Presiden Lantik Tito Karnavian Jadi Kepala BNPT, dan Laksda Ari Soedewo Jadi Kepala Bakamla

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 16 Maret 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 24.933 Kali
Irjen Tito Karnavian dan Laksda Arie Soedewo masing-masing diambil sumpahnya oleh Presiden Jokowi sebagai Kepala BNPT dan Bakamla, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/3) pagi

Irjen Pol Tito Karnavian dan Laksda Arie Soedewo diambil sumpahnya oleh Presiden Jokowi masing-masing sebagai Kepala BNPT dan Kepala Bakamla, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/3) pagi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil sumpah jabatan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang baru Irjen Polisi Tito Karnavian, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/3) pagi. Bersamaan dengan Kepala BNPT, Presiden Jokowi juga mengambil sumpah Laksamana Muda (Laksda) TNI Arie Soedewo sebagai Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Irjen Polisi Tito Karnavian yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya ditetapkan sebagai Kepala BNPT berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 38/TPA Tahun 2016 untuk menggantikan Komjen Polisi Saud Usman Nasution yang telah memasuki masa pensiun. Sedangkan Laksamana Muda TNI Arie Soedewo diambil sumpahnya sebagai Kepala Bakamla berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 39/TPA Tahun 2016, menggantikan Laksamana Madya Desi Albert Mamahit.

Senang
Seusai diambil sumpahnya sebagai Kepala BNPT, Tito Karnavian yang telah menangani terorisme sejak tahun 1999 merasa optimis menjalankan tugasnya. “Saya sangat senang kembali ke habitat saya dalam penanggulangan terorisme. Seperti kembali ke rumah sendiri,” ujarnya kepada wartawan.

Tito menjelaskan bahwa dalam penanggulangan terorisme ada tiga tahapan, yaitu pencegahan, penegakan hukum atau penindakan, dan yang terakhir rehabilitasi paska penangkapan atau paska penegakan hukum.

Ia menilai, domain utama BNPT adalah pada pencegahan dan rehabilitasi. Ini dilakukan dengan melibatkan semua pihak, sehingga perlu ada koordinasi karena tidak bisa satu instansi, bahkan tidak cukup dengan pemerintah, harus juga dengan lembaga non-pemerintah termasuk civil society.

“Itulah tugas saya nanti. Konsep saya punya, sudah,” kata Tito yang mengakui bahwa kunci utamanya adalah bagaimana bisa meyakinkan semua stakeholder untuk duduk bersama membuat program-program yang lebih konseptual dan sistematis.

Sementara untuk tahap penegakan hukum, core bisnis utamanya adalah dari teman-teman yang ada di bidang penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain. Dan harus didukung oleh intelijen, bagaimana mensinkronkan komunitas intelijen, mulai dari BIN, BAIS, Kepolisisan, dan lain-lain, untuk bersama-sama sehingga analisisnya akan lebih tajam dan lebih akurat.

Tito mengakui bahwa proses rehabilitasi kita sekarang ini kurang bagus. Ia memberi contoh ketika masih menangani operasi kamp militer di Jantho, Aceh, tokoh-tokohnya semua merencanakan di dalam LP Cipinang saat itu.

“Ada Abu Bakar Ba’asyir, Aman Abdurrahman, Iwan Darmawan (Rois), semua ada di situ, Dulmatin pun datang ke situ. Kasus bom Thamrin juga temuan dari teman-teman di Densus, justru direncanakannya di Nusa Kambangan,” kata Tito seraya mengingatkan pentingnya penanganan rehabilitasi paska penegakan hukum.

Selama di penjara, Kepala BNPT melanjutkan, harus ada kegiatan-kegiatan tertentu, termasuk bagaimana melakukan treatment kepada mereka agar mereka tidak melakukan aksinya lagi, atau mereka tidak mempengaruhi, atau setelah dilepas mereka tidak kembali kepada jaringannya. Itu yang paling utama.

Tito juga menambahkan bahwa dalam proses rehabilitasi, harus bisa memahami motifnya, memahami peran dia dalam jaringan. Karena dalam jaringan ini ada yang namanya layer system. Hard core (kelompok inti) itu sangat radikal. Kemudian ada kelompok operatif, kurang radikal. Kelompok pendukung (suporter), kurang radikal lagi. Yang paling luar namanya simpatisan.

“Kita harus bedakan treatment antara satu lapisan ke lapisan lainnya, jangan dijadikan satu,” pungkasnya.

Tito lulusan terbaik Akademi Kepolisian 1987, dan pernah mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa saat menangkap Dr Azhari, di Batu, Malang, Jawa Timur, tahun 2005 silam.
Adapun Arie sejak 18 Agustus 2015 menjabat sebagai Asops Kasal menggantikan Laksda TNI Arie Henrycus Sembiring. Arie merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1983. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Koorsahli Kasal.

Pelantikan Kepala BNPT dan Kepala Bakamla itu dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara dan seumlah menteri Kabinet Kerja, di antaranya Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPR Ade Komarudin, Ketua DPD Irman Gusman, Menko Polhukam Luhut B. Pandjaitan, Menlu Retno Marsudi, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. (DND/RAH/ES)

 

 

 

Berita Terbaru