Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia Tahun 2018, 12 Desember 2018, di Hotel Arya Duta, Jakarta Pusat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 12 Desember 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 4.010 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja yang hadir, hadir di sini Pak Menteri Perdagangan, Pak Mensesneg, Pak Menkominfo,
Yang saya hormati Ketua Umum Asparindo Bapak Y. Joko Setyanto dan seluruh pimpinan dan anggota Asparindo,
Yang saya hormati hadirin dan undangan yang berbahagia.

Saya ingat betul saat saya masih menjabat sebagai wali kota, di Solo ada  43 pasar. Selama delapan tahun pasar yang kita bangun, kita runtuhkan dan kita bangun, ada 29 pasar. Mungkin kalau pas sepuluh tahun, mungkin 43 pasar ini kebangun semuanya. Itulah kecintaan saya terhadap pasar rakyat. Bangun semuanya, dari pasar yang becek, tidak teratur, tidak rapi, tidak ada tempat parkir, bau, menjadi sebuah pasar yang ada tempat parkirnya, pasar yang bersih, pasar yang tertata, pasar yang tidak bau. Saya kira memang konsumen/pembeli menghendaki yang seperti itu.

Kemudian sekarang, dalam empat tahun ini sampai 2017, kita telah membangun kurang lebih 2.660 pasar di seluruh tanah air, ditambah tahun 2018 kurang lebih 1.500-an. Plus, masih plus, pasar-pasar di desa yang telah kita bangun yaitu sebanyak 6.500 pasar desa. Meskipun kecil-kecil tapi sangat-sangat bermanfaat bagi ekonomi di perdesaan.

Kenapa pasar rakyat kita harus berikan perhatian? Yang pertama, pasar ini adalah tempat berkumpulnya produk-produk, hasil-hasil, baik dari petani, baik dari nelayan, baik dari perajin, semuanya berkumpul di situ. Kalau dari petani kita tahu semuanya: sayur, sayur-mayur. Dari perajin, artinya perajin tempe, tahu. Dari peternak: ayam, ada daging sapi, semuanya berkumpul di pasar rakyat. Oleh sebab itu, yang namanya pasar rakyat memang memerlukan sebuah perhatian khusus agar eksistensi pasar ini betul-betul tetap bisa survive di tengah gempuran hypermarket, supermarket, pasar-pasar modern yang hampir di semua kota sekarang ini ada.

Yang kedua, sebetulnya menurut saya dari sisi kompetisi/persaingan, produk-produk yang dijual di pasar tradisional itu bisa bersaing. Saya sering membanding-bandingkan. Mungkin satu setengah bulan yang lalu saya masuk di pasar di Bogor, saya beli bayam Rp2.000, beli kangkung seikat Rp2.000. Saya beli lagi di Pasar Lamongan, kangkung ya sama harganya yang Rp2.000, bayam juga sama harganya Rp2.000. Terakhir saya di Lampung, masuk pasar, beli lagi, ternyata beda, kangkung Rp1.500, bayam Rp1.500. Kemudian setelah itu saya masuk ke supermarket, masuk ke hypermarket, kangkung dijual di sana Rp3.400, bayam dijual di sana kurang lebih harganya sama Rp3.500. Artinya apa? Secara daya saing pasar kita ini menang tetapi memang jangan dibiarkan pasar ini kumuh, becek, tidak ada tempat parkir, tidak rapi. Ini tugas dari kementerian, tugas dari pemerintah untuk memperbaiki. Dan juga tugas BUMD, tugas swasta untuk menarik agar konsumen, agar pembeli tetap mau datang ke pasar.

Oleh sebab itu ke depan, yang ketiga, perlu dibangun sebuah ekosistem yang online dan yang offline ini bisa sambung. Pasar ini kan offline, bagaimana bisa disambungkan dengan yang online. Dua ekosistem ini harus sambung, pasar ini pasti akan cepat berkembang karena di sisi harga bisa bersaing. Tadi angkanya memang jauh Rp2.000 dengan Rp3.400, Rp2.000 dengan Rp3.500. Ibu-ibu urusan 200 perak, 300 perak ini sering mengeluh. Apalagi kalau punya marketplace sendiri, antar sampai ke rumah. Sekarang kan gampang, gampang sekali.

Saya pun sekarang kalau makan satai enggak perlu saya datang ke warung satai, mau beli gado-gado enggak perlu saya datang ke warung gado-gado. Sekarang minta ke Go-Food saja, sudah, 30 menit datang. Ya ini menyambungkan tadi, ekosistem offline (pasar) dan ekosistem online, itu  marketplace. Sehingga ini kalau sambung, semua produk yang ada di pasar bisa langsung dipesan dan sampai ke rumah dalam waktu tidak lebih dari 30 menit, dengan harga yang tadi saya sampaikan, perbedaan seperti itu. Inilah pekerjaan besar kita, inilah pekerjaan Asparindo ke depan.

Juga di sisi pembayaran, nanti Pak Menteri Kominfo ini dibantu agar baik cara-cara pembayaran yang tanpa uang cash (cashless) sehingga bisa ditempatkan di pasar-pasar. Mulai, ini memang pedagang kita harus mulai diintervensi dengan cara-cara seperti itu, ada EDC, ada pembayaran yang tanpa uang cash. Saya kira harus mulai diintervensi, diberikan pelatihan. Sehingga betul-betul pasar rakyat itu betul-betul naik tingkat dan bisa bersaing, dan nyatanya memang bisa bersaing kalau kita melihat dari sisi harganya. Enggak ada yang mengatakan enggak bisa, saya sampaikan bisa bersaing pasar-pasar rakyat kita dengan supermarket, dengan hypermarket. Saya kira bisa, saya meyakini itu. Sejak awal saya menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di pasar, saya meyakini bisa bersaing, hanya memang manajemennya perlu kita perbaiki bersama-sama.

Saya rasa itu  yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya ingat 2011, saya datang juga di Munas Asparindo juga, saya dibisiki Pak Ketua, “Pak, jadi Gubernur Jakarta saja, Pak.” Masih wali kota 2011, eh 2012 jadi gubernur. Tapi pas mau jadi presiden, Pak Ketua tidak membisiki saya.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Terima kasih. Semoga Rakernas Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) berjalan dengan baik dan bisa memberikan rekomendasi-rekomendasi bagi perbaikan pasar.

Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru