Presiden Jokowi: Food Estate Program Kolaborasi untuk Antisipasi Krisis Pangan
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pembangunan lumbung pangan atau food estate adalah upaya pemerintah dalam mengantisipasi krisis pangan.
Hal itu ditegaskan Presiden usai menghadiri Peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun MPR RI ke-78, di Gedung Nusantara IV MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Jumat (18/08/2023) siang.
“Kita itu membangun food estate (lumbung pangan) itu untuk dalam rangka mengantisipasi krisis pangan. Hati-hati, semua kawasan, semua negara sekarang ini menghadapi yang namanya krisis pangan. Wheat (gandum) problem di semua negara, yang makan gandum semuanya ini masalah sekarang ini, problem, harga juga naik drastis,” ujar Presiden.
Presiden mengungkapkan, pembangunan food estate ini merupakan kolaborasi sejumlah kementerian, mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Pertanian, hingga Kementerian Pertahanan. Menurut Presiden, kolaborasi tersebut juga merupakan satu proses yang tidak dapat terpisahkan.
“Yang kerja itu beberapa kementerian, ada kementerian teknisnya Kementerian Pertanian. Ada membuat land clearing, irigasi, itu ada di Kementerian PU. Ada yang berkaitan dengan cadangan strategis bisa juga di [Kementerian] Pertahanan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Presiden juga menekankan bahwa pengembangan food estate di sejumlah wilayah di tanah air bukan pekerjaan mudah. Angka keberhasilan panen pada tanaman, tambah Presiden, akan meningkat dan mulai normal pada tanaman keenam atau ketujuh.
“Tanaman pertama biasanya gagal, menanam kedua masih paling-paling bisa berhasil 25 persen, ketiga baru biasanya, ketujuh, keenam, ketujuh itu biasanya baru pada kondisi normal. Jadi tidak semudah yang kita bayangkan,” kata Presiden.
Lebih lanjut, Presiden menyampaikan bahwa berbagai permasalahan pada program ini dapat terus terjadi. Untuk itu, pemerintah akan melakukan evaluasi dan perbaikan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.
“Jadi semuanya akan diperbaiki dan semuanya harus dievaluasi, harus dikoreksi, harus diulang. Kalau kita enggak berani, baru gagal pertama sudah mundur, sampai kapan pun, lupakan,” tandasnya. (TGH/UN)