Presidential Lecture Presiden Joko Widodo mengenai Internalisasi dan Pembumian Pancasila, 3 Desember 2019, di Istana Negara, Provinsi DKI Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 Desember 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 1.101 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,

Namo Buddhaya,

Salam kebajikan.

Yang saya hormati Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia,
Yang saya hormati Presiden Ke-5 Republik Indonesia Ibu Hj. Megawati Soekarnoputri,
Yang saya hormati para Menko, para Menteri, serta seluruh jajaran BPIP,
Bapak-Ibu sekalian seluruh Kepala Lembaga yang hadir, Panglima TNI, Kapolri, Ka-BIN, Jaksa Agung,
Bapak-Ibu yang yang berbahagia.

Dalam setiap kepemimpinan apapun, baik itu di lembaga, baik itu di kementerian, di negara manapun, yang namanya ideologi itu harusnya dipegang oleh pemimpin-pemimpin yang ada di lembaga-lembaga itu. Begitu juga kita, mestinya di setiap kementerian, mestinya di setiap lembaga, mestinya di jajaran TNI, jajaran Polri, Jaksa Agung, BIN semuanya sama. Kepemimpinan harus memegang yang namanya ideologi, tanpa juga harus kita sampaikan, tetapi rasa memiliki ideologi itu kelihatan.

Tidak mungkin negara sebesar kita Indonesia ini bisa kokoh bersatu seperti ini kalau ideologinya berbeda-beda. Mau ke mana kita? Kita ngajak ke utara, ada yang ke selatan, ada yang ke barat, ada yang ke timur. Mau ke mana kita kalau seperti itu? Inilah, sekali lagi, pentingnya ideologi.

Oleh sebab itu, saya mengajak, saya meminta agar setiap produk-produk kebijakan, produk-produk regulasi, produk-produk perundangan, rasa ideologi itu harus nampak. Ideologi Pancasila itu harus nampak di situ. Sekali lagi, setiap produk kebijakan, produk regulasi, produk undang-undang, rasa ideologi Pancasila itu harus ada. Kalau tidak, sekali lagi, enggak tahu mau ke mana kita.

Saya berikan contoh, urusan yang misalnya berkaitan dengan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, PKH. Itu ada ideologinya? Tanyanya ke saya saja, ada. Ada. Lihat lebih dalam lagi ada apa di situ. Kemanusiaan, peri kemanusiaan, ada di situ. BBM satu harga, ada ideologinya di situ? Saya jawab, ada, saya pastikan ada. Keadilan sosial ada di situ. Infrastruktur, jangan dilihat tidak ada ideologinya. Orang hanya melihat fisiknya atau orang hanya melihat urusan ekonominya. Tidak, ini adalah mempersatukan. Di situ ada persatuannya.

Jadi harus dinampakkan seperti itu. Jangan urusan nanti remeh-temeh, ndak, ndak seperti itu. Coba lebih dalami lagi, akan muncul ideologi-ideologi, yang setiap program Bapak-Ibu sekalian luncurkan ada rasa ideologi Pancasilanya. Tapi yang harus kita lihat sekarang ini bagaimana membumikannya. Ini yang jauh lebih penting.

Kita harus melihat, semua kementerian/lembaga harus melihat, harus jelas target utamanya itu siapa. Kita ini membawa negara sebesar ini, 267 juta, ya mestinya target ke depannya yang ingin kita transfer nilai-nilai ini, siapa. Kita melihat struktur demografi kita, siapa. Ya, anak-anak muda kita. Yang mau kita kejar ini. Karena ke depan, 129 juta anak-anak muda, itu hampir 48 persen, kalau ini tidak mengerti masalah ideologi, enggak mengerti masalah Pancasila, berbahaya negara ini.

Kenapa kalau saya pas ngasih Kartu Indonesia Pintar atau ngumpulin usaha-usaha mikro saya suruh, “maju-maju sini, Pancasila”. Itu hanya awal saja, terusan dari itu mestinya ada. Sekali lagi, target utama kita jelas, anak-anak muda kita. Yang kalau dihitung tadi sudah saya sampaikan 129 juta.

Kita harus mengerti, kita harus paham media komunikasi yang mereka gunakan itu apa. Semua harus ngerti ini. Juga harus ngerti kegiatan mereka apa, konten yang mereka sukai apa. Kegiatan yang mereka sukai apa, konten yang mereka sukai apa, harus teridentifikasi betul.

Coba lihat lebih dalam lagi, tokoh yang mereka ikuti siapa atau influencer yang mereka ikuti siapa. Hati-hati di sini. Ini zaman sudah berubah. Hati-hati. Oleh sebab itu, BPIP juga harus melihat secara detail ini. Agar apa? Penyebarannya lebih cepat lagi, lebih kuat lagi.

Saya melihat secara detail. Mereka memang sekolah, iya, kuliah, iya, bekerja, iya. Anak-anak muda ini sekolah, iya, kuliah, iya, bekerja, iya. Tapi ingat, kita harus ingat yang memengaruhi mereka bukan hanya guru, bukan. Sekarang ini bukan hanya dosennya, bukan. Bukan, kalau yang sudah bekerja bukan bosnya, bukan. Bukan hanya bosnya, bukan. Hati-hati. Sekali lagi, agar kita ini memasifkan, membumikan ini secara cepat.

Tetapi mereka menyerap nilai-nilai ini, nilai-nilai informasi, menyerap informasi, menyerap pengetahuan, menyerap nilai-nilai. Hati-hati, sekali lagi tolong ini digarisbawahi, mereka ini menyerap informasi, menyerap pengetahuan, menyerap nilai-nilai itu dari banyak media. Saya lebih detailkan lagi, coba lihat: satu, layanan chatting: WA, Telegram, Line, KakaoTalks. Hati-hati, lewat ini penyebaran dimulai. Yang kedua, layanan video: TV, YouTube, Netflix, Iflix, Hoox. Ini yang harus kita gunakan kalau kita ingin cepat dan tidak kedahuluan oleh ideologi yang lain. Juga media sosial, hati-hati: Instagram, Facebook, Twitter, Snapchat. Hati-hati, banyak lewat barang-barang ini. Sekali main bisa tiga juta, sekali main kalau pas bisa dua juta, kalau pas viral. Hati-hati.

Ideologi Pancasila pun sekarang ini memang harus kita sebarkan, kita banjiri narasi-narasi besarnya lewat barang-barang ini. Kalau kita tidak, akan kedahuluan oleh ideologi lain yang menggunakan barang-barang yang tadi saya sebut. Hati-hati.

Oleh sebab itu, semua kementerian harus ngerti media apa yang harus kita pakai. BPIP juga sama, media apa yang harus kita pakai sehingga dalam menjangkau 129 juta itu betul-betul tembakan langsung kena, fokusnya ke siapa targetnya juga langsung kena. Banjiri narasi-narasi mengenai ideologi Pancasila lewat ini, saya ulangi.

Yang keempat, kita juga harus ingat apa yang mereka sukai. Jangan kleru jalur, kleru jalan, hati-hati. Mereka suka lewat mana, kita harus ngerti apa yang mereka sukai. Ini ilmiah, ini dari data-data survei. Yang pertama, yang mereka sukai olahraga. Jadi kalau ingin kita membumikan ideologi Pancasila gunakan yang namanya olahraga. Ini anak-anak muda suka di sini. Yang kedua, musik. Enggak apa-apa kita nebeng Didi Kempot, enggak apa-apa. Titip sama ‘sad boys sama ‘sad girls’, enggak apa-apa. Jadi ‘sahabat ambyar’, enggak apa-apa. Titipkan satu lirik di ‘Pamer Bojo’, enggak apa-apa. Ini media-media memang disukai anak-anak kita, anak- anak muda kita. Musik itu nomor dua, hati-hati, setelah olahraga. Yang ketiga, film. Gunakan ini, tiga ini media yang paling disukai oleh anak-anak muda kita: olahraga, musik, film.

Oleh sebab itu, kita harus tahu, terus berarti kita harus kerja sama dengan siapa kementerian-kementerian ini? Kementerian-kementerian harus bekerjasama dengan siapa? BPIP harus mengajak siapa? Jelas kalau yang disukai ini jelas, berarti jelas siapa yang harus kita ajak.

Content creator ini penting sekali sekarang ini, sangat penting sekali. Youtubers, selebgram, vlogger, selebtwit, hati-hati, ini paling cepat lewat mereka-mereka ini. Media-media inilah yang akan mempercepat dalam kita membumikan Pancasila.

Saya tahu nanti kementerian-kementerian akan mendapatkan sebuah trigger apabila nanti Ibu Megawati Soekarnoputri datang ke kementerian maupun lembaga untuk menyampaikan mengenai titik beratnya ada di mana-di mana. Tetapi sekali lagi, apa yang saya sampaikan tadi adalah sebuah percepatan dalam rangka kita semuanya membumikan Pancasila.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kedatangan Ketua Dewan Pengarah beserta seluruh jajaran pengurus BPIP. Semoga tadi di depan yang saya sampaikan bahwa di setiap kementerian/lembaga rasa mengenai ideologi Pancasila nanti betul-betul bisa terasa betul dalam kehidupan sehari-hari kita.

Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru