Peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW Tingkat Kenegaraan, 3 April 2019, di GOR Pandawa, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 April 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.559 Kali

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu wassalamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati yang mulia para alim, para ulama, para kiai yang malam hari ini hadir,
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, Gubernur Jawa Tengah beserta Ibu, Bupati Sukoharjo beserta Ibu, Pak Pangdam, Pak Kapolda,
Bapak-Ibu sekalian hadirin-hadirat undangan yang berbahagia.

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya malam hari ini kita dapat menghadiri peringatan Isra Mikraj Tahun 1440 Hijriah.

Dan pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin mengingatkan kepada kita semuanya betapa negara kita ini adalah negara besar, negara besar. Penduduk Indonesia sekarang sudah 269 juta yang hidup di 17.000 pulau, tapi paling banyak tinggal di Pulau Jawa. Yang tinggal di Pulau Jawa 149 juta, padahal masih ada 17.000 pulau lagi yang kita miliki. Itu di 514 kabupaten dan kota, serta 34 provinsi.

Kenapa ini saya ulang-ulang terus di mana-mana? Saya ingin mengingatkan kepada kita semuanya, sekali lagi, bahwa negara kita ini negara besar, bukan negara kecil. 269 juta ini adalah besar sekali. Semuanya perlu logistik, semuanya perlu makan, semuanya perlu infrastruktur, semuanya perlu jalan, semuanya perlu bendungan, semuanya perlu air. Inilah manajemen negara. Kalau hanya satu daratan itu lebih mudah tetapi ini, sekali lagi, 17.900 pulau. Dua pertiga Indonesia adalah air.

Dan yang lebih penting lagi yang perlu saya ingatkan, negara kita ini dianugerahi oleh Allah SWT berbeda-beda, majemuk, plural. Berbeda-beda suku, berbeda-beda agama, berbeda adat, berbeda tradisi, berbeda-beda bahasa daerah. Saya sering membanding-bandingkan jumlah suku yang kita miliki. Indonesia ini memiliki 714 suku. Saya bandingkan dengan, langsung saja dengan Afghanistan. Di sana ada tujuh suku, negara kita 714. Di Afghanistan ada suku Pashtun, Tajik, Hazara, Uzbek, Aimaq, Turkmen, Baloch, tujuh. Indonesia, misalnya Bapak-Ibu sekalian menyuruh saya ngafalin 714, saya ngomong apa adanya, enggak hafal saya, enggak hafal. 714 dengan bahasa daerah yang berbeda-beda, seribu seratus lebih bahasa daerah kita.

Kalau di Jawa, pas di Jawa Tengah kita sampaikan “sugeng dalu”, “kulonuwun”, jawabannya pasti ibu-ibu, “monggo”. Nggih mboten? Nanti pindah ke Jawa Barat sudah beda lagi, “sampurasun”. Lho kok bisa? Nanti pindah lagi ke Sumut beda lagi, “horas”. Nanti pindah ke Sulawesi Selatan beda lagi, “apa kareba, baji baji, baik-baik.” Nanti pindah ke Papua, saya enggak tahu. Tahu tapi saya tinggal baru tiga hari sudah lupa. Ada lagi “tabea”, mana itu?

Inilah negara kita Indonesia. Kita tahu betul negara ini besar, kalau Bapak, Ibu dan Saudara-saudara semuanya pernah pergi ke semua provinsi. Pernah pergi ke lima ratus kabupaten dan kota, atau pernah pergi ke 17.000 pulau yang kita miliki. Bisa saja para kiai karena dakwah pergi ke semua pulau, semua kabupaten, ke semua kota. Kelihatan betapa perbedaan-perbedaan yang merupakan anugerah dari Allah SWT sudah menjadi sunatullah, sudah menjadi hukum Allah kepada bangsa dan negara kita Indonesia.

Apa yang ingin saya garisbawahi di sini? Perbedaan-perbedaan itu jangan menjadikan kita ini tidak seperti saudara lagi. Sekali lagi, ini sudah sunatullah, sudah menjadi hukum Allah kepada kita bangsa Indonesia, berbeda-beda.

Apalagi menjelang, biasanya ini ramainya, perbedaan-perbedaan itu muncul ramainya biasanya karena urusan politik. Pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden. Kok diam semuanya? Saya ingin mengingatkan jangan sampai karena peristiwa-peristiwa politik yang tadi saya sampaikan, kita lupa bahwa kita ini saudara sebangsa dan setanah air. Kita lupa menjaga ukhuwah kita. Kita lupa menjaga ukhuwah islamiah kita, kita lupa menjaga ukhuwah wathaniyah kita karena urusan politik.

Ini saya lihat di banyak daerah antartetangga enggak saling omong gara-gara pilihan bupati. Di sini ada? Antarkampung enggak saling sapa gara-gara pilihan gubernur. Di sini ada? Di dalam majelis taklim, satu majelis taklim enggak saling omong, enggak saling sapa gara-gara pilihan presiden, ada? Banyak. Inilah yang harus kita jaga, sekali lagi, ukhuwah kita, persaudaraan kita.

Saya ingin memberikan gambaran, kembali ke Afghanistan, tujuh suku. Saya bertemu tiga kali dengan Dr. Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan. Saya bertemu dua kali dengan Ibu Rula Ghani, ibu negara dari Afghanistan.  Tapi yang ingin saya ceritakan adalah pertemuan saya dengan Ibu Rula Ghani. Apa yang beliau sampaikan kepada saya? “Presiden Jokowi, empat puluh tahun yang lalu saya bisa menyetir mobil sendiri di Kabul, Kota Kabul. Kadang saya juga menyetir sendiri antarprovinsi, ke provinsi yang lain. Aman, tidak pernah ada masalah, semua wanita juga bisa melakukan itu. Padahal negara lain masih banyak yang naik sepeda saat itu. Masih banyak yang naik sepeda motor, di Afghanistan kami sudah menyetir mobil.” Karena memang Afghanistan adalah negara yang kaya dengan deposit minyak dan gas, serta deposit emas termasuk terbesar di dunia.

Tetapi, beliau yang cerita ini, tetapi karena dua suku yang bertikai, konflik, kemudian yang satu membawa kawan dari negara lain, yang satu membawa kawan dari negara lain, akhirnya menjadi perang. Sudah empat puluh tahun konflik perang itu ada di Afghanistan. Terus, Bu Rula Ghani menyampaikan, apa yang terjadi? Siapa yang paling dirugikan saat konflik perang ini terjadi? “Yang dirugikan, Presiden Jokowi, dua. Yang pertama wanita, yang kedua anak-anak. Wanita sudah tidak berani lagi keluar rumah. Anak-anak tidak bisa sekolah lagi. Sekarang kita bisa naik sepeda saja sudah bersyukur alhamdulillah.”

Betapa karena konflik dan perang itu bisa mengembalikan sebuah negara mundur enggak tahu berapa puluh tahun. Inilah konflik dan perang yang harus menjadi pengalaman kita semuanya. Jangan sampai, sekali lagi, gara-gara urusan pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden kita ini menjadi tidak rukun. Rugi besar bangsa ini.

Sekali lagi, di Afghanistan itu hanya tujuh suku, di negara kita 714 suku. Hati-hati. Ini yang ngomong Ibu Rula Ghani, “hati-hati negaramu Presiden Jokowi, begitu beragam dan berbeda-beda suku, agama, bahasa daerah, hati-hati.” Jangan dianggap remeh, jangan dianggap mudah kalau ada konflik-konflik kecil. Beliau berpesan kepada saya, segera cepat selesaikan kalau ada konflik-konflik sekecil apapun, baik antarsuku, baik antarkampung, apalagi yang berkaitan dengan agama, jangan sampai itu terjadi. Beliau sangat memuji, mengagumi kerukunan kita tapi kita sendiri di dalam kadang-kadang, tidak semuanya, kadang-kadang ya karena tadi, terbawa oleh urusan politik. Apalagi sekarang ini semuanya sudah merasa seperti politikus semuanya. Iya, enggak di warung kopi, enggak di warung bakso, semuanya sudah kadang-kadang melebihi politikus.

Kembali lagi, ini saya sampaikan, marilah apa yang disampaikan oleh Ibu Rula Ghani itu menjadi evaluasi kita, menjadi koreksi kita. Agar kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara itu bisa menjadi lebih baik dari hari ke hari menjadi lebih baik. Bisa menjaga ukhuwah islamiah kita, bisa menjaga ukhuwah wathaniyah kita, dan lebih besar lagi bisa menjaga ukhuwah insaniyah kita dan ukhuwah basyariyah kita.

Saya rasa itu sedikit pesan yang bisa saya sampaikan pada peringatan Isra Mikraj kali ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridai kerja-kerja kita semuanya di Indonesia utamanya dan juga di dunia.

Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru