Pidato Presiden Jokowi saat Membuka Hari Pers Nasional 9 Februari 2016 di Mataram, Nusa Tenggara Barat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 9 Februari 2016
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 10.058 Kali

Bismilahirahmanirahim
Asalamualaikum warrahmatulahi wabarakatuh

Selamat pagi salam sejahtera bagi kita semua
Yang saya hormati Ketua umum  PWI,  Ketua Dewan Pers, Ketua Umum Serikat Pers, seluruh insan pers di seluruh tanah air, pemilik media yang hadir pada pagi hari ini,yang saya hormati para pemimpin lembaga negara para Menteri Kabinet Kerja, gubernur, para tokoh agama masyarakat, tamu undangan yang berbahagia.

Tadi Pak ketua PWI ternyata  masih mengungkit-ungkit masalah ketidakhadiran saya di hari pers nasional tahun yang lalu, padahal saya sudah minta maaf. Yang kedua, juga masih mengurus masalah sebelum Pilpres. Masalah jawaban saya yang selalu  saya sampaikan. “Ndak mikir, ndak mikir, ndak mikir,” waktu saya ditanya tentang reshuffle saya bilang, ” ndak mikir, ndak mikir, ndak mikir,”
kalau tanyanya sekarang,  jawabannya lain, ” Baru sedang mikir, kalau sekarang.

Bapak/Ibu hadirin yang berbahagia. Kita beruntung hidup di era kemerdekaan pers, era kebebasan pers,  Pers sebagai fungsi kontrol sosial,  dan setiap hari kita dibanjiri informasi, kita disuguhi opini, disuguhi data dan informasi yang beragam. Dan semua bisa melihat sendiri, Berapa mudahnya berita dan informasi. Kadang status di media sosial pun  juga bisa jadi berita. Informasi yang ada di tengah kita memang ada yang pahit, seperti  jamu. ada yang bisa menjadi vitamin yang menyehatkan. Tapi juga Bisa juga hanya sekedar informasi yang terkadang mengganggu kesehatan akal sehat kita.

Saya hanya berpikir, Bagaimana agar seluruh insan pers media bisa ikut menggerakkan, membangun optimisme publik, membangun etos kerja masyarakat. Ikut membangun produktivitas masyarakat. Bukan sebaliknya. Kadang-kadang kita sering, media kita justru mempengaruhi kita menjadi pesimis. Pesimisme.

Dan juga Banyak yang terjebak pada berita-berita yang sensasional. Apalagi kalau ditambah komentar pengamat-pengamat, makin ramai. Saya berikan contoh, saya ini hanya membaca, sebetulnya  tadi saya bawa layar. Tapi karena enggak jelas, saya baca saja.  Berita-berita seperti ini menurut saya yang sangat mengganggu masyarakat. Kalau saya, ndak ndak saya tidak pernah terganggu. Bayangkan ada berita indonesia diprediksi akan hancur bayangkan. Dan  ini bukan kali pertama berita seperti itu.

Ada berita lagi semua pesimis target pertumbuhan ekonomi tercapai.disitu memang ada  kata-kata pesimisnya. Jadi judulnya saja yang saya baca. Ada lagi judulnya pemerintah gagal, Aksi teror takkan abis, Sampai kiamatpun.

Kemudian ini judul-judul saja. kabut asap tak teratasi, Riau terancam merdeka. ada berita yang lebih seram lagi, Indonesia akan bangkrut. Hancur. Rupiah akan tembus 15.000, Jokowi-JK akan ambruk akan ambyar. Saya hanya baca saja loh ya.

Kalau judul-judul seperti ini diteruskan dalam era kompetisi seperti ini yang muncul pesimisme. Yang muncul adalah sebuah etos kerja yang tidak terbangun dengan baik. Yang muncul adalah hal-hal  yang tidak produktif. Bukan produktivitas. Padahal itu adalah hanya sebuah asumsi. Tapi akan sangat terpengaruhi. Karena kita tahu. moral, pembentuk karakter, pembentuk mentalitas, pembentuk moralitas, itu ada di media, Ada di pers. Akan banyak ada di situ.

Di TV misalnya, saya tidak melihat, saya hanya membayangkan. Setiap jam ada lagu-lagu nasional, lagu-lagu kebangsaan kita,  lagu indonesia raya yang terus dimunculkan. Satu jam lagi padamu negeri,  sejam lagi garuda pancasila. Alangkah sangat bagusnya. Sehingga anak-anak kita akan semuanya dari Sabang sampai Merauke akan hafal lagu-lagu nasional kita. Bukan bertumpu pada rating. Kita ini semua kan mengejar rating, ya itu kompetisi. Industri pers harus berkompetisi pada rating itu, ya. Tapi mestinya sebagian kecil dari waktu itu bisa diberikan kepada hal-hal yang tadi saya sampaikan.

Tapi Jangan di malam hari. Kalau sudah jam 12, jam 1 tuh baru muncul lagu itu. Bukan di prime time. Saya mintanya di prime time. Lalu berita-berita judul-judul seperti itu kita terus-teruskan, yang muncul adalah distrust, ketidakpercayaan.Padahal era kompetisi, era persaingan antar negara sekarang ini, yang kita butuhkan adalah membangun trust, membangun kepercayaan yang kita butuhkan. Orang negara lain harus modal, harus investasi, harus uang masuk. Itu Akan muncul, akan mengalir kalau ada trust enggak ada yang lain. Kalau enggak ada kepercayaan jangan berharap ada arus uang masuk, jangan berharap ada  investasi masuk. Jangan berharap ada arus modal masuk. Dan kepercayaan itu yang bisa membangun adalah media pers. Karena persepsi muncul, image itu muncul karena berita-berita yang kita bangun.

Saya juga melihat bahwa karena keinginan kecepatan memberitakan, terutama di online media,  Saya selalu membaca, terutama pas di mobil , pas di pesawat. Kepatuhan kepada  kode etik jurnalisme, kepada etika pemberitaan, sering dan banyak sekali diabaikan, karena inginnya cepat. Sehingga beritanya menjadi tidak akurat, beritanya menjadi  tak berimbang. Beritanya dicampuradukkan antara fakta dan opini. Dan kadang-kadang menghakimi seseorang, ini menurut saya berbahaya sekali.

Kalau dulu kita lihat, kalau zaman dulu tekanan kepada pers itu dari pemerintah. Tapi sekarang kan terbalik, Pers  yang justru  menekan-nekan  pemerintah. Dulu pasti ditekan. Pemerintah langsung yang keluar yang baik-baik. sekarang justru pers, justru media yang menekan pemerintah. Tetapu yang menekan pers siapa? Yang menekan media siapa? Menurut saya ya industri pers sendiri karena persaingan.

Ditekan dari  lingkungan sendiri. inilah saya kira hal-hal yang harus kita hindarkan bersama agar Dalam rangka kita membangun trust bisa kita lakukan. Seperti tadi,  membangun jalan bypass dari Kayangan sampai mana?  Ke Lembar. Itu namanya menekan itu. Pak Ketua PWI menekan supaya Pak Gubernur menekan, pasti dibangun oleh Pak Menteri PU. Saya pastikan dibangun itu. Karena yang menyampaikan Pak Ketua PWI. Ditekan dari Pak Ketua PWI. Nanti, Hari pers tahun berikut ada lagi yang seperti ini.

Hadirin sekalian yang saya hormati, demikian beberapa pesan dan harapan yang ingin saya sampaikan kepada seluruh insan pers di seluruh tanah air. Saya berharap  pers tetap dipercaya oleh  publik sebagai pilar tempat demokrasi kita dengan  menghadirkan informasi yang jujur, yang akurat, yang objektif, dan selalu memberikan tempat kepada suara, pikiran kepada gagasan dari masyarakat.

Selamat merayakan hari pers nasional.
Terimakasih.

Wassalamualaikum warrahmatulahi wabarakatuh.

(Humas Setkab)

Transkrip Pidato Terbaru