Peresmian Program Wirausaha ASN dan Pensiunan, 16 Januari 2019, di Sentul Internasional Convention Center, Sentul, Jawa Barat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 16 Januari 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.960 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, hadir pagi hari ini Bu Menteri BUMN, Pak MenPAN-RB, Pak Menteri Koperasi dan UKM.
Yang saya hormati Dirut PT Taspen beserta seluruh jajaran direksi dan komisaris,
Yang saya hormati Wali Kota Bogor,
Yang saya hormati Bapak-Ibu sekalian para ASN dan pensiunan yang pagi hari hadir di Sentul, Bogor ini,
Bapak-Ibu tamu undangan yang berbahagia.

Banyak, saya ini mendengar, banyak yang merasa khawatir ASN kita ini menjelang pensiun. Saya banyak mendengar itu. Tetapi saya melihat bahwa sekarang ini juga yang namanya tunjangan-tunjangan yang diberikan oleh pemerintah kepada ASN kita juga menurut saya lebih dari cukup. Asal penggunaannya tidak konsumtif, asal bisa menabung, asal bisa mengelola keuangan dengan baik.

Oleh sebab itu, saya titip hati-hati dan cermat dalam mengelola uang tunjangan hari tua, hati-hati. Apabila pengelolaan keuangan ini benar, betul, ini akan memberikan sebuah nilai tambah kesejahteraan bagi kita. Oleh sebab itu, proses-proses pendampingan yang akan pensiun, yang akan purnatugas, maupun yang telah pensiun, untuk berwirausaha ini adalah sebuah ajakan yang baik.

Tetapi saya mau titip beberapa hal. Yang pertama, memulai usaha/memulai bisnis itu tidak mudah, memulai usaha/memulai bisnis itu tidak gampang. Oleh sebab itu, pilihlah usaha-usaha yang dekat dengan keseharian kita di saat kita tugas. Misalnya,  pensiunan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, misalnya, kan dekat dengan ikan. Iya enggak? Dekat dengan ikan. Oleh sebab itu, bisnisnya jangan jauh-jauh dari situ karena ilmunya sudah kita ketahui, keseharian kita bergelut di situ sehingga untuk memulai itu lebih mudah, dibanding misalnya pekerjaannya dulu di KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), bisnisnya pertanian. Nah ini laut sama pertanian jauh. Hati-hati.

Saya melihat misalnya tadi, ini hal yang kecil yang banyak orang tidak melihat, berjualan ikan wader yang digoreng, ini yang KKP tadi misalnya. Tadi saya lihat di depan, packaging-nya baik, kemasannya baik,  diberi nama, label, brand yang baik. Saya bertanya tadi kepada Ibu yang ada di ruang pamer tadi, “berapa omzetnya, Bu?” “Omzetnya Rp30 juta.” “Pasarnya ke mana, Bu?” “Pasarnya Pak, kami pasarkan sendiri tapi juga ada yang lewat supermarket, tetapi juga ada yang lewat online, lewat Bukalapak,” tadi beliau menyampaikan seperti itu. Omzet Rp30 juta itu, hati-hati, yang  namanya produk makanan seperti itu, untungnya gede. Saya lihat tadi kalau untungnya paling tidak 30-40 persen pasti ada. Harganya saya lihat, wader harganya juga tahu saya. Ini yang baik.

Sekali lagi, kalau ingin membuat sebuah produk itu lihat pasarnya dulu, karena yang paling sulit itu di marketing-nya, di pemasarannya. Bapak-Ibu mungkin memproduksi bisa, tapi menjualnya itu yang betul-betul harus dilihat ke mana, di mana. Ambil usaha-usaha yang risikonya kecil, kalau saya boleh saran. Risikonya kecil itu apa usaha-usaha? Misalnya barang-barang yang tidak cepat busuk atau basi. Hati-hati kalau pemasaran tidak cepat ini busuk, hati-hati bisnis-bisnis seperti ini. Kemudian ambil bisnis-bisnis yang kalau tidak laku nilainya tetap tambah. Misalnya, misalnya ini yang risikonya juga tidak gede, mendirikan kos-kosan. Mendirikan kos-kosan ini income-nya ada, jelas setiap bulan atau setiap tahun dipungut, tetapi nilai tambah dari bangunan itu setiap tahun itu pasti naik. Nanti kalau misalnya ini, misalnya saya masih punya tabungan, rumah juga masih, kos-kosan yang dulu kita beli katakanlah harga Rp500 juta, setiap tahun pasti nambah terus. Nilai tanah, nilai bangunan itu pasti nambah terus. Sekarang sudah, misalnya ini, Rp2 miliar mau dilepas tidak apa-apa. Dilepas dapat Rp2 miliar, bangun lagi dua atau tiga lagi. Ada sisa, bisa ditabung atau bisa dipakai untuk yang lain. Karena banyak bisnis-bisnis yang berisiko. Kalau kita tidak, misalnya, kita tidak mengikuti tren pasar, tidak mengikuti lifestyle/gaya hidup, itu menjadi hilang ditinggal. Tidak mudah.

Yang kedua, kalau kita ragu-ragu memulai, menurut saya carilah partner yang sudah berproduksi tapi yang karakternya sama dan karakternya baik, yang kita ketahui betul karakternya. Usaha itu bagus kalau kita memang memiliki partner yang pas, itu berkembangnya cepat, sambil kita belajar mengelola sebuah bisnis/sebuah usaha.

Saya berikan contoh saja, contoh yang paling gampang di dekat saya. Saya sebetulnya kalau pabrik, pabrik saya empat kali (ruangan) ini ada, tapi saya suruh anak saya kelola, enggak mau, “enggak mau saya.” Anak yang gede enggak mau, anak yang kedua enggak mau, anak yang ketiga juga enggak mau. Saya tanya, “kamu itu mau kerja apa?” Tahu-tahu yang gede jualan martabak. Lho, diserahin pabrik yang sudah ekspor enggak mau, tahu-tahu jualan martabak. “Pak, saya mau memulai sendiri, tidak tergantung.” Jualan martabak. Saya lihat, anak saya ini enggak pernah mempunyai pengalaman di bidang makanan, apalagi di bidang martabak, membeli saja juga enggak pernah tahu-tahu kok jualan martabak. Saya lihat, saya lihat, ini apa, ternyata punya partner yang sudah berjualan martabak lama. Gandengan. Bagi untungnya seperti apa? Ya perjanjian saja. Terus bedanya kalau dulu jualan martabaknya labelnya itu hanya di satu kota, di Solo saja, sekarang sudah memiliki 40 cabang, buka di semua kota, sehingga produksi dan pemasarannya lebih banyak.

Saya dulu berpikir, aduh berjualan martabak ini nanti bagaimana. Tapi setelah cabangnya 40, pabrik saya segede yang tadi saya sampaikan, kalah. Omzetnya kalah, keuntungannya kalah. Artinya jualan yang kita anggap kadang-kadang sepele itu ada sesuatu, ada sesuatu di situ yang besar. Kecil-kecil tapi kalau banyak ya gede namanya.

Saya baru terkaget-kaget anak saya berjualan martabak yang satu, yang kecil juga sama, tahu-tahu nongol jualan pisang goreng, padahal masih kuliah. Saya lihat-lihat ini enggak pernah masak, enggak pernah goreng pisang, tahu-tahu kok jualan pisang ini dari mana ini dapatnya. Sama juga, ternyata partneran juga dengan yang sudah agak lama berjualan pisang goreng. Tetapi ada improvisasi di situ, diperbaiki kemasannya, diperbaiki produknya, diberi label, dan dipasarkan lewat online. Saya juga berpikir sama, jualan pisang goreng itu omzet berapa sih? Kalau kita lihat tokonya juga hanya kecil. Bukan toko, warungnya hanya kecil saja, tapi omzetnya juga saya lihat satu warung juga lumayan. Sekarang sudah buka hampir 54 warung di semua kota, ya jadinya gede.

Jadi saran saya, kepada Bapak-Ibu sekalian, kalau memulai sebuah usaha itu ragu ya cari partner. Tapi partner itu betul-betul harus dipastikan bahwa cocok benar. Jangan baru setahun – dua tahun sudah berantem. Nanti larinya ke pengadilan, larinya ke wilayah hukum. Nah, ramai.

Karena apa? Sebetulnya pasar di negara kita ini pasar yang sangat besar, 260 juta penduduk kita, ini adalah sebuah pasar yang sangat besar. Dan beberapa produk-produk di Indonesia ini masih diisi oleh produk dari luar. Saya mengajak, marilah itu kita ganti dengan produk-produk kita sendiri. Setuju ndak Ibu-ibu dan Bapak-bapak? Kita isi dengan produk-produk kita sendiri.

Saya tadi juga melihat ada yang, saya enggak bertanya ke Bapak yang ada di pameran tadi, membuat hidroponik sayur. Saya enggak tahu apakah dari Dinas Pertanian atau Kementerian Pertanian. Nah, ini. Ini sesuatu yang baru, yang saya lihat bahwa ilmu dan pengalaman dari Bapak-Ibu sekalian ini memiliki hal-hal seperti ini. Membuat hidroponik juga bukan sesuatu yang sulit, tetapi yang sulit adalah memasarkannya. Saya tanyakan tadi, “pemasarannya seperti apa, Pak?” “Enggak masalah, Pak, ada yang mengambil.” Lha, kalau sudah ada yang mengambil itu artinya antara demand dan supply itu tidak seimbang, permintaan pasti lebih banyak kalau seperti itu, karena orang mencari. Mencari, sehingga mudah, kita tidak usah harus ke mana-mana. Memproduksi itu lebih mudah daripada memasarkan. Sehingga gampang kalau sudah ada yang mau mengambil secara rutin, ya sudah kita tinggal memproduksi saja sayuran itu.

Tadi saya juga melihat, ini sebetulnya di kanan-kiri kita ini banyak sekali produk-produk yang bisa kita kemas, yang bisa kita beri label, yang kita beri brand dengan baik yang bisa kita pasarkan. Yang saya lihat banyak sekali adalah produk-produk dari ibu-ibu PKK, banyak sekali. Entah itu sambal, entah itu teri yang digoreng, entah itu tempe/keripik yang digoreng, entah itu mendoan yang rasanya beda yang sangat juga enak, tapi belum dikemas dengan baik, belum diberi label dan nama brand yang baik, belum dipasarkan secara besar-besaran lewat online, lewat supermarket atau lewat hypermarket, sehingga omzetnya hanya segitu-segitu saja.

Ini tugas Bapak-Ibu sekalian untuk melihat-lihat seperti itu, yang bisa diajak gandengan, yang bisa diajak partneran. Banyak, dari ribuan produk yang ada ini pasti ada satu, dua, tiga, empat, lima yang bisa diangkat, untuk bisa dipasarkan secara baik. Jadi saya melihat jangan, sekali lagi saya titip, jangan coba-coba yang kita memang belum menguasai betul. Sekali lagi, bahwa memulai bisnis/memulai usaha itu tidak mudah. Banyak yang berhasil tapi juga banyak yang gagal. Oleh sebab itu, kalau sekarang ini ada program pendampingan akan lebih baik karena betul-betul kita bisa tahu, bisa mengerti apa yang harus kita kerjakan dan apa yang harus kita lakukan.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, masa pensiun bukan berarti produktivitas berhenti. ASN juga bisa tetap sejahtera, lebih sejahtera di masa purnatugas. Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan. Dan dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, saya resmikan Program Wirausaha ASN dan Peserta Pensiun.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru