Presiden: Sekarang Momentum Rumuskan Standar Pendidikan Dasar dan Menengah

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 April 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.819 Kali

Seskab saat mendengarkan arahan Presiden pengantar pada Rapat Terbatas melalui konferensi Video dari Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta, Jumat (3/4).
(Foto: Humas/Ibrahim)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa dengan adanya pembatalan ujian nasional tahun 2020 serta peringkat Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) bisa menjadi sebuah momentum untuk merumuskan ulang sistem evaluasi, standar dasar pendidikan dan menengah secara nasional.


”Apakah dalam pengendalian mutu pendidikan secara nasional hanya menggunakan UN atau kita juga bisa menggunakan standar yang dipakai secara internasional seperti PISA,” ujar Presiden Jokowi saat memberikan pengantar pada Rapat Terbatas melalui konferensi Video dari Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta, Jumat (3/4).

Indonesia, menurut Presiden, telah ikut dalam survei PISA selama 7 putaran sejak tahun 2000 hingga 2018 dan survei PISA menunjukkan bahwa sistem pendidikan Indonesia telah berubah menjadi lebih inklusif, terbuka, dan meluas aksesnya selama 18 tahun terakhir.

”Namun, laporan yang saya terima skor rata-rata PISA tahun 2018 menurun di 3 bidang kompetensi dengan penurunan terbesar di bidang membaca. Kemampuan membaca siswa Indonesia dengan skor 371 berada di posisi 74, kemampuan matematika skornya 379 berada di posisi 73, dan kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi 71,” imbuh Presiden.

Berdasarkan temuan survei PISA, Presiden sampaikan juga bisa diketahui ada tiga permasalahan utama yang harus diatasi, sebagai berikut.

Pertama, besarnya persentase siswa berprestasi rendah, meskipun Indonesia berhasil meningkatkan akses anak usia 15 tahun terhadap sistem sekolah, tapi masih diperlukan upaya lebih besar terhadap target siswa berprestasi rendah ditekan hingga berada di kisaran 15% sampai 20% di 2030.

Kedua, adalah tingginya persentase siswa mengulang kelas, yaitu 16%.

”Angka ini 5% lebih tinggi dibandingkan rata-rata di negara-negara OECD,” imbuhnya.

Ketiga, adalah tingginya ketidakhadiran siswa di kelas.

Karena itu, Presiden sampaikan bahwa mengacu pada hasil survei PISA diperlukan langkah-langkah perbaikan yang menyeluruh baik aspek peraturan, regulasi, masalah anggaran, masalah infrastruktur, masalah manajemen sekolah, masalah kualitas guru, dan beban administratif guru.

”Ini yang berkali-kali saya tekankan mengenai ini, beban administratif guru. Jadi guru tidak fokus kepada kegiatan belajar mengajar tetapi lebih banyak dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan administrasi,” Presiden menegaskan seraya meminta untuk digarisbawahi.

Pada kesempatan itu, Presiden juga meminta perbaikan dalam proses belajar terutama dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, serta perbaikan lingkungan belajar siswa termasuk motivasi belajar, menekan tindakan perundungan di sekolah.

”Dan hasil survei PISA dan juga evaluasi UN juga menyebutkan tentang hubungan yang kuat antara kondisi sosial ekonomi siswa dengan capaian hasil UN atau skor nilai PISA,” pungkas Presiden. (FID/EN)

Berita Terbaru