Perjanjian Divestasi Ditandatangani, Indonesia Sah Jadi Pemilik Saham Mayoritas Freeport

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 September 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 17.393 Kali
Menteri ESDM Ignasius Jonan bersama Dirut Inalum, CEO Freeport, Menkeu, dan Menteri BUMN menunjukkan naskah perjanjian yang ditandatanngani, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (27/9) sore. (Foto: Humas ESDM)

Menteri ESDM Ignasius Jonan bersama Dirut Inalum, CEO Freeport, Menkeu, dan Menteri BUMN menunjukkan naskah perjanjian yang ditandatanngani, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (27/9) sore. (Foto: Humas ESDM)

Proses divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia (FI) kepada pemerintah akhirnya resmi disepakati, setelah Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero), Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto menandatangani Perjanjian Divestasi PTFI, Perjanjian Jual Beli Saham PT Rio Tinto Indonesia (PTRTI), dan Perjanjian Pemegang Saham PTFI, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (27/9) sore.

Penandatanganan perjanjian yang merupakan kelanjutan dari Pokok-Pokok Perjanjian (Head of Agreement) terkait penjualan saham FCX itu dilakukan oleh Direktur Utama INALUM Budi G. Sadikin, dan CEO Freeport McMoRan Inc. (FCX) Richard Adkerson.

Penandatangan perjanjian disaksikan langsung oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.

Dengan penandatanganan tersebut, jumlah saham PTFI yang dimiliki INALUM akan meningkat dari 9,36% menjadi 51,23%. Pemda Papua akan memperoleh 10% dari 100% saham PTFI.

“Proses divestasi saham PT Freeport berarti sudah selesai. Setelah ini tinggal proses administrasi saja antara Freeport dan Inalum,” kata Menteri ESDM Ignasius Jonan.

Menurut Menteri ESDM, perubahan kepemilikan saham ini akan resmi terjadi setelah transaksi pembayaran sebesar 3,85 miliar dollar AS atau setara dengan Rp56 triliun kepada FCX, dan akan diselesaikan sebelum akhir tahun 2018,.

Dengan ditandatanganinya perjanjian ini, lanjut Jonan, Pemerintah akan menerbitkan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) dengan masa operasi maksimal 2×10 tahun sampai tahun 2041.

“Kewajiban PTFI untuk membangun pabrik peleburan (smelter) tembaga berkapasitas 2 sampai 2,6 juta ton per tahun akan terus kami monitor dan evaluasi perkembangannya, sehingga diharapkan dapat selesai dalam waktu kurang dari 5 tahun,” kata Jonan.

Mengenai izin yang akan diberikan Pemerintah kepada PTFI dalam bentuk IUPK, menurut Jonan, merupakan komitmen Pemerintah dalam menjaga iklim investasi sehingga memberi kepastian dan keamanan kepada investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.

Patut Diapresiasi

Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, komitmen Inalum untuk menyelesaikan perjanjian divestasi saham PTFI sesuai dengan target, patut diapresiasi.

Rini menjelaskan, dalam pengelolaan PTFI ke depan, Pemda Papua akan dilibatkan dengan memiliki 10% saham PTFI sehingga masyarakat Papua mendapat manfaat maksimal dari keberadaan PTFI.

“Sejalan dengan program hilirisasi industri pertambangan Indonesia, Inalum dan PTFI akan terus kami dorong agar proses hilirisasi dapat berjalan dengan baik, tidak berhenti pada pembangunan smelter tembaga, tetapi juga pengolahan lumpur anoda sebagai produk samping smelter menjadi emas,” jelas Rini.

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dalam mendukung kepastian investasi oleh Freeport dan Inalum, pemerintah memberikan kepastian mengenai kewajiban perpajakan dan kewajiban bukan pajak baik di tingkat pusat dan daerah yang menjadi kewajiban PTFI.

“Dengan selesainya proses divestasi saham PTFI dan peralihan Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK, maka dapat dipastikan bahwa PTFI akan memberikan kontribusi penerimaan negara yang secara agregat lebih besar dibandingkan pada saat Kontrak Karya berlaku,” terang Sri Mulyani. (Tim Komunikasi Kementerian ESDM/ES)

Berita Terbaru