Peringatan HUT ke-71 Kemerdekaan RI, Seskab: Sekarang Harus Kerja, Kerja, Kerja, dan Kerja
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengaku selalu menjadikan Peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan untuk introspeksi, apakah yang menjadi keinginan founding fathers, para pendiri bangsa pada waktu itu.
Introspeksi pertanyaan yang sederhana adalah apakah yang kita alami hari ini sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, dicita-citakan, dibuat, dimerdekakan oleh pendiri bangsa pada waktu itu, tutur Pramono di ruang kerjanya, Gedung III Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Jakarta, kemarin.
Menurut Seskab, dalam perjalanan 71 tahun tentunya ada naik turun. Tapi yang paling penting ia melihat bahwa sebagai bangsa, founding fathers itu telah mewariskan hal yang tidak diwarisi oleh negara lain.
Bentuk negaranya ada, ideologinya ada, kemudian juga kita dipersatukan oleh bahasa yang kuat yaitu Bahasa Indonesia yang sebenarnya Bahasa Indonesia itu bukan bahasa mayoritas, kalau mayoritas kan bahasa Jawa. Tetapi inilah yang sebenarnya mempersatukan kita sebagai Bangsa. Dan sampai hari ini teruji setelah 71 tahun Indonesia tetap kuat, Indonesia tetap merdeka, dan Indonesia tetap dihargai, dihormati bangsa-bangsa dunia, ungkap Pramono.
Saat ditanya mengenai tantangan yang masih dihadapi di usia bangsa Indonesia yang sudah mencapai 71 tahun, Seskab Pramono Anung mengatakan, yang paling utama adalah masalah kebodohan, pendidikan, ketimpangan kaya miskin, dan masalah kebhinekaan.
Jadi hal-hal mendasar itulah yang sebenarnya sudah dipikirkan oleh para pendiri bangsa dengan ideologi Pancasila, dan itu semuanya ada, kata Pramono seraya mencontohkan, misalnya masalah kebhinekaan, ternyata kita pada hari ini masih saja kelompok-kelompok intoleransi dalam bangsa kita ini.
Kemudian juga persoalan demokrasi. Menurut Seskab, sebenarnya juga sudah ada, ada tools yang diberikan. Tetapi, menurut Seskab, kita belum cukup dewasa untuk itu.
Tetapi secara garis besar, secara global, tegas Seskab, karena kita ditinggali, diwarisi, bentuk negara, ideologi, kemudian juga bahasa yang mempersatukan. Saya melihat bangsa ini tetap survive, adalah bangsa yang besar dengan jumlah puluhan ribu pulau, 17 ribu lebih. Karena apa? Karena founding father telah memikirkan jauh-jauh hari. Dan itu terbukti dari bahasa yang dipilih, dari bentuk negara, dari negara kesatuan, sebab kalau kita federalisme, saya yakin pasti akan ada ketimpangan yang makin kuat antara satu daerah dan daerah lainnya, terang Seskab.
Saat ditanyakan mengenai arti tema Kerja Nyata dalam peringatan HUT ke-71 tahun Indonesia Merdeka, Seskab Pramono Anung menjelaskan, kerja nyata yang diterjemahkan oleh Presiden itu kerja, kerja, kerja, dan kerja, dan itu semuanya harus pada orkestra itu.
Menurut Seskab, orkestra kerja adalah orkestra yang memberikan bentuk nyata dari itu. Dan mungkin pada awalnya, ketika dikumandangkan tentang Indonesia Kerja Nyata, mungkin orang pada waktu itu hanya apa yang dilakukan.
Tetapi kalau lihat pada hari ini apa yang dikerjakan pemerintah? Menurut Seskab, membangun infrastruktur, membuat bangsa ini menjadi lebih kuat, dan kita secara perlahan sekarang dihormati, dihargai oleh bangsa-bangsa lain karena kita sudah demokrasi, kita sudah sangat kuat, dan Indonesia sebagai negara mayoritas Islam dianggap sebagai Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang dihargai, Islam yang menghargai perbedaan toleransi, dan sebagainya.
Kita sekarang menjadi role model dunia, di negara demokrasi, negara Islam, dan negara yang dianggap berbhineka. Makanya sekali lagi, apa kerja nyata yang ada? Adalah satu, tentunya membuat menghilangkan perbedaan kaya dan miskin, yang kedua menghilangkan kebodohan, yang ketiga yang paling penting adalah membuat rakyat sejahtera, tutur Pramono.
Seskab mengakui, tugas pemerintah tentunya Presiden sebagai kepala negara, kepala pemerintah yang menjadi motor utama menularkan semangat #Kerja Nyata. Namun ia mengingatkan, hal itu tidak bisa hanya sendirian, harus semuanya.
Para menteri, gubernur, bupati, wali kota, camat, lurah, dan seluruh jajaran birokrasi, dan semuanya harus pada tingkat yang sama, semangat yang sama, tegas Pramono.
Sekarang, lanjut Seskab, sudah waktunya lagi tidak bisa seperti dulu leha-leha, sekarang harus kerja, kerja, kerja, dan kerja. Pilihannya adalah bekerja yang produktif, bekerja yang cerdas, bekerja yang smart, bekerja yang memberikan manfaat, pungkasnya. (DNA/ES)