Presiden Jokowi Serukan Narasi Moderasi, Perdamaian, dan Toleransi di KTT AS-ASEAN

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 17 Februari 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 22.953 Kali
Presiden Jokowi pimpin diskusi kontra terorisme di KTT AS-ASEAN, California, Amerika Serikat. (Foto/BPMI/Laily)

Presiden Jokowi pimpin diskusi kontra terorisme di KTT AS-ASEAN, di Sunnylands, California, Amerika Serikat. (Foto:BPMI/Laily)

Dalam sesi diskusi kontraterorisme, pada Retreat II ASEAN-US Summit (16/2) di Sunnylands, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan apresiasi atas simpati dan perhatian Amerika Serikat dan negara-negara anggota ASEAN terhadap teror yang terjadi di Jakarta, pada tanggal 14 Januari 2016 lalu.

“Saya juga bangga kepada aparat keamanan Indonesia. Dalam waktu relatif singkat, situasi sudah terkontrol dan Jakarta kembali normal. Namun kita tetap waspada terhadap ancaman teror,” ujar Presiden.
Terkait peristiwa peledakan tersebutPresiden Jokowi mengingatkan pentingnya kerjasama dalam mempromosikan toleransi, memberantas terorisme dan ekstremisme, serta mengatasi akar masalah dan menciptakan suasana kondusif terhadap terorisme.

Menurut Presiden, untuk mengatasi ekstremisme, dibutuhkan kombinasi penggunaan hard power dan soft power.

Terkait pendekatan hard power, Indonesia tengah mengkaji ulang Undang-Undang Terorisme untuk penguatan payung hukum dalam menghadapi terorisme.

“Penguatan legislasi ini, tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan penghormatan terhadap hak asasi manusia,” tutur Presiden.

Selanjutnya, pendekatan soft power juga diperkuat dengan melakukan pendekatan agama dan kebudayaan, melibatkan masyarakat, organisasi masyarakat dan keagamaan. Diversifikasi pendekatan deradikalisasi dan kontra radikalisasi juga dilakukan melalui program rehabilitasi narapidana teroris serta program penerimaan kembali di masyarakat.

Sedangkan untuk Foreign Terorist Fighters (FTF), Presiden Jokowi mengemukakan bahwa hampir semua negara menghadapi masalah yang sama, dimana ada warga negaranya yang bergabung dengan FTF. Di Suriah terdapat 329 WNI, jumlah ini relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 252 juta.

Hal itu dikarenakan Indonesia tidak memiliki pemerintah yang represif, tidak dalam pendudukan, serta kondisi politik yang relatif stabil.

“Dapat ditarik pelajaran bahwa untuk memerangi terorisme dan mengurangi FTF diperlukan kestabilan politik, pemerintah yang demokratis, serta tidak dalam pendudukan asing,” ujar Presiden Jokowi.

Kepada para peserta KTT AS-ASEAN, Presiden Jokowi menyarankan untuk memanfaatkan media sosial dalam menghadapi ekstremis dan teroris. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa penyebaran paham ekstremis dan ajakan bergabung dengan FTF banyak dilakukan melalui media sosial.

“Saya mengajak agar Yang Mulia berkenan bergabung dengan saya untuk memperbanyak narasi melalui media sosial mengenai moderasi, toleransi, dan perdamaian,” ajak Presiden Jokowi kepada para pemimpin negara peserta KTT AS-ASEAN. (TKP/SLN/UN/EN)

Berita Terbaru