Rapat Koordinasi Nasional Penyelenggaraan Pemerintah Desa, 20 Februari 2019, di Ecovention Ocean Ecopark, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 20 Februari 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.946 Kali

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Bu Menko PMK, Bu Puan Maharani,
Yang saya hormati Pak Mendagri,
Yang saya hormati Pak Menko Polhukam, Bapak Wiranto,
Yang saya hormati Pak Menteri Sekretaris Negara,
Yang saya hormati Bu Menteri Keuangan,
Yang saya hormati Pak Menteri Desa, Gubernur, Bupati/Wali Kota yang hadir,
Dan juga hadir di sini Pak Kabareskrim,
Serta Bapak-Ibu sekalian, seluruh kepala desa, seluruh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa yang hadir dari seluruh penjuru tanah air.

Selamat siang.
Selamat siang.

Saya tadi baru saja melantik, 09.30, Gubernur dan Wakil Gubernur Riau. Enggak sempat ganti pakaian karena harus lari lagi ke Hotel Sahid untuk membagi yang namanya BLK Komunitas. Di sana belum rampung, katanya di sini sudah ditunggu, ngebut lari ke sini lagi, jadi belum sempat ganti baju. Pasti ada yang mikir, Pak Jokowi biasanya pakai putih kok ini pakai jas, gitu lho. Sehingga saya berikan penjelasan, biar jelas. Tapi sekali-kali boleh kan? Lebih ganteng, lebih ganteng sedikit kan boleh. Pakai pakaian begini kan tadi di sana tadi kiai-kiai, “Pak, Bapak kalau pakai jas dan dasi juga ganteng sedikit, tapi sedikit.”

Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Sekarang masuk  ke urusan Dana Desa. Kita tahu semuanya, 2015 kita gelontorkan Rp20,7 triliun ke desa, 2016 Rp47 triliun masuk ke desa, 2017 Rp60 triliun masuk ke desa-desa, 2018 Rp60 triliun lagi masuk ke 74.900 desa-desa di seluruh tanah air, dan tahun ini 2019 Rp70 triliun masuk ke seluruh desa-desa yang ada di tanah air.

Artinya apa? Sampai akhir 2018 kemarin Rp187 triliun kita gelontorkan ke desa, sampai akhir 2019 berarti Rp257 triliun masuk ke desa-desa. Ini triliun lho ya bukan miliar. Triliun, supaya tahu, triliun. Gede banget, gede banget. Tidak ada dalam sejarah kita, kita menggelontorkan uang anggaran yang begitu sangat besar ke desa-desa kita, belum pernah. Rp257 triliun. Setiap tahun naik. Tahun depan enggak tahu naik berapa lagi, yang jelas harus naik, sudah. Setuju ndak naik? Setuju ndak naik? Tapi pasti saya lihat hasilnya dari Rp257 triliun itu apa? Ini juga saya tanyakan. Jangan menerima anggarannya saja enak tapi jadi apa. Nah, ini penting.

Tapi sebelum jadi apa, saya ingin masuk dulu, titip pesan dulu. Jadi anggaran itu tolong, kalau ada proyek misalnya membuat jalan desa, membuat jembatan desa, membuat irigasi desa, usahakan betul agar material-material yang ada itu dibeli di desa itu. Pasir beli di desa itu, enggak ada di desa, pindah desa sebelahnya, pindah desa sebelahnya. Batu enggak ada, beli bisa di desa yang tapi dalam lingkup masih satu kecamatan. Usahakan jangan sampai ini uang ini kembali lagi ke kota. Biar mutar terus di desa-desa, mutar terus. Karena semakin tinggi perputaran uang yang ada di desa, itu teori ekonominya, akan memberikan kenaikan/peningkatan kesejahteraan pada masyarakat di desa. Teorinya itu, teori ekonominya.

Jadi ada yang tanya ke saya, “Pak kalau beli semen itu di toko di desa itu Rp5.000-7.000 lebih mahal,  bagaimana?” Tetap beli di desa itu! Sudah. Mentang-mentang terpaut Rp7.000, langsung lari ke kota. Nah, uangnya bisa lari ke kota.

Yang kedua, kalau ada proyek itu gunakan 100 persen tenaga kerja itu dari desa setempat. Sudah, yang kedua titipan saya itu. Sudah? Sudah? Oke, benar, berarti betul, sudah tahu semuanya.

Kalau, ini kan kita sudah empat tahun ya, kita ini lebih banyak konsentrasi di infrastruktur. Catatan saya, sampai akhir 2018 kemarin telah dibangun 191.000 kilometer jalan desa, 191.000 kilometer jalan desa. Ada yang tanya, “enggak mungkin, 191.000 kilometer itu panjang banget lho.” Panjang bagaimana? Kalau itu dikerjakan empat tahun, desa kita itu 75.000, ya kan 74.900 artinya 75.000, artinya per desa per tahun hanya ngerjain 600 meter, pendek banget dong. Kurang, harusnya bisa lebih dari itu. Tapi kita juga mengerti bahwa setiap desa itu tidak hanya membangun jalan saja, ada yang membuat posyandu, ada yang membuat PAUD, ada yang membuat pasar desa, kan macam-macam yang dibuat. Iya enggak? Karena untuk irigasi, irigasi saja sudah diselesaikan selama empat tahun ini 58.000 unit irigasi. Pasar desa, 8.900 pasar desa. Posyandu, 24.000 posyandu telah dibangun dari Dana Desa ini. Jembatan, satu koma satu juta meter jembatan di desa-desa. Artinya memang ini jadi barang, jadi barang ini. Jadi kalau ada yang menyangsikan, 191.000 kilometer itu tidak mungkin, ya silakan mengukur sendiri. Wong berarti satu desa hanya ngerjain setahun 600 meter kan, hanya setengah kilo kan kira-kira. Pendek banget. Logikanya gampang, kali 75.000 selama empat tahun, sudah.

Jadi sekali lagi fisik/infrastruktur ini sudah kita jalankan. Ini kedepan agak digeser sedikit, itu ke pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan ekonomi desa. Apa itu? Saya berikan contoh ini, contoh, satu contoh, ini ada di Jawa Tengah, di Desa Ponggok, Umbul Ponggok. Desa itu memiliki umbul air kemudian dibuat desa wisata. Dana Desa sebagian masuk ke sana. Apa yang terjadi? Satu tahun bisa mendapatkan income Rp14 miliar. Ini di desa-desa kita umbul-umbul itu banyak sekali. Bukan hanya umbul, keindahan-keindahan air terjun bisa dipakai untuk menarik wisatawan untuk datang. Desa bisa memungut/dapat income dari situ. Itu pemberdayaan ekonominya kesana. Atau kalau ada produk-produk unggulan yang ada di desa itu, suntik, berikan suntikan ke sana agar bisa dia naik kelas. Mulai dipikirkan produk-produk yang ada di desa itu untuk bisa masuk ke marketplace, bisa masuk ke online, bisa masuk dijual di toko online. Sehingga produk-produk ini dari produsen di petani larinya ke konsumen itu lewat pemasaran online. Mulai dipikirkan ke sana. Mudah sekarang.

Di Papua, contoh kayak kopi dari Wamena, sekarang sudah banyak dijual di Jakarta. Kenapa banyak dijual di sini? Karena dimasukkan ke marketplace, di toko online. Ini seluruh kepala desa dan BPD harus mengerti ini sehingga konsep visi kedepan untuk desa itu menjadi jelas. Supaya mendekatkan produsen dan pasar ini dekat. Produsen dan konsumen ini dekat karena semuanya sekarang ini dimudahkan dengan adanya toko online.

Oke yang keempat, ini kita tahu semuanya, sebentar lagi kita akan ada pileg dan pilpres. Tapi saya titip, saya titip ini, titip, negara kita ini negara besar. Kita memiliki penduduk sekarang sudah 260 juta. Dan kita dianugerahi oleh Tuhan, oleh Allah SWT berbeda-beda. Beda suku, beda agama, beda adat, beda tradisi, beda budaya, beda bahasa daerah, beda-beda semuanya. Inilah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Saya hanya ingin memberikan pemahaman bahwa negara kita ini negara besar. Yang harus kita sadari itu., besar tapi berbeda-beda.

Singapura itu punya sukunya ada empat, Indonesia 714. Supaya tahu semuanya. Afghanistan itu punya tujuh sukunya, Indonesia 714. Sudah bayangkan, bandingkan. Hati-hati.

Saya ingin tarik kejadian yang ada di Afghanistan. Tujuh suku Afghanistan itu. Ada dua suku konflik, ramai. Satu membawa teman dari luar, satu membawa teman dari luar, akhirnya perang. Sudah 40, tahun enggak rampung-rampung. Itu hanya tujuh suku, hati-hati, negara kita 714 suku.

Saya bertemu di sini dan di Kabul di Afghanistan dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, dengan istrinya Ibu Rula Ghani. Saya cerita yang urusan dengan Bu Rula Ghani. Beliau cerita pada saya, “Presiden Jokowi, 40 tahun yang lalu Afghanistan ini memang negara kaya. Deposit emasnya termasuk terbesar, deposit minyak dan gas termasuk terbesar di dunia. 40 tahun yang lalu, wanita di Kabul dan di kota-kota lain di Afghanistan naik mobil di kota, dari kota ke kota itu sudah menjadi hal yang biasa. Negara lain belum pada naik mobil, kita sudah naik mobil.” Terus, perang 40 tahun, siapa yang dirugikan? Ibu Rula Ghani menyampaikan, yang dirugikan hanya dua, anak-anak dan wanita. Setelah ada perang, kok menyetir mobil, naik sepeda saja sudah enggak bisa, anak-anak sekolah sudah enggak bisa. Bayangkan betapa sangat beratnya kalau ada sebuah konflik. Mundur kita.

Oleh sebab itu, saya ingin mengingatkan pada kesempatan yang baik ini, jangan sampai karena urusan politik, pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden yang setiap lima tahun itu ada terus, kan ada terus setiap lima tahun, pileg setiap lima tahun ada terus, menjadikan kita tidak seperti saudara lagi. Sedih saya kalau sudah dengar seperti ini. Urusan pilihan bupati antarkampung enggak saling omong. Ada banyak seperti itu, benar ndak? Pilihan gubernur antartetangga enggak saling sapa, ada ndak? Ada. Saya tiap hari turun ke lapangan. Jangan seperti itu. Karena pilpres antarkampung, antartetangga enggak saling omong. Ini, lho, lho, lho, lho, lho, lho, lho.

Sudah menjadi kewajiban Bapak, Ibu, Saudara-saudara  sekalian sebagai tokoh-tokoh yang ada di desa untuk mengingatkan masyarakat kita, bahwa yang namanya pilpres, yang namanya pileg, yang namanya pilihan bupati, pilihan gubernur, pilihan wali kota ada setiap lima tahun, ada terus. Jangan sampai kita ini terbawa oleh arus politik yang tidak sehat. Kita ini mau mengadakan pesta demokrasi kok. Yang namanya pesta itu bergembira, senang, ya ndak? Jangan sampai… Tugas Bapak, Ibu, Saudara-saudara sekalian untuk mengingatkan yang ada di bawah itu.

Apalagi kalau sudah yang namanya fitnah, yang namanya hoaks, yang namanya kabar-kabar bohong, pasti banyak sekali kalau sudah menjelang bulan politik seperti ini, banyak sekali. Presiden Jokowi itu antek asing, iya banyak di bawah. Presiden Jokowi itu kriminalisasi ulama. Presiden Jokowi itu antiulama.

Saya terangkan sekarang satu-satu. Antek asing, supaya Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara tahu. 2015 itu yang namanya Blok Minyak Mahakam, yang dulunya dikelola Perancis dan Jepang sudah lebih dari 50 tahun, sekarang sudah 100 persen dikelola oleh Pertamina. Sudah kita serahkan, nih Pertamina kelola. Begitu dibilang antek asing, antek asing.

2018 kemarin, yang namanya Blok Minyak Rokan, yang dikelola Chevron sudah lebih dari 90 tahun, juga sudah dimenangkan 100 persen oleh pertamina. Kan banyak kan Bapak-Ibu yang ndak tahu kan? Enggak tahu kan? Banyak yang enggak tahu kan? Ya karena saya enggak banyak bicara, saya diam. Enggak, saya enggak banyak bicara begitu, sudah. Saya omong sekarang ini karena orang menuduh saya antek asing, ya saya omong sekarang. Iya ndak? Boleh kan omong? Saya enggak marah lho ya, saya omong, menginformasikan kepada Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian.

Mana tadi ada yang Papua? Ya tadi yang dari Papua ya. Coba, Freeport, sudah lebih dari 40 tahun dikelola oleh Freeport McMoRan, 40 tahun, itu adalah tambang emas dan tembaga mungkin terbesar, termasuk terbesar di dunia. Sejak Desember 2018 kemarin telah mayoritas 51,2 persen sekarang ini menjadi kepemilikan dari BUMN yang namanya PT Inalum. Nanti dikelola dengan kabupaten dan provinsi yang ada di Papua. Itu dibilang antek asing, antek asing.

Dipikir mudah itu mengambil alih seperti itu? Gampang? Dipikir mudah? Kalau itu gampang/mudah sudah dari dulu kita ambil. Iya, kalau itu mudah dan gampang sudah sejak dulu diambil. Itu negoisasi empat tahun, hampir empat tahun Bu Menteri Keuangan, Pak Menteri ESDM, Bu Menteri BUMN yang terus enggak pernah surut mundur, maju terus, sudah. Jangan dipikir mudah, jangan dipikir gampang. Sangat sulit. Kalau gampang sudah dari dulu kita ambil. Itu masih dibilang antek asing, antek asing. Antek asing yang mana? Ayo, antek asing yang mana? Ada yang mau tunjuk jari lagi, antek asing yang mana? Sini yang omong antek asing saya beri hadiah sepeda, maju. Omong antek asing, antek asing, bagaimana coba?

Ada lagi kriminalisasi ulama. Ulama yang mana? Tunjukkan. Kita ini, kalau ada masalah hukum, ada bukti dan fakta, ya mesti aparat hukum pasti masuk. Hati-hati, untuk siapapun hati-hati. Yang namanya kriminalisasi itu kalau ada yang orang yang enggak salah tahu-tahu di sel, itu kriminalisasi. Benar ndak? Karena semuanya itu sama di mata hukum, di hadapan hukum itu sama. Jadi jangan menghembuskan hal-hal seperti itu. Kalau saya jawab ya blak-blakan. Wong tiap hari saya dengan ulama, hampir tiap minggu saya masuk ke pondok pesantren, kalau isunya seperti itu kan… Hari Santri itu yang tanda tangan siapa?

Ya, saya kira isu-isu seperti itu harus Bapak, Ibu, Saudara-saudara luruskan. Luruskan, jangan didiemin. Kalau didiemin nanti yang membuat isu semakin senang nanti. Wah membuat isu yang lain nanti. Setuju ndak? Setuju? Harus! Kepala desa, pimpinan-pimpinan Badan Permusyawaratan Desa harus berani meng-counter kalau ada hal seperti itu. Jangan didiemin, kasihan rakyat kita nanti termakan. Karena dari survei yang kita lakukan, itu sembilan juta lebih itu percaya, percaya. Coba, enggak logis tapi percaya, pada percaya.

Ini bisa mengganggu persatuan kita, mengganggu kerukunan kita, mengganggu persaudaraan kita. Padahal aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, persaudaraan, kerukunan. Ini aset terbesar kita itu. Jangan sampai terganggu karena hal-hal seperti ini.

Kalau ada pilihan bupati gampang banget, ada pilihan gubernur gampang, ajak rakyat memilih itu seperti apa sih, gampang, dilihat rekam jejaknya dilihat. Misalnya ada pilihan bupati ada tiga calon satu, dua, tiga, dilihat. Calon A rekam jejaknya seperti apa, Calon  B rekam jejak seperti apa, calon C rekam jejaknya seperti apa. Yang kedua lihat prestasinya apa. Calon A prestasinya apa, Calon B prestasinya apa, Calon C prestasinya apa. Ketiga, lihat programnya apa, punya program jelas atau enggak jelas, lihat. Keempat, idenya apa, gagasannya apa, lihat. Ajak masyarakat kita untuk… Jangan kita coblosan hanya gara-gara isu saja jadi berubah, waduh. Kita ini harus semakin matang, semakin dewasa dalam berpolitik.

Dan Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian adalah tokoh yang bisa mengajak masyarakat untuk berpikir rasional, untuk berpikir rasional, memakai logika, memakai nalar. Dilihat kalau ada pilihan bupati adu visi, mana yang memiliki visi yang baik dilihat. Gampang kan? Itu saja, rakyat diajak ke sana.

Ini saya minta maju sekarang, yang BPD mana? Ini BPD? Bukan? Campur-campur? Kepala Desa mana? Ini yang Kepala Desa? Ya, coba Kepala Desa. Sebentar, yang dari luar Jawa, Kepala Desa? Sekarang begini semua. Ya sudah maju, ini. Ini, maju. Maju. Sudah, ya maju itu. Itu, itu, yang belakang itu. Satu orang saja, satu orang saja. Mana tadi? Ini. Enggak, yang itu, itu. Ya. Sebentar, satu-satu lah.

Yang BPD mana, BPD? BPD mana? BPD? BPD? BPD boleh maju. Ini, BPD maju. Janjian ya, yang maju jangan minta sepeda. Nanti disuruh maju mintanya sepeda. Maju, silakan sini. Banyak banget pada minta maju semua. Ya boleh NTT, satu. Mana NTT? Itu, ya maju. Sebentar, sudah lah. Mana tadi yang NTT tadi. Iya, ini, ini. Sebentar, sebentar, sebentar, NTT ini, ini, satu orang saja. Ini, ini, ini. Ini, ini, satu. Sudah.

Satu lagi, sebentar. Oh, iya yang atas satu itu. Ya, boleh satu. Dari mana itu? Ya, boleh maju. Jangan meloncat ya. Sudah, silakan dikenalkan Bu. Sudah dikenalin. Sudah.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Presiden Republik Indonesia
Wa’alaikumsalam.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Yang terhormat Bapak Presiden, alhamdulillah doa kami, doa saya dikabulkan, ingin salaman sama Bapak Presiden. Alhamdulillah, hari ini saya kesampaian, Pak. Karena dua tahun saya diundang, belum pernah dekat Bapak Presiden. Terima kasih pada semuanya.

Presiden Republik Indonesia
Ini agak dekat sini, ya.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Nama saya Supriyanti, Desa…

Presiden Republik Indonesia
Siapa?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Nama saya Supriyanti.

Presiden Republik Indonesia
Supriyanti?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Nggih, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Supriyanti, dari?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Dari Bengkulu.

Presiden Republik Indonesia
Bengkulu.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang.

Presiden Republik Indonesia
Desa mana? Desa?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Bandung Jaya.

Presiden Republik Indonesia
Bandung Jaya?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Iya.

Presiden Republik Indonesia
Sebelah mana itu?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Itu sebelah Kepahiang Pak.

Presiden Republik Indonesia
Sebelah?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Kepahiang.

Presiden Republik Indonesia
Kepahiang?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Iya.

Presiden Republik Indonesia
Kepahiang itu sebelah mana itu?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Kantor Bupati, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Negara kita ini negara besar sekali, dari Sabang sampai Merauke dari miangas sampai Pulau Rote, gede banget.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Yang pinggiran hutan, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Oh, itu di pinggir hutan. Berapa jauh dari Kota Bengkulu?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Paling sejam, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Satu jam?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Satu jam – dua jam.

Presiden Republik Indonesia
Oh. Oke. Berapa? Satu jam – dua jam?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Iya, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Dua jam. Naik apa itu satu jam – dua jam?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Naiknya travel, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Oh, naik travel satu jam – dua jam. Oke. Oke. Dapat Dana Desa?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Iya Pak, alhamdulillah.

Presiden Republik Indonesia
Jadi barang apa?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Dana Desa kalau di desa saya untuk membangun yang 2016 untuk gedung PAUD.

Presiden Republik Indonesia
Untuk apa? PAUD?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Gedung PAUD, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Gedung PAUD. Terus?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Terus untuk jalan lingkungan.

Presiden Republik Indonesia
Jalan lingkungan, jalan desa begitu ya?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Ya.

Presiden Republik Indonesia
Jalannya diapain itu?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Jalannya yang tadinya becek sekarang sudah bagus, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Diapain, diaspal atau dibeton?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Oh, ada yang diaspal, ada yang dibeton.

Presiden Republik Indonesia
Ada yang diaspal ada yang dibeton. Oke.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Tinggal nengok kondisinya, Pak. Ya, nengok kondisinya di lapangan. Kalau yang untuk BUMDes juga ada, sudah saya salurkan.

Presiden Republik Indonesia
BUMDes, diberi berapa itu BUMDes-nya?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
BUMDes-nya saya beri Rp100 (juta) lebih, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Rp100 juta? Oke.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Iya. Itu untuk jual beli kopi sama bangunan Pak, toko bangunan.

Presiden Republik Indonesia
Jual beli kopi sama toko bangunan. Oke. Pertanyaan saya, tadi PAUD kan sudah dibangun, tapi ada aktivitas kegiatannya ndak PAUD-nya?

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Ada Pak, alhamdulillah.

Presiden Republik Indonesia
Setiap apa? Jangan, begini lho, jangan membangun sesuatu setelah jadi tidak ada aktivitasnya.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Ada, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Jangan sampai kejadian itu. Dibangun itu direncanakan bangunannya tetapi juga direncanakan kegiatannya, nanti aktivitasnya, nanti yang ikut PAUD berapa orang dihitung betul, dihitung.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Siap.

Presiden Republik Indonesia
Jangan gedungnya gede segini misalnya, yang ikut hanya dua anak, lha kan tidak pas.

Supriyanti (Dari Desa Bandung Jaya, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu)
Kalau dulu empat orang Pak, Sekarang sudah 18.

Presiden Republik Indonesia
Oh, dulu empat sekarang 18. Ya, ini berarti bagus. Oke, sudah. Setop.

Silakan.

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Nama saya Warkah Pak, dari…

Presiden Republik Indonesia
Siapa?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Warkah.

Presiden Republik Indonesia
Pak Warkah. Dari?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Dari Bener Meriah, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Dari Bener Meriah. Bener Meriah berarti ini di Aceh Tengah, di Aceh Bener Meriah itu. Benar ya?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Benar, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Di dekat Aceh Tengah.

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Iya, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Di dekat Gayo Lues.

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Iya.

Presiden Republik Indonesia
Iya. Sebentar, saya mau tanya jadi bingung. Ini kan spontan. Pertanyaan, Dana Desa yang 2018 jadi barang apa?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Untuk kegiatan mata air, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Apa?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Untuk sanitasi air, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Sanitasi air itu apa?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Maksudnya untuk mengambil air ke sarana air bersih di desa.

Presiden Republik Indonesia
Oh. Mengambil air dari mana ke mana? Ambilnya ke desa itu pakai apa?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Pakai pipa.

Presiden Republik Indonesia
Oh, pipa. Pipa dari atas gunung itu ditarik ke bawah ke desa. Habis berapa itu membuat?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Sekitar Rp500 juta, Pak dananya.

Presiden Republik Indonesia
Gede banget.

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Kan jauh Pak, dari…

Presiden Republik Indonesia
Jauh. Oh, ditarik ke…

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Ke kampung.

Presiden Republik Indonesia
Ini Gunung Burni Telong itu?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Iya, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Oh, Gunung Burni Telong ditarik ke bawah?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Iya, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Oh, oke. Rp500 juta. Tapi sekarang airnya sudah sampai ke bawah?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Alhamdulillah Pak, hari ini sudah mulai mengalir. Sudah mulai mengalir, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Mulai mengalir airnya, sudah. Nanti kalau saya ke sana saya nyoba, benar lho ya?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Iya, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Benar?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Benar Pak, benar.

Presiden Republik Indonesia
Sudah teraliri untuk semua rumah-rumah begitu?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Masih di bak penampungan. Jadi di bak-bak penampungan itu sudah diambil oleh warga, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Oh, tidak disalurkan ke tiap rumah, tidak?

Warkah (Dari Bener Meriah, Aceh)
Belum cukup dananya, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Belum cukup dananya, oke. Iya, enggak apa-apa tapi ada progres, ada perkembangan setiap tahunnya. Desa itu harus lebih baik, semakin tahun, semakin tahun, semakin tahun, harus lebih baik, lebih baik, lebih baik, lebih baik. Karena desa kita itu sudah bertahun-tahun enggak pernah diperhatikan. Benar ndak? Mana ada Dana Desa sebesar itu masuk ke desa-desa? Enggak pernah kita punya dana sebesar ini masuk ke desa. Tapi harus tepat sasaran sehingga manfaatnya dirasakan betul oleh masyarakat

Ini mata air tadi benar, bagus. Saya kira lebih bagus kalau bisa masuk ke pipa-pipa kecil ke rumah-rumah. Oke, saya kira baik, Pak Kades. Oke. Terima kasih.

Silakan, dikenalkan.

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Presiden Republik Indonesia
Wa’alaikumsalam.

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Nama saya Asmanto, berasal dari Provinsi Riau, Kecamatan…

Presiden Republik Indonesia
Asmanto, dari Riau, Kabupaten?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Riau, Kabupaten Indragiri Hilir.

Presiden Republik Indonesia
Indragiri Hilir. Itu dari Pekanbaru berapa jauh itu?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Pekanbaru sekitar enam jam itu, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Enam jam. Naik apa itu?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Naik travel, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Naik travel, ada travel. Oke. Iya, oke. Dana Desa yang 2019 ini dipakai apa? Akan dipakai apa? Sudah dipakai atau akan dipakai apa?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
2019?

Presiden Republik Indonesia
2019, sekarang ini lho.

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Yang baru ini, Pak?

Presiden Republik Indonesia
Iya, yang baru. Enggak apa-apa, direncanakan atau sudah. Kan sudah ditransferkan?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Iya.

Presiden Republik Indonesia
Transfernya sudah sampai belum?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Sudah, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Sudah. Lha iya, dipakai apa?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Terutama kami untuk membangun jalan-jalan desa.

Presiden Republik Indonesia
Jalan-jalan desa? Sepanjang tahun ini lho ya.

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Iya.

Presiden Republik Indonesia
Untuk (membangun) jalan-jalan. Terus?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
PAUD.

Presiden Republik Indonesia
PAUD juga.

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Ya, PAUD.

Presiden Republik Indonesia
PAUD itu ada gurunya ndak? Guru PAUD-nya ada?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Ada apa, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Ada.

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Ada.

Presiden Republik Indonesia
Siapa yang menggaji?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Itu dari Dana Desa itu juga, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Dana Desa, oke. Ya, terus?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Dan yang lainnya, pemberdayaan  masyarakat, kelompok-kelompok tani.

Presiden Republik Indonesia
Kelompok-kelompok tani diberi, disuntik dana?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Iya. Dana, Pak. Dikasih dana untuk mengembangkan kelompok usahanya, usaha kelompok taninya.

Presiden Republik Indonesia
Untuk menanam apa? Untuk membikin apa?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Cabai.

Presiden Republik Indonesia
Cabai?

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Ada cabai. Iya, Pak. Masih banyak juga yang lain Pak, lupa. Sudah dekat, berdiri dekat Bapak ini agak grogi, semuanya lupa.

Presiden Republik Indonesia
Tahu, tahu, tahu, tahu. Ya tadi kan sudah bercerita yang 2019, ya. Artinya setiap anggaran yang ada itu sudah direncanakan.

Asmanto (Dari Indragiri Hilir, Riau)
Iya, sudah Pak.

Presiden Republik Indonesia
Ada? Ada rencananya? Ada. Oke, oke, oke, sudah. Terima kasih.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Baik. Terima kasih. Saya pikir ini merupakan suatu anugerah terbesar bagi kami dari NTT untuk berdiri di samping Bapak Presiden. Tepuk tangan untuk Pak Jokowi.

Presiden Republik Indonesia
Sebentar, NTT dari mana? Atambua? Lembata?

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Manggarai Barat.

Presiden Republik Indonesia
Oh, Manggarai Barat. Ya, oke.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Nama saya Ari Samsung.

Presiden Republik Indonesia
Siapa?

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Ari Samsung.

Presiden Republik Indonesia
Ari Samsung.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Iya, bukan merek HP, Pak Presiden. Samsung itu nama saya, Bapak Presiden.

Presiden Republik Indonesia
Ari Samsung.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Samsung, ya.

Presiden Republik Indonesia
Ari Samsung, ya.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Semoga selalu diingat nama itu Pak Presiden, Samsung.

Presiden Republik Indonesia
Panggilannya apa? Panggilannya?

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Ari.

Presiden Republik Indonesia
Ari. Bukan Samsung?

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Bukan.

Presiden Republik Indonesia
Bukan. Ya, oke.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Yang berikutnya yang pasti saya tidak meminta sepeda, Bapak Presiden.

Presiden Republik Indonesia
Ya. Wong enggak ada sepeda, kok minta sepeda. Tadi sudah janjian enggak ada sepeda. Pertanyaan saya sekarang Pak Ari, tahun 2020 ada Dana Desa, mau dipakai apa? Sudah punya bayangan belum?

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Iya, terima kasih Bapak Presiden. Kami punya proses perencanaan di desa, yang pasti ada musdes, musdus, dan musrenbangdes, dan di situ kami menggunakan metode PRA, partisipasi seluruh masyarakat. Jadi untuk 2020 kami sudah me-list semua program, sesuai dengan periode jabatan. Dan direncanakan 2020 itu kami akan melakukan sambungan rumah air minum bersih. Karena di 2018 kemarin saya sudah membangun sepanjang 4.700 meter untuk jaringan utama dan direncanakan sambungan rumah ini dilakukan di 2020.

Presiden Republik Indonesia
Oh, itu pipa besarnya sudah, sekarang tinggal pipa kecil masuk ke rumah tangga. Iya, ini oke. Oke, bagus ini. Karena NTT itu problemnya hampir di semua kabupaten, problemnya itu satu, air, baik untuk rumah tangga maupun untuk sawah dan kebun. Sehingga, dalam lima tahun ini kita bangun tujuh bendungan di NTT.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Terima kasih, Bapak Presiden.

Presiden Republik Indonesia
Ada Bendungan Raknamo, betul? Ada Bendungan Rotiklot, betul? Dan bendungan-bendungan lainnya. Kenapa saya hapal seperti ini? Karena setiap hari saya masuk ke lapangan jadi hapal ini masalah-masalah yang ada di provinsi itu, mengerti.

Karena saya lihat dulu, enggak tahu Pak Ari Samsung ini pernah melihat enggak, sebelum misalnya perbatasan antara NTT dan Timor Leste, baik itu di Mota’ain, Motamasin, di Wini ya, kayak apa dulu. Saya lihat, pertama saya lihat 2014 akhir, ke Mota’ain. Masa perbatasan kita kantornya jelek banget. Kecil, jelek lagi. Sudah kecil, jelek. Jengkel saya lihat saat itu. Langsung saya, “sudah itu diruntuhkan saja. Saya beri waktu dua minggu diruntuhkan, semua kantor ini diruntuhkan. Saya beri waktu dua tahun untuk membangun.” Kalah, masa kalah dengan negara tetangga, saya lihat, waduh. Coba yang sekarang coba lihat gambarnya sepuluh kali lipat mungkin dibanding sebelumnya, bagusnya. Enggak percaya? Suruh kades-kades kesana semua, lihat. Ya tapi membayar sendiri-sendiri. Coba, lihat.

Ini apa? Ini bukan hanya masalah perbatasan. Kalau kantor kita tidak baik, di situ tidak ada kegiatan ekonomi yang baik, apalagi kita malah selfie-nya malah di negara tetangga, itu di mana rasa kebanggaan kita sebagai bangsa besar? Sehingga saya bangun, kita bangun semuanya, di Skouw di Papua; di NTT di Wini, di Mota’ain, Motamasin; di Kalimantan di Entikong, di Nanga Badau, di Aruk. Kita bangun untuk apa? Ya, agar kita tunjukkan bahwa Indonesia ini negara besar, negara besar.

Sudah, mau disampaikan apa lagi?

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Boleh saya meminta sesuatu, Pak Presiden? Yang pasti bukan sepeda, Bapak Presiden. Saya minta kami dari NTT difasilitasi atau diperbolehkan untuk bertemu dengan dirjen, salah satu dirjen di Kementerian Sosial yang menangani masyarakat miskin. Kami ada bawa data berkaitan dengan masyarakat yang menerima BPJS, PKH. Kalau bisa itu kami diskusikan dengan mereka. Karena, boleh saya bercerita sedikit Bapak Presiden? Ya, kami sangat apresiasi dengan program dari pemerintah pusat berkaitan dengan perhatian pemerintah terhadap masyarakat miskin di desa, yang mana program itu langsung, bantuan sifatnya langsung ke pemerintah desa, ke masyarakat desa. Tetapi program itu juga menuai banyak persoalan.

Presiden Republik Indonesia
Karena?

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Kenapa persoalan? Karena tidak semua warga desa itu menerima, tidak semuanya dapat. Sehingga itu menjadi kesulitan bagi kepala desa untuk mengharuskan masyarakat, misalnya katakan terlibat dalam kegiatan bakti sosial di desa, untuk kegiatan gotong royong. Karena mereka merasa bahwa hanya sebagian orang yang diperhatikan oleh negara ini. Saya tidak menyalahkan Bapak Presiden tetapi kami patut berapresiasi karena negara ini hadir untuk kami di NTT.

Presiden Republik Indonesia
Tapi belum semuanya begitu ya?

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Belum semuanya.

Presiden Republik Indonesia
Oke.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Makanya beri kami kesempatan, Saya minta diberi kesempatan biar kami bisa ketemu dengan dirjen masyarakat miskin, sama dirjen yang menangani bidang perumahan rakyat.

Presiden Republik Indonesia
Iya, oke. Nangkep, nangkep. Masalahnya nangkep saya, sudah nangkep. Oke, oke. Sudah, nangkep. Oke, nanti saya… Terus nanti saya minta alamat desanya. Iya, oke.

Sudah? Sudahlah, ini sudah di… Ini, jadi saya tidak bisa berikan sepeda tapi saya beri foto. Ini fotonya. Ini fotonya. Kita sekarang kerja itu serba cepat. Ini baru saja difoto lima menit yang lalu.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Luar biasa, tepuk tangan untuk Bapak Presiden.

Presiden Republik Indonesia
Kerja itu harus serba cepat, karena perlu saya sampaikan, bahwa kedepan itu tidak negara kaya mengalahkan negara miskin atau negara besar mengalahkan negara kecil, tidak. Kedepan itu negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, sudah. Negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lamban, sudah. Siapapun negara itu. Oleh sebab itu, semuanya kerja harus cepat.

Ari Samsung (Dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur)
Bapak Presiden boleh saya minta satu lagi?

Presiden Republik Indonesia
Sebentar. Ini, sudah. Oke. Ini yang dari Bener Meriah, sudah semuanya. Ya, oke.

Saya rasa itu, silakan kembali. Ini, sebentar, foto ini kalau ditukar dengan sepeda mungkin dapat 100 sepeda dapat. Karena ada tulisannya, di baliknya ini ada tulisannya, ‘Istana Presiden Republik Indonesia’, yang mahal itu. Oke, sudah. Silakan kembali. Oke, terima kasih. Oke, sudah. Ya, sama-sama. Silakan.

Artinya apa kok harus minta maju semuanya? Artinya apa? Artinya persoalan di setiap provinsi itu berbeda-beda, setiap kabupaten juga berbeda-beda, setiap desa itu kasus dan persoalannya juga berbeda-beda. Inilah, sekali lagi, negara besar kita Indonesia. Sekali lagi, saya mengajak kita semuanya untuk terus menjaga persatuan, menjaga kerukunan kita, menjaga persaudaraan kita, sebagai saudara sebangsa dan setanah air.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada siang hari ini.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru