ini banyak yang sudah lebih kompetitif, banyak sekali yang sudah lebih kompetitif, berani kita berkompetisi dengan mereka, sudah banyak sekali.

Jadi jangan sampai kita tidak tahu goal (tujuan) dari negara ini ke mana.  Sehingga tadi saya sampaikan bahwa diplomasi ekonomi kita ini menempati 70-80 persen apa yang harus kita pikirkan dan kita curahkan. Sisanya silakan isi dengan kegiatan-kegiatan yang lainnya, yang berkaitan mungkin dengan pariwisata, dengan diplomasi perdamaian, dengan diplomasi yang berkaitan dengan kedaulatan. Karena ke depan yang ingin kita bangun itu bukan apa-apa, yang ingin kita bangun adalah kepercayaan, yang ingin kita bangun adalah trust. Itu yang ingin kita bangun. Yang mahal itu di situ dan itu harus terus disuarakan.

Seluruh Duta Besar harus menyuarakan bahwa pertumbuhan ekonomi kita dalam lima belas tahun ke belakang ini di atas lima (persen) terus. Ini yang negara-negara lain enggak punya. Naik turun, naik turun, naik, kita ini stabil di atas lima. Ini modal besar kita. Inflasi kita sejak lima tahun ke belakang itu anjlok dari 9, dari 8, sekarang sudah di posisi kurang dan lebih tiga persen. Ini turun anjlok sekali. Ini juga harus kita tahu, ini modal kita di situ, dua ini menjadi modal besar kita. Kenapa investasi negara lain menengok kita, karena dua hal ini. Dan mungkin angka-angka yang lainnya, angka kemiskinan, gini ratio saya kira bisa juga disampaikan tetapi dua hal itu, jangan kita tidak bisa bercerita mengenai turunnya inflasi, stabilitas growth yang kita miliki.

Sering kita tidak tahu modal dalam membangun, modal besar yang kita pakai untuk membangun trust negara kita. Semua yang datang ke kita itu melihat itu, bukan melihat yang lain-lainnya. Tentu saja stabilitas politik dan ekonomi ini yang menjadi modal besar kita dalam menarik investasi untuk datang ke Indonesia. Karena semua negara sekarang ini rebutan hanya satu ini saja, yang berkaitan dengan investasi.

Dan yang terakhir, saya titip ini yang berkaitan dengan inovasi, inovasi. Jadi lihat negara di mana Bapak-Ibu semuanya bertugas, ada apa di sana, tolong diinformasikan. Amati, pelajari, karena ini mau kita kembangkan dan kita terapkan.

Jadi, kita tidak mau memulai sebuah inovasi itu dari nol. Negara lain sudah sampai ke angka 70 kita masih mulai dari nol, lha kapan kita akan bisa mengejar mereka? Ya, kita mulainya dari 70. Informasi 70 itu dari mana? Dari Bapak-Ibu sekalian. Negara lain sudah sampai 70, 70 itu apa sih? Ya caranya mengejar seperti itu. Kalau kita mau mulai dari basic-nya ya enggak akan ketemu-ketemu sampai kapan pun. Karena kita ingin amati, pelajari, kembangkan, dan langsung terapkan. Inilah yang kita perlukan.

Jadi kalau ada inovasi di sebuah negara, ini misalnya mengenai Amerika ada sesuatu yang baru apa, mengenai AI (Artificial Intelligence), AI kita belajar belum rampung sudah keluar yang baru lagi misalnya. Barang ini apa, informasikan. Mengenai penemuan-penemuan misalnya, mengenai shale gas, shale oil itu apa, sehingga kita di sini juga bisa mengembangkan dari yang sudah ada. Karena perkembangannya sangat cepat sekali. Mengenai virtual reality sudah sampai mana dan kita harus memulainya dari sebelah mana. Karena perubahan-perubahan seperti ini kalau enggak kita kejar, ya kita betul-betul ditinggal.

Oleh sebab itu, para Duta Besar harus terus mencari peluang-peluang (opportunities) cari terus, buka jejaring seluas mungkin, networking-nya buka seluas mungkin, kemudian kenali karakter-karakter pasar, petakan peluang-peluang itu, dan informasikan ke Kementerian (Luar Negeri).

Dan saya minta terakhir, kepada Bu Menteri Luar Negeri, ada sebuah KPI (Key Performance Indicators) yang jelas, yang terukur. Prestasi ini dihitung dari mana sih, harus ada angka-angka. Ekspornya naik berapa, misalnya untuk Tiongkok ekspornya naik berapa, untuk Amerika ekspornya naik berapa, untuk negara-negara dari Afrika, per Duta Besar. Biar jelas yang berprestasi sama yang tidak, yang harus diganti sama yang tidak itu harus jelas. Nanti kalau ndak ya kita business as usual saja. Enggak akan negara ini maju kalau kita seperti itu.

Ada evaluasinya mana yang kita koreksi, mana yang harus kita perbaiki, baik di sisi dalam negeri, di sisi kita kementerian-kementerian maupun duta besarnya. Saya kira kalau kita bekerja dengan cara-cara KPI yang jelas itu semuanya akan termotivasi, terdorong untuk bekerja secara sungguh-sungguh.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Selamat ber-raker (rapat kerja).

Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru