Presiden Jokowi Dorong Industri Lampu Listrik Jadi Tuan Rumah Di Negara Sendiri
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi skema padat karya yang diterapkan oleh industri lampu listrik nasional. Presiden berharap, industri ini menjadi tuan rumah di negara sendiri, tidak seperti saat ini dimana 80% pasar lampur listrik dikuasai oleh pasar impor.
“Presiden tadi katakan dengan skema padat karya yang diterapkan ini diharapkan industri lampu mampu menjadi tuan rumah di negaranya sendiri, kata Ketua Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (APERLINDO), John Manopo, seusai bersama jajaran pengurus organisasi yang dipimpinnya dan pengurus Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) diterima oleh Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (12/10) siang.
Menurut John, dari sekitar 300 juta kebutuhan lampu listrik nasional setiap tahunnya, 80% dipenuhi dengan produk impor, sementara lampu listrik produk lokal hanya mampu menguasai 20% pangsa pasar. Padahal, lanjut John, industri lampu merupakan industri padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Mengenai tingginya penguasaan pangsa pasar lampu oleh produk impor itu, John tidak memungkiri jika salah satu alasannya adalah karena pengenaan beas masuk impor lampu yang hanya 0%. Sementara produk lokal harus menanggung bea masuk komponen impor sebesar 5%. Nah jadi buat apa membuat lampu di dalam negeri jika untuk membuat biayanya lebih mahal, ungkapnya.
Ketua APERLINDO itu mengingatkan, bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, seluruh instansi pemerintah harus menggunakan produk dalam negeri. Ia meminta agar hal ini dimaksimalkan untuk meningkatkan pertumbuhan industri lampu dalam negeri.
APERLINDO juga berharap, program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW) akan memberikan dampak positif bagi industri lampu listrik dalam negeri.
Penurunan Bea Masuk
Mengenai pertemuannya dengan Presiden Jokowi, John Manopo mengemukakan, baik APERLINDO maupun APPI dalam kesempatan itu mendiskusikan kelanjutan dari paket ekonomi yang dikeluarkan oleh penerintah.
Menurut John, APERLINDO berharap selain memaksimalkan implementasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, pemerintah juga melakukan peninjauan kembali atas pengenaan bea masuk lampu impor sebesar 0%. Selain itu, APERLINDO juga meminta agar pemerintah melakukan inspeksi atau pengecekan terhadap barang impor sebelum masuk ke dalam negeri.
“Jadi pemerintah juga melakukan oengecekan terhadap lampu tersebut, betul tidak komponennya, sudah SNI tidak, harganya dan lain- lain dari negara asalnya,” pinta John.
Mengenai kemungkinan menarik investor asing ke dalam negeri, menurut John, sudah ada ketertarikan investor dari Taiwan, Korea, dan Jepang melirik pasar di Indonesia. Ia berharap adalah kemudahan dalam masalah perizinan, sehingga industri ini bisa terus berkembang.
Industri kelistrikan Indonesia
Sementara Ketua APPI Rijanto Mashan mengemukakan, untuk memenuhi produksi alat kelistrikan lainnya banyak memiliki kendala terutama di industri hulu. Hal ini karena industri kelistrikan membutuhkan industri lain yang menunjang atau tidak bisa memenuhi kebutuhan sumber daya alamnya sendiri.
Indonesia memiliki pabrik baja, namun kebanyakan pabrik tersebut hanya memenuhi kebutuhan konstruksi bukan untuk industri. Kemudian juga untuk produksi trafo, kita ada pabrik kawat namun pabrik tersebut baru bisa memenuhi sebagian kebutuhan saja. Kemudian Pertamina, produksi trafo itu harus memilki pendingin yang bahan bakarnya dengan minyak, nah minyak sendiri kita masih impor, karenanya kita butuh keberpihakan dari pemerintah dakam hal ini,” jelas Rijanto.
APPI, lanjut Rijanto, sangat mengharapkan lebih dilibatkan dalam perencanaankebijakan ekonomi pemerintah, tidak hanya diberikan paket-paket ekonomi. Selain itu, APPI meminta pemerintah lebih meningkatkan pengawasannya terhadap komponen kelistrikan import.
Rijanto menjelaskan, dengan potensi yang besar, saat ini memang produsen dalam negeri mampu menguasai pasar kelistrikan lokal. Namun banyak sumber daya yang masih impor menjadikan produksi dalam negeri tidak efisien. dan masih under capacity. Dengan kata lain, pabrik lokal hanya bisa menyerap sebagian dari kebutuhan pasar, sisanya masih dipenuhi dari impor.
Dengan kemampuan 100% memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pertumbuhan 8-10% peralatan listrik, menurut Rijanto, 83 pabrik yang terdaftar di APPI hanya mampu menyerap lima juta dari sepuluh juta permintaan. Dengan demikian, masih under capacity.
Jadi kami mengharapkan pemerintah mau memberikan dukungannya untuk membangun industri kelistrikan dalam negeri,” pungkas Rijanto. (FID/SLN/OJI/ES)