Prof. Dr. Arif Hidayat Secara Aklamasi Didaulat Pimpin Mahkamah Konstitusi 2015-2017
Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arif Hidayat terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI masa jabatan 2015-2017. Arif Hidayat yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua MK mengumumkan sendiri pemilihan dirinya secara aklamasi oleh 9 hakim MK lainnya, di ruang sidang MK jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (12/1).
“Setelah melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat pada pukul 10.00, telah terpilih Prof. DR. Arif Hidayat untuk mengemban tugas sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi menggantikan yang mulia Prof Hamdan Zoelvan” kata Arif.
Arif yang meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Diponegoro pada tahun 2006, dan sampai saat ini pun dia masih menjadi staf pengajar Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, akan mengemban tugas sebagai Ketua MK selama 2,5 tahun ke depan, yaitu 2015-2017.
Arif dipilih sebagai Ketua melalui rapat yang dihadiri sembilan Hakim MK. Hal itu sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No 24 Tahun 2003, tentang MK, di mana pemilihan ketua MK dipilih dari dan oleh sembilan Hakim Konstitusi yang dimusyawarahkan secara tertutup.
Sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang MK, masa jabatan Ketua MK terpilih adalah selama dua tahun enam bulan.
Dengan terpilihnya Arif Hidayat, maka jabatan Wakil Ketua MK kosong. Kini hakim MK akan memilih secara voting siapa yang menduduki kursi nomor dua di MK itu.
“Jabatan wakil ketua perlu diisi. Rapat hakim tadi telah melakukan upaya-upaya musyawarah, namum belum menemukan kata mufakat. Maka pemilihan akan dilakukan lewat cara voting,” jelas Arif.
Dalam voting yang berlangsung selama empat kali itu, Hakim Konstitusi Anwar Usman terpilih menjadi Wakil Ketua. Tak tanggung-tanggung, perlu voting sebanyak empat kali putaran untuk mengukuhkannya menjadi Wakil Ketua MK mengalahkan perolehan suara Hakim Konstitusi Aswanto, dan Patrialis Akbar. Hal tersebut karena jumlah perolehan suara masing-masing calon tidak memenuhi syarat, yakni lebih dari setengah jumlah hakim yang hadir atau lima orang hakim. Pemilihan Wakil Ketua ini bahkan diwarnai suara abstain dan tidak sah.
(*/WID/ES)