Presiden Jokowi Tandatangani Perpres Pengiriman Misi Pemeliharaan Perdamaian

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 24 Agustus 2015
Kategori: Berita
Dibaca: 22.535 Kali

Pasukan DamaiDengan pertimbangan untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, Pemerintah Republik Indonesia memandang perlu berperan serta dalam misi pemeliharaan perdamaian yang merupakan bagian dari politik.

Untuk meningkatkan partisipasi pemerintah dalam misi memelihara perdamaian itulah, Presiden Joko Widodo pada tanggal 3 Juli 2015 lalu, telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2015 tentang Pengiriman Misi Pemeliharaan Perdamaian.

Dalam Perpres ini ditegaskan, pengiriman misi pemeliharaan perdamaian dilaksanakan oleh Pemerintah Republik Indonesia atas permintaan: a. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi Dewan Keamanan; b. Organisasi internasional; dan/atau c. Organisasi regional.

“Pengiriman misi pemeliharaan perdamaian dilaksanakan sesuai dengan kualifikasi dan standar PBB, organisasi internasional, atau organisasi regional,” bunyi Pasal 3 Perpres tersebut.

Pengiriman personel yang tergabung dalam pasukan pada suatu misi pemeliharaan perdamaian, menurut Perpres ini, dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian dan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat, dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Adapun pengiriman personel secara perorangan pada suatu misi pemeliharaan perdamaian, termasuk untuk menduduki posisi staf, pakar militer, pejabat, polisi perorangan, penasehat polisi, dan pakar sipil, menurut Perpres ini, dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi Tim Koordinasi Misi Pemeliharaan Perdamaian, dan merupakan keputusan lembaga atau pimpinan lembaga terkait.

Dalam Perpres ini ditegaskan, pengiriman misi pemeliharaan perdamaian dilaksanakan dengan memperhatikan: a. Kepentingan nasional; b. Pertimbangan politis; c. Prinsip dasar operasi pemeliharaan perdamaian PBB, yang meliputi persetujuan para pihak yang bertikai, ketidakberpihakan, dan tanpa penggunaan kekuatan bersenjatan kecuali untuk membela diri dan untuk mempertahankan mandat; d. Keamanan dan keselamatan personel; dan Ketersediaan dukungan personel, materiil, peralatan dan pendanaan.

Menurut Perpres No. 86 Tahun 2015 itu, Pemerintah Republik Indonesia dapat menarik personel dari misi pemeliharaan perdamaian dalam hal: a. Terjadi pengubahan mandat dari PBB, organisasi internasional, atau organisasi regional yang bertentangan dengan ketentuan; b. Terjadi perubahan situasi politik dan keamanan di daerah misi; atau c. Adanya kebutuhan di dalam negeri.

“Penarikan personel sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan dilaksanakan oleh menteri atau pimpinan lembaga terkait,” bunyi Pasal 7 ayat (2) Perpres tersebut. Sementara penarikan personel yang merupakan personel perorangan ditetapkan dan dilaksanakan oleh menteri atau pimpinan lembaga terkait.

Perpres ini juga menegaskan, pendanaan yang diperlukan untuk misi pemeliharaan perdamaian dibebankan pada: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); dan b. PBB.

Pendanaan dari APBN dibebankan pada bagian anggaran kementerian atau lembaga terkait untuk membiayai: a. Penyiapan personel; b. Pengadaan dan/atau pembelian peralatan dan perlengkapan personel; c. Peningkatan kapasitas dan peningkatan spesifikasi teknis peralatan perlengkapan personel; dan d. Penarikan personel dari misi pemeliharaan perdamaian PBB.

Sedangkan pendanaan yang dibebankan PBB dilakukan untuk membiayai: a. Pengiriman personel dan peralatan; b. Operasioal; c. Perawatan personel; d. Pemeliharaan peralatan; e. Pemulangan personel dan peralatan; dan f. Penambahan atau penguatan personel dan peralatan pada misi yang sedang berjalan.

“Dalam hal pendanaan yang dibebankan pada PBB belum tersedia, dapat dipenuhi dahulu dari APBN, yang harus dikembalikan dengan disetorkan ke kas negara paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pembayaran dilakukan oleh PBB pada akhir misi perdamaian,” bunyi Pasal 10 ayat (2,3) Perpres tersebut.

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 24 Juli 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly. (Pusdatin/ES)

 

Berita Terbaru