Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2018, 27 November 2018, di Assembly Hall 1 & 2, Jakarta Convention Center, Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 November 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.998 Kali

Bismillahirahmanirahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Gubernur Bank Indonesia, beserta para Deputi Gubernur Bank Indonesia, serta seluruh jajaran dan keluarga besar Bank Indonesia,
Yang saya hormati Wakil Presiden ke-11 Republik Indonesia Bapak Boediono,
Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati pimpinan dan anggota DPR RI serta seluruh lembaga tinggi negara yang hadir,
Yang saya hormati para kepala daerah, para gubernur, para bupati, para wali kota,
Yang saya hormati para pelaku sektor perbankan,
Hadirin dan tamu undangan yang berbahagia.

Pertama-tama, saya ingin menyampaikan ucapan selamat kepada Bapak Gubernur Bank Indonesia dan segenap jajaran Bank Indonesia bahwa di tengah gejolak global yang terus mengguncang kita, BI terus membela kurs rupiah. Kita sadar betul betapa beratnya pertempuran dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan.

Saya tahu BI melakukan intervensi pasar, menaikkan suku bunga guna menstabilkan kurs rupiah terhadap US dollar. Alhamdulillah dalam 2-3 minggu terakhir, rupiah menguat signifikan, dan kemarin saya lihat sudah kembali pada kisaran  Rp14.500 per US dollar.

Baru saja juga kita lihat, 15 November yang lalu, Gubernur BI dan jajarannya kembali menunjukkan keberaniannya memberikan kejutan pada pasar dengan kembali menaikkan suku bunga rupiah sebesar 0,25 persen atau 25 basis point menjadi enam persen. Yang saya anggap berani itu bukan besarnya kenaikan, tapi kejutannya itu. Mengapa saya sampaikan seperti itu, karena saya membaca laporan bahwa 31 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, hanya tiga yang punya ekspektasi BI akan menaikkan bunga hari itu, dan saya lihat pasar benar-benar kaget dengan kenaikan bunga oleh BI. Ini disambut amat positif oleh pasar. Dan persepsinya BI menunjukkan ketegasan, menunjukkan determinasinya untuk membentengi rupiah. Mungkin dalam bahasa keseharian kita bisa saja disebut “taring”-nya BI keluar.

Keberanian seperti inilah yang kita butuhkan di saat menghadapi kondisi ekonomi dunia yang sekarang ini kita melihat banyak ketidakpastian. Ini perlu saya sampaikan sedikit, saat di APEC sepuluh hari yang lalu, yang namanya perang dagang itu memang betul-betul kelihatan sekali. Kita melihat, kita menyaksikan pimpinan negara ekonomi terkuat nomor satu dan nomor dua dunia, Tiongkok dan Amerika, bersitegang dan sulit dipersatukan. Di APEC kemarin, mengelompok di sana, mengelompok di sini. Indonesia di mana? Di sini, di tengah-tengah.

Saya sudah sampaikan ke Menteri Luar Negeri, coba ngomong dengan sana, ngomong dengan sini, apakah kita bisa menjembatani itu. Dari pagi sampai siang, sampai (jam) setengah tiga, ternyata tidak bisa, sulit. Inilah dalam sejarah untuk pertama kalinya dalam 29 tahun sejarah APEC, Pertemuan Tahunan APEC gagal menghasilkan pernyataan bersama, gagal menghasilkan komunike, gagal. Ini enggak mau mengalah, ini enggak mau mengalah. Inilah yang tadi saya sampaikan, ketidakpastian. Ekonomi dunia saat ini masih berpotensi dilanda ketidakpastian.

Yang saya sangat senang dan berbahagia, tahun-tahun ini kita mulai kelihatan bahwa konsolidasi, sinergi antara sektor moneter, sektor fiskal, sektor industri/dunia usaha itu berada pada garis yang bersama-sama/bersinergi. Sering ketemu, sering mengadakan pertemuan, berbicara masalah neraca perdagangan, berbicara masalah neraca transaksi berjalan, bagaimana menyelesaikannya, bagaimana menurunkannya, semuanya dibicarakan.

Perlu juga saya sampaikan bahwa pemerintah, mungkin akhir tahun ini akan banyak sekali, awal tahun depan mungkin, infrastruktur yang akan selesai. Contoh Tol Jakarta-Surabaya akan sambung di akhir tahun ini, sambung. Saya sudah minta sebelum Natal mau saya resmikan, enggak tahu naik motor atau naik apa. Jakarta-Surabaya enggak tahu nanti dicoba berapa jam kalau naik mobil. Kemudian yang Merak-Banyuwangi sudah kita hitung 2019, mungkin pertengahan atau mundur sedikit, juga akan tersambungkan, Merak sampai Banyuwangi.

Kemudian yang Tol Trans Sumatra dari Lampung-Palembang, dari Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 148 kilometer saya akan resmikan nanti di akhir Desember tahun ini. Terus yang dari Bakauheni-Palembang, saya sudah cek di lapangan kemarin, saya tanya yang di lapangan, ke manajer proyeknya, “selesai kapan ini?” “Pak, kira-kira bulan Juni, Pak. Bulan Mei, bulan Juni.” Saya sampaikan, jangan Mei atau Juni, saya minta April. Kenapa April tahu kan? Saya minta yang dari Bakauheni-Palembang April selesai. Bukan untuk apa-apa, ini pikirannya pasti beda, supaya bisa kita pakai untuk Lebaran. Tapi juga termasuk itu, untuk pemilu itu juga. Sudah kita blak-blakan saja. Kalau memang selesai ya saya resmikan, kalau ndak ya harus mundur. Tapi kalau dikerjakan pagi siang malam katanya yang di lapangan, saya ini kan tiap hari, tiap minggu ke lapangan, “selesai Pak, selesai Pak.” Ya selesai kalau dikerjakan.

Kemudian Pelabuhan Besar Kuala Tanjung di Sumatra Utara, ini pelabuhan besar, saya juga akan resmikan di akhir tahun ini, selesai. Makassar New Port, ini pelabuhan besar juga, nanti di Januari akan selesai. Saya enggak tahu kok selesainya semuanya menjelang pemilu, enggak mengerti juga saya.

Yang sebetulnya kita kejar adalah runway ketiga di Soekarno-Hatta. Ini sudah lama  dan menjadi masalah besar. Karena kalau kita merasakan mau naik, pesawat mau naik, antri dulu 15 menit, 20 menit, 30 menit, untuk naik. Mau turun juga muter-muter dulu di atas, karena runway-nya kurang. Sebetulnya target yang saya berikan runway itu harus selesai akhir tahun ini, harus selesai, runway ketiga dan east cross taxiway di sebelah timur. Tapi enggak bisa selesai karena masalah runway ada masalah pembebasan lahan. Ya sudah enggak apa-apa agak mundur nanti pertengahan tahun depan.

Kenapa ini kita kejar? Karena memang banyak sekali keinginan untuk terbang ke Indonesia, keinginan untuk terbang ke Jakarta. Dari Qatar minta slot, dari Uni Emirat Arab minta slot, dari India banyak sekali minta slot, dari Tiongkok minta slot untuk terbang ke sini, dari Singapura minta tambahan banyak, dari India minta banyak, dari Thailand minta untuk ditambah. Tapi kita tidak bisa memberikan karena yang sekarang sudah sangat penuh, bukan penuh, sangat penuh. Inilah keterlambatan kita dalam membangun infrastruktur. Bukan hanya di Soekarno-Hatta, di Bali juga sama, penuh enggak ada slot lagi. Padahal juga banyak yang mau terbang ke sana. Inilah yang akan terus kita kejar.

Terus yang kedua, setelah infrastruktur-infrastruktur ini selesai apa sih yang mau kita lakukan? Setelah besar-besaran kita membangun infrastruktur apa yang mau kita kerjakan? Sudah sering saya sampaikan, kita akan masuk kepada pembangunan besar-besaran sumber daya manusia, penguatan sumber daya manusia. Karena kita tahu semuanya, Revolusi Industri 4.0, digital economy, sudah mulai masuk dan ini harus kita respons dengan cepat. Kita harus tanggap terhadap perubahan-perubahan global. Kita harus cepat mengantisipasi setiap perubahan-perubahan yang ada, karena Revolusi Industri 4.0 membawa disrupsi, perubahan yang radikal. Kita harus sadar ini, ada perubahan yang radikal, perubahan yang tidak terduga, memporak-porandakan standar-standar yang telah ada.

Pertanyaannya, dalam pembangunan SDM, pemimpin dan SDM apa yang ke depan ingin kita siapkan? Menurut saya, kita harus lakukan secara besar-besaran, bukan hanya 100-200, bukan hanya 1.000-2.000, bukan hanya 100.000-200.000. Kita ingin membangun besar-besaran seperti kita membangun infrastruktur yang telah kita kerjakan pada tahun-tahun kemarin.

Kembali lagi, kita butuh pemimpin-pemimpin, orang-orang seperti apa, agen-agen transformasi seperti apa? Baik itu di level desa, di level kabupaten dan kota, di level provinsi, dan di level nasional, di level manajerial di BUMN, di level manajerial di perusahaan-perusahaan swasta, seperti apa yang kita butuhkan? Menurut saya, kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang open mind, yang terbuka karena zamannya sekarang memang zaman terbuka.

Yang kedua, kita butuh pemimpin-pemimpin yang siap menghadapi ketidakterdugaan, karena perubahan dunia sekarang ini cepat sekali. Kita baru belajar internet of thing, muncul artificial intelligence,  muncul advanced robotic, muncul virtual reality  muncul bitcoin, muncul cryptocurrency. Kalau pemimpinnya terkaget-kaget, enggak cepat merespons, enggak cepat belajar mengenai perubahan-perubahan itu, ya kita ditinggal.

Kita juga butuh pemimpin yang bisa bereaksi cepat. Dan butuh pemimpin  yang goal oriented dan result oriented, bukan procedure oriented yang bertele-tele yang berbelit-belit, yang bertahun-tahun, berminggu-minggu, berbulan-bulan, mengurus urusan izin. Sudah enggak musimnya lagi sekarang seperti itu.

Dan yang paling penting, kita butuh pemimpin-pemimpin mulai dari level di bawah sampai di atas yang bisa berkolaborasi, bisa bekerja sama.

Dan kita harapkan dari training-training yang nanti akan kita lakukan secara besar-besaran, lahir para reformis, lahir para pemimpin-pemimpin. Di tingkat desa, di tingkat kabupaten dan kota, di tingkat provinsi, di tingkat nasional, di tingkat perusahaan swasta, BUMN, lahir para reformis pembawa perubahan-perubahan, bisa mengantisipasi adanya perubahan-perubahan, yang mau membuat sistem itu menjadi sederhana, yang mau membuat regulasi itu semakin sederhana.

Karena dalam perubahan-perubahan dunia yang sangat cepat seperti sekarang ini, kita butuh kebijakan yang bisa kita putuskan cepat. Bukan justru kita memproduksi regulasi yang sebanyak-banyaknya, kita memproduksi undang-undang sebanyak-banyaknya yang justru mempersulit kita sendiri dalam mengantisipasi setiap perubahan-perubahan yang ada.

Kalau Bapak-Ibu lihat sekarang ini sudah banyak yang namanya company almost without rule. Saya juga ingin government almost without rule. Jadi Pak Gubernur, Pak Bupati, Pak Wali Kota, Pak Menteri, jangan banyak-banyak memproduksi perda, jangan banyak-banyak memproduksi undang-undang yang menjerat kita sendiri, untuk tidak cepat, untuk tidak lincah, untuk tidak fleksibel, menghadapi perubahan-perubahan yang ada. Sedih saya kadang-kadang, ingin cepat tapi, “Pak, hati-hati, Pak undang-undangnya enggak boleh.” Gubernur ingin cepat, “Pak, hati-hati, Pak, perda-nya enggak boleh.” Lho ini semuanya enggak boleh bagaimana kita mau lari cepat?

Inilah problem yang kita hadapi. Tapi saya yakin dengan perubahan-perubahan yang ada, saya meyakini kita bisa merespons sangat cepat terhadap adanya perubahan-perubahan. Dan kembali lagi ingin saya sampaikan, bahwa ke depan bukan negara kuat yang akan mengalahkan negara yang lemah, bukan negara yang besar yang akan mengalahkan negara yang kecil. Tetapi negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lamban.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru