Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana Tahun 2021, 3 Maret 2021, di Istana Negara, Provinsi DKI Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 Maret 2021
Kategori: Sambutan
Dibaca: 1.208 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju, hadir di sini Bapak Menko PMK;
Yang saya hormati Kepala BNPB beserta seluruh jajaran dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote;
Yang saya hormati Panglima TNI dan Kapolri;
Yang saya hormati para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang hadir;
Yang saya hormati Kepala BMKG beserta seluruh jajaran;
Yang saya hormati para Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di seluruh Tanah Air dan seluruh organisasi masyarakat, relawan, perwakilan dari swasta, akademisi;
Hadirin dan Undangan yang berbahagia.

Dalam satu tahun ini kita telah diberi pengalaman, diberi pelajaran yang sangat luar biasa. Bukan hanya bencana alam, tetapi juga bencana nonalam berupa pandemi COVID-19. Dan, dalam menghadapi bencana kemanusiaan yang tidak pernah ada pembandingnya dalam sejarah, sisi kesehatan (dan) sisi ekonomi harus diselesaikan dalam waktu yang bersamaan, bukan hanya skala daerah, bukan hanya skala nasional, tetapi juga skala global. Lebih dari 215 negara mengalami hal yang sama, yang mengharuskan kita bekerja cepat, harus inovatif, dan juga berkolaborasi dengan semua pihak, dengan negara lain, dengan lembaga-lembaga internasional.

Dan, pada kesempatan yang baik ini saya ingin menyampaikan terima kasih dan apresiasi, penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh jajaran BNPB yang telah mendedikasikan seluruh waktunya bekerja, ikut bekerja dalam menangani dan menyelesaikan krisis sekarang ini. Dan, pengalaman ini harus kita jadikan sebagai momentum untuk memperkokoh ketangguhan kita dalam menghadapi segala bentuk bencana.

Hadirin Peserta Rakornas yang saya hormati,
Saya ingin mengingatkan kita semua bahwa negara kita Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana. Masuk (peringkat) 35 paling rawan risiko bencana di dunia. Dan, tadi Pak Doni Monardo, Kepala BNPB telah menyampaikan setahun kemarin saja kita menghadapi 3.253 bencana, per hari berarti kurang lebih sembilan bencana. Bukan sebuah angka yang kecil tapi cobaan, ujian, dan tantangan itu yang harus kita hadapi, baik bencana hidrometeorologi maupun bencana geologi. Kita, sekali lagi, menduduki ranking tertinggi negara paling rawan bencana karena jumlah penduduk kita juga besar, sehingga risiko jumlah korban yang terjadi apabila ada bencana juga sangat besar.

Saya melihat kunci utama dalam mengurangi risiko adalah terletak pada aspek pencegahan dan mitigasi bencana. Ini yang selalu saya sampaikan berulang-ulang; pencegahan, pencegahan, jangan terlambat, jangan terlambat. Ini bukan berarti aspek yang lain dalam manajemen bencana tidak kita perhatikan, bukan, bukan itu. Tapi juga jangan sampai kita hanya bersifat reaktif saat bencana terjadi. Kita harus mempersiapkan diri dengan antisipasi yang betul-betul terencana dengan baik, detail. Karena itu kebijakan nasional dan kebijakan daerah harus sensitif terhadap kerawanan bencana. Jangan ada bencana, baru kita pontang panting, ribut atau bahkan saling menyalahkan, seperti itu tidak boleh terjadi.

Dan kita sudah memiliki Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020-2024, melalui Perpres Nomor 87 Tahun 2020. Sudah ada. Poin pentingnya bukan hanya berhenti dengan memiliki grand design dalam jangka panjang, tapi grand design itu harus bisa diturunkan dalam kebijakan-kebijakan, dalam perencanaan-perencanaan, termasuk tata ruang yang sensitif dan memperhatikan aspek kerawanan bencana. Serta, tentu saja dilanjutkan dengan audit dan pengendalian kebijakan dan tata ruang yang berjalan di lapangan, bukan di atas kertas saja. Ini yang juga sudah berulang-ulang saya sampaikan.

Dan, saya ingin menegaskan beberapa hal. Yang pertama, jangan kita disibukkan, jangan sibuk membuat aturan, tapi yang utama adalah pelaksanaan di lapangan. Karena itu yang dilihat oleh masyarakat, itu yang dilihat oleh rakyat. Yang utama adalah aspek pengendaliannya dan penegakan standar-standar di lapangan. Misalnya, ini urusan yang berkaitan dengan gempa; standar bangunan tahan gempa, fasilitas umum dan fasilitas sosial.  Hal seperti ini harus dikawal dalam pelaksanaannya, harus diikuti dengan audit ketahanan bangunan agar betul-betul sesuai dengan standar. Sehingga kalau terjadi lagi bencana di lokasi itu, di daerah itu, di provinsi itu, korban yang ada bisa diminimalisir dan segera melakukan koreksi dan penguatan apabila tidak sesuai dengan standar-standar yang ada. Dicek, dikoreksi lagi.

Kemudian yang kedua, kebijakan untuk mengurangi risiko bencana harus benar-benar terintegrasi. Apa yang dilakukan di hulu, apa yang dilakukan di tengah, apa yang dilakukan di hilir betul-betul dilihat betul. Tidak ada, tidak boleh ada ego sektoral, tidak boleh ada ego daerah. Semuanya terintegrasi, benar-benar terintegrasi. Semuanya saling mengisi, semuanya saling menutup. Tidak boleh ada yang merasa kalau ini bukan tugasnya, bukan tugas saya, bukan urusan saya. Hati-hati, ini bencana, berbeda dengan hal-hal yang normal.

Yang ketiga, manajemen tanggap darurat serta kemampuan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi yang cepat. Ini penting sekali pascabencana, harus terus diperbaiki. Karena kecepatan itu yang juga dilihat oleh rakyat, kecepatan itu yang dilihat oleh masyarakat mengenai rehabilitasi dan rekonstruksi. Jangan sudah ditunggu lebih dari satu tahun belum nongol apa yang sudah kita sampaikan, apa yang sudah kita janjikan.

Sistem peringatan dini harus berfungsi dengan baik, dicek terus. Bekerja dengan cepat dan bisa bekerja dengan akurat. Dan, kecepatan respons yang harus terus-terus ditingkatkan. Semua rencana kontingensi dan rencana operasi saat tanggap darurat harus dapat diimplementasikan dengan cepat. Dan sekali lagi, kecepatan adalah kunci menyelamatkan dan mengurangi jatuhnya korban. Sekali lagi, kecepatan adalah kunci menyelamatkan dan mengurangi jatuhnya korban. Sangat penting sekali.

Terakhir, memberikan edukasi dan literasi kepada masyarakat terkait dengan kebencanaan harus terus-menerus ditingkatkan, mulai dari lingkup sosial yang paling kecil, yaitu keluarga. Melakukan simulasi bencana secara rutin di daerah-daerah yang rawan bencana, sehingga warga semakin siap menghadapi bencana yang ada.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2021 saya buka secara resmi.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

Sambutan Terbaru