Presiden Jokowi Bentuk Tim Perunding Perjanjian Perdagangan Internasional

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 5 September 2017
Kategori: Berita
Dibaca: 26.811 Kali

BenderaDengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pemerintah memandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tim Perunding Perjanjian Perdagangan Internasional. Atas pertimbangan ini, pada 18 Agustus 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 82 Tahun 2017 tentang Tim Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional.

“Tim Perunding Perjanjian Perdagangan Internasional yang selanjutnya disebut Tim Perunding PPI adalah tim yang ditugaskan melakukan Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional untuk mencapai tujuan yang digariskan oleh Pemerintah Indonesia demi kepentingan  nasional,” bunyi Pasal 1 ayat (3) Perpres tersebut.

Menurut Perpres ini, untuk meningkatkan akses pasar serta melindungi dan mengamankan kepentingan nasional, Pemerintah dapat melakukan kerja sama perdagangan dengan negara lain dan/atau lembaga/organisasi internasional.

Kerja sama perdagangan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui Perjanjian Perdagangan Internasional, yang selain dilakukan dengan negara lain dan/atau lembaga/organisasi internasional, juga dapat dilakukan dengan subjek hukum internasional lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk keperluan Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, Pemerintah membentuk Tim Perunding PPI.

Tugas Tim Perunding PPI adalah: a. meningkatkan peran aktif Indonesia dalam setiap  Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional baik  dalam forum multilateral, regional, maupun bilateral berdasarkan kepentingan nasional; b. merumuskan dan menetapkan posisi runding dan strategi suatu Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional berdasarkan kepentingan nasional secara terpadu dan terkoordinasi sehingga secara maksimal mampu mengamankan rencana, program, dan pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya guna meningkatkan akses pasar internasional maupun pertumbuhan ekonomi nasional; dan c. memberikan arahan kepada kelompok perunding.

Keanggotaan

Perpres ini menegaskan, bahwa keanggotaan Tim Perunding PPI terdiri dari: a. Pengarah: Menteri Koordinator bidang Kemaritiman; b. Ketua: Menteri Perdagangan.

Adapun anggota Tim Perunding PPI adalah: 1. Menteri Luar Negeri; 2. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; 3. Menteri Keuangan; 4. Menteri Kesehatan; 5. Menteri Ketenagakerjaan; 6. Menteri Perindustrian; 7. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 8. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; 9. Menteri Perhubungan; 10. Menteri Komunikasi dan Informatika; 11. Menteri Pertanian; 12. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 13. Menteri Kelautan dan Perikanan; 14. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; 15.Menteri Pariwisata; 16. Menteri Sekretaris Negara; 17. Sekretaris Kabinet; 18. Kepala Badan Standardisasi Nasional; 19.Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; 20.Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan; dan 21. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia.

“Tim Perunding PPI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden,” bunyi Pasal 6 Perpres ini.

Ditegaskan dalam Perpres ini, bahwa  Ketua Tim Perunding PPI bertugas sebagai koordinator dan penanggung jawab Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional.

Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Tim Perunding PPI, menurut Perpres ini, ketua Tim Perunding PPI dapat membentuk kelompok perunding bagi suatu Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional. serta menetapkan tugas kelompok perunding tersebut.

Adapun susunan keanggotaan kelompok perunding sebagaimanadimaksud dapat disesuaikan dengan kebutuhan setiap perundingan. “Penambahan, pemberhentian, dan penggantian anggota kelompok perunding sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh ketua Tim Perunding PPI” bunyi Pasal 7 ayat (3) Perpres ini.

Apabila dipandang perlu, menurut Perpres ini, ketua Tim Perunding PPI dapat  mengangkat tim penasihat, yang bertugas memberikan saran dan pendapat kepada ketua Tim Perunding PPI terhadap kebijakan Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional sesuai dengan rencana, program, dan pelaksanaan pembangunan nasional.

“Tim penasihat sebagaimana dimaksud, dapat berasal dari akademisi, praktisi, asosiasi, dan/atau pelaku usaha,” bunyi Pasal 8 ayat (3) Perpres ini.

Apabila dipandang perlu, menurut Perpres ini, ketua Tim Perunding PPI dapat mengangkat tenaga ahli bagi suatu Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional, yang mempunyai tugas memberikan saran dan pendapat kepada ketua kelompok perunding. Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dapat berasal dari tim penasihat, akademisi, praktisi, asosiasi, pelaku usaha, dan/atau masyarakat madani sesuai kebutuhan.

Perpres ini menegaskan, biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Tim Perunding PPI dibebankan pada anggaran Kementerian Perdagangan. Adapun biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas kelompok perunding dibebankan pada anggaran masing-masing kementerian/lembaga pemerintah non kementerian terkait dan lembaga terkait lainnya.

Sedangkan segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas kelompok perunding, tim penasihat, dan tenaga ahli dari lembaga di luar Pemerintah dapat dibebankan pada anggaran Kementerian Perdagangan atau dibiayai oleh lembaga yang bersangkutan.

Ketua kelompok perunding, menurut Perpres ini, menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara tertulis kepada Menteri selaku ketua Tim Perunding PPI.Laporan sebagaimana dimaksud disampaikan pada setiap tahapan Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional.

Selanjutnya, Menteri selaku ketua Tim Perunding PPI menyampaikan laporan Perundingan Perjanjian Perdagangan Internasional kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 14 Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 22 Agustus 2017 itu. (JDIH Kemenkumham/ES)

Berita Terbaru