Perpres Nomor 51 Tahun 2016 Terbit, Pemerintah Daerah Wajib Menetapkan Batas Sempadan Pantai

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 22 Juni 2016
Kategori: Opini
Dibaca: 107.828 Kali

khusnulOleh Kusnul Nur Kasanah

Presiden belum lama ini tepatnya tanggal 14 Juni 2016 telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai.

Peraturan Presiden ini memuat norma pengaturan tentang kriteria penetapan Batas Sempadan Pantai yang menjadi dasar acuan bagi Pemerintah Daerah yang wilayahnya memiliki sempadan pantai untuk menetapkan batas sempadan pantainya.

Merujuk dalam definisi di Perpres Batas Sempadan Pantai tersebut, yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, sedangkan batas sempadan pantai adalah ruang sempadan pantai yang ditetapkan berdasarkan metode tertentu.

Perpres mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang memiliki batas sempadan pantai wajib menetapkan batas sempadan pantainya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota, sedangkan Pemerintah Daerah Provinsi memberikan arahan dalam Perda RTRW Provinsi. Khusus untuk DKI Jakarta, batas sempadan pantai ditetapkan oleh Gubernur dalam Perda RTRW Provinsi DKI.

Penetapan batas sempadan pantai dilakukan dengan tujuan untuk melindungi dan menjaga: kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman bencana alam; alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai; dan alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.

Untuk penetapanya dilakukan berdasarkan penghitungan yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain yang terkait. Penghitungan batas sempadan pantai juga harus memperhatikan: perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami; perlindungan pantai dari erosi atau abrasi; perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya; perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta; pengaturan akses publik; dan pengaturan untuk saluran air dan limbah.

Pendekatan praktis dan analitik/numerik digunakan pula dalam penghitungan batas sempadan pantai. Pendekatan praktis merupakan pendekatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman empiris dan historis seperti rekam/riwayat sejarah kejadian dan/atau keberadaan faktor ancaman terkait gempa, tsunami, erosi/abrasi, badai, dan banjir dari laut. Sedangkan analitik/numerik pendekatan dengan metode matematik, seperti seperti gempa diukur dengan kekuatan gempa, tsunami diukur dari tinggi gelombang, erosi/abrasi diukur dari perubahan garis pantai dan sebagainya.

Pengaturan tata cara penghitungan batas sempadan pantai secara lebih detail akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, sedangkan untuk pemanfatan ruang di kawasan sempadan pantai diatur lebih lanjut oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang setelah berkoordinasi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri/Kepala Lembaga lain yang terkait, mengingat banyak sektor yang lokasi kegiatannya berada di kawasan sempadan pantai.

Pemerintah Daerah diberikan waktu paling lama 5 tahun untuk menetapkan batas sempadan pantai atau menyesuaikan bagi yang penetapan batas sempadan pantainya belum sesuai dengan ketentuan Perpres.

Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 diharapkan akan memberikan jaminan terhadap pemanfaatan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan lindung yang lestari dan berkelanjutan dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau, pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi, pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai serta ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk kepentingan rekreasi, dan semua jenis kegaitan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis dan estetika kawasan, sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).

============

Kusnul Nur Kasanah, Keasdepan Kelautan dan Perikanan, Kedeputian Bidang Kemaritiman.

Opini Terbaru