Presiden Jokowi Pertimbangkan Usulan Penerbitan SP3 Kasus Bambang Widjojanto
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mempertimbangkaan usulan agar pemerintah melalui Kejaksaan Agung menerbitkannya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus yang menimpa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Bambang Widjojanto.
“Masukan yang baik, nanti saya pertimbangkan,” kata Presiden Jokowi di sela-sela panen raya di desa Sonorerjo, Kabupaten Sukoharjo, Jateng, Sabtu (3/10).
Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Jokowi menanggapi usulan yang disampaikan puluhan akademisi bidang hukum dan nonhukum yang menyimpulkan tidak ada cukup alasan secara hukum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Bambang Widjojanto hingga ke pengadilan.
Para akademisi meyakini banyak pelanggaran atas hukum acara dan peraturan perundangan dalam proses penetapan tersangka dan penanganan perkara komisioner KPK nonaktif Bambang Widjojanto itu.
Akademisi lintas kampus akan menyampaikan pendapat akademik itu kepada Presiden Jokowi. Langkah itu ditempuh setelah polisi melimpahkan perkara BW ke penuntut umum.
Pengajar Indonesia Jentera School of Law (IJSL) Bivitri Susanti menjelaskan pendapat akademik itu merupakan langkah moral para akademisi setelah melihat kejanggalam-kejanggalan dalam proses penegakan hukum, khususnya kasus Bambang Widjojanto.
Bivitri menilai, setelah polisi melimpahkan perkara itu ke kejaksaan, bola panas kasus BW (Bambang Widjojanto) kini ada di tangan Presiden Jokowi. Jaksa Agung adalah bagian dari eksekutif dan berada di bawah Presiden, kata Bivitri.
Hingga Jumat (2/10) pagi, menurut Bivitri, sudah lebih dari 70 orang menandatangani surat pendapat akademik yang akan disampaikan kepada Presiden Jokowi.
Sebagaimana diketahui Bambang Widjojanto pada 23 Januari 2015 ditangkap Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri) terkait kasus dugaan keterangan palsu soal penanganan sengketa pemilihan umum kepala daerah (pilkada) Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010.
Dalam kasus tersebut, Bambang diancam Pasal 242 juncto pasal 55 KUHP. (WID/ANT/ES)