Persaingan Dalam Pengadaan Barang/Jasa
Oleh: Jafar Ali Barsyan, S.H.*)
Persaingan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti usaha memperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan oleh perseorangan (perusahaan, negara) pada bidang perdagangan, produksi, persenjataan dan sebagainya. Persaingan merupakan sebuah lembaga yang erat sekali kaitannya dengan sistem ekonomi kapitalis, karena persaingan memberikan motivasi kepada para pengusaha untuk menghasilkan barang dengan mutu yang sebaik mungkin serta dengan biaya yang sekecil mungkin dengan tujuan agar pengusaha tersebut tahan dalam posisi bersaing. Persaingan dalam ekonomi selalu bermotif mencari laba. Oleh karena itu persaingan mencakup pengertian:
- Sejumlah besar pembeli dan penjual yang bekerja tanpa bergantung satu sama lain dalam pasar yang sama.
- Adanya kebebasan bagi para pembeli dan penjual untuk memasuki atau meninggalkan pasar.
- Ketergantungan pada sistem harga.
Hukum Persaingan Usaha
Di Indonesia hukum persaingan usaha diatur melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pemberlakuan undang-undang tersebut memang tidak bisa dilepaskan dari betapa buruknya praktik bisnis yang terjadi dalam dunia usaha di Indonesia. Tahun-tahun awal reformasi di Indonesia memunculkan rasa keprihatinan rakyat terhadap fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar yang disebut konglomerat menikmati pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional Indonesia. Selain faktor-faktor tersebut, faktor tekanan eksternal atau pihak luar tidak bisa kita lewatkan dengan menutup mata. Ketika krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998, atas dasar untuk memenuhi persyaratan yang diberikan International Monetery Fund (IMF), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui hak inisiatifnya membentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1999, dan dicatat pada Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1999. Undang-Undang yang terdiri dari 11 bab dan 53 pasal mulai efektif berlaku pada bulan Maret 2000 dan merupakan undang-undang pertama yang secara khusus mengatur tentang larangan terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia.
Persekongkolan Tender dalam Pengadaan Barang/Jasa
Pada pengadaan barang/jasa terdapat prinsip-prinsip yang harus diutamakan oleh semua pelaku pengadaan, prinsip-prinsip tersebut yaitu; (1) efisien, (2) efektif, (3) terbuka dan bersaing, (4) transparan, (5) adil/tidak diskriminatif, dan (6) akuntabel.
Tindakan persekongkolan tender melanggar salah satu prinsip dalam pengadaan barang/jasa yaitu terbuka dan bersaing. Terbuka dan bersaing artinya pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. Persaingan sehat merupakan prinsip dasar yang paling pokok karena pada dasarnya seluruh pengadaan barang dan jasa harus dilakukan berlandaskan persaingan yang sehat.
Beberapa persyaratan agar persaingan sehat dapat diberlakukan antara lain:
- Pengadaan Barang Jasa harus transparan dan dapat diakses oleh seluruh calon peserta;
- Kondisi yang memungkinkan masing-masing calon peserta mempu melakukan evaluasi diri berkaitan dengan tingkat kompetitipnya serta peluang untuk memenangkan persaingan;
- Dalam setiap tahapan dari proses pengadaan harus mendorong terjadinya persaingan sehat;
- Pengelola Pengadaan Barang/Jasa harus secara aktif menghilangkan hal-hal yang menghambat terjadinya persaingan yang sehat;
- Dihindarkan terjadinya conflict of interest; dan
- Ditegakkannya prinsip nondiskriminatif secara ketat.
Prinsip terbuka adalah memberikan kesempatan kepada semua penyedia barang/jasa yang kompeten untuk mengikuti pengadaan. Persaingan sehat dan terbuka (open and effective competition) adalah persaingan sehat yang akan dapat diwujudkan apabila pengadaan barang/jasa yang dilakukan terbuka bagi seluruh calon penyedia barang/jasa yang mempunyai potensi untuk ikut dalam persaingan.
Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur tentang larangan persekongkolan antara pelaku usaha dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Persekongkolan yang biasanya dilakukan dalam tender adalah untuk mempengaruhi harga yang akan ditawarkan oleh peserta tender. Di sini yang terjadi adalah persaingan harga, tetapi para peserta melakukan kesepakatan baik tertulis maupun tidak tertulis, salah satu diantara mereka menjadi pemenang tender dengan cara salah satu peserta mengajukan harga yang lebih rendah, sementara yang lain mengajukan harga yang lebih tinggi, atau salah satu peserta mengundurkan diri agar yang lain yang memenangkan tender tersebut. Hal ini merupakan hambatan persaingan, karena melanggar tujuan tender itu sendiri, yaitu untuk mendapatkan barang atau jasa dengan harga dan kondisi yang paling menguntungkan. Larangan tersebut diamini oleh Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pada pasal 78 disebutkan bahwa perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam pelaksanaan pemilihan Penyedia apabila terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran. Selain itu dalam pasal 51 juga diatur salah satu penyebab dari gagalnya tender/seleksi yaitu adanya persaingan usaha tidak sehat dari seluruh peserta.
Dalam pelaksanaan tender barang/jasa pemerintah modus-modus praktik persekongkolan senantiasa berkembang. Modus persekongkolan horizontal, vertikal dan/atau gabungan yang dilakukan oleh para pelaku pengadaan barang/jasa telah diupayakan pencegahannya oleh pemerintah melalui diterbitkannya Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Upaya pencegahan dapat diketahui dari digunakannya E-reverse Auction, perluasan makna dikendalikan oleh pihak yang sama, dibentuknya Agen Pengadaan dan penguatan/penambahan sanksi bagi para pelaku persekongkolan khususnya horizontal.
Pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan APBN/APBD dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip-prinsip persaingan yang sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat. Karena pemerintah selaku pengguna barang/jasa membutuhkan barang/jasa untuk meningkatkan pelayanan publik atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis, mengikuti prinsip dan etika yang berlaku, berdasarkan metode dan proses pengadaan yang berlaku. Alasan pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah adalah tugas pokok keberadaan instansi pemerintah bukan untuk menghasilkan barang/jasa yang bertujuan profit oriented, tetapi lebih bersifat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, pemerintah membutuhkan barang/jasa dalam rangka meningkatkan pelayanan publik atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis, mengikuti prinsip dan etika serta berdasarkan metode dan proses pengadaan yang berlaku.
Sumber:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
- Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Indonesia.
- Risalah Pembahasan Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
- Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks (Jakarta: Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009)
- https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ persaingan diakses pada tanggal 2 November 2021
Disclaimer: Seluruh informasi yang disediakan dalam tulisan hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum dan bukan merupakan pendapat instansi.
*Penulis adalah Penelaah Pengadaan Barang/Jasa, Biro Umum, Kedeputian Bidang Administrasi, Sekretariat Kabinet RI