Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan, TNI, dan Polri Tahun 2020, 23 Januari 2020, di Lapangan Bhinneka Tunggal Ika, Kantor Kementerian Pertahanan, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 23 Januari 2020
Kategori: Amanat/Arahan
Dibaca: 785 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera buat kita semuanya,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Menteri Pertahanan beserta Wamenhan dan seluruh jajaran keluarga besar Kementerian Pertahanan.
Yang saya hormati Menko Polhukam beserta seluruh Menteri Kabinet Indonesia Maju yang hadir, Kepala Staf Kepresidenan.
Yang saya hormati Panglima TNI beserta seluruh Kepala Staf yang hadir, Kapolri beserta seluruh jajaran Polri yang hadir, para Pangkotama, para Pangdam, Kapolda dari seluruh tanah air yang hadir pada pagi hari ini,
Hadirin seluruh peserta Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan yang saya hormati.

Saya senang bisa hadir di Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan pada pagi hari ini, dan hadir pula di sini jajaran Kepolisian Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan sinergi antara TNI dan Polri yang saling dukung dan saling mengisi. Saling bekerjasama untuk mendukung agenda-agenda  besar negara, saling mendukung untuk tujuan nasional kita, Indonesia.

Satu isu utama yang paling penting dalam pertahanan kita adalah kedaulatan. Sudah berkali-kali saya sampaikan, saya tegaskan bahwa kedaulatan itu harga mati, kedaulatan itu tidak bisa dinegosiasikan, tidak ada tawar-menawar.

Oleh sebab itu, pagi hari ini saya perintahkan kepada seluruh jajaran TNI dan Polri, seluruh aparat harus bekerja bersungguh-sungguh dalam rangka memperkuat dan menjaga kedaulatan negara kita Indonesia. Untuk selalu berdiri paling depan dalam menjaga dan memperkokoh kedaulatan NKRI kita.

Dan yang paling penting kita juga harus mampu mengatasi semua spektrum pertahanan. Mulai dari konflik internal, perang asimetrik seperti gerilya dan teror, perang proxy yang menggunakan pihak ketiga dalam peperangan, maupun perang hybrid yang menggabungkan strategi militer dan non-militer, strategi konvensional dan non-konvensional. Saya kira Saudara-saudara sudah mengerti dan tahu mengenai ini, jadi saya tidak akan menjelaskan secara detil.

Ke depan tantangan kita juga semakin berat. Tantangan besar pertama adalah semakin luasnya spektrum konflik di berbagai belahan dunia. Oleh sebab itu, kita harus memperkuat diplomasi pertahanan untuk meredam ketegangan antarnegara dan siap menggelar kekuatan bersenjata untuk melakukan penegakan hukum di wilayah kita.

Jadi kalau ada yang mempertanyakan Pak Menhan pergi ke sebuah negara, pergi ke sebuah negara, pergi ke sebuah negara itu adalah dalam rangka diplomasi pertahanan kita, bukan untuk yang lain-lain. Jadi kalau masih ada yang bertanya, itu belum ngerti urusan diplomasi pertahanan. Meskipun saya tahu, beliau ini ke negara-negara tertentu juga dalam rangka melihat alutsista yang ingin kita beli. Bagus atau tidak bagus, benar atau tidak benar, bisa digunakan atau tidak bisa digunakan, semuanya dicek secara detail. Dan itu sudah kita diskusikan dengan Pak Menhan itu tidak sekali-dua kali. Banyak ini yang enggak tahu.

Tantangan besar yang kedua adalah perkembangan teknologi yang luar biasa. Hati-hati mengenai ini. Free guard itu perlu, fighter itu perlu tapi lihat antisipasi lompatan teknologi militer dalam jangka 20, 30, 50 tahun ke depan. Ini harus dilihat mulai sekarang karena perubahan teknologi sekarang ini begitu sangat cepatnya.

Sekarang pun kita sudah merasakan bagaimana teknologi drone diberi senjata bisa mengejar tank, mengejar kendaraan-kendaraan militer dan menghabisi dari jarak yang dekat maupun tidak dekat dan tepat sasaran. Kita lihat peristiwa dalam 2-3 minggu kemarin. Bahkan saat ini pun, sekali lagi, kita sudah merasakan itu, hadirnya teknologi-teknologi. Bukan saja terjadi perbaikan dalam instrument machinery tapi juga kombinasi dengan penggunaan kecerdasan buatan, AI (artificial intelligence), hati-hati dengan barang ini. IoT (internet of things), hati-hati dengan barang ini, ini larinya bisa ke mana-mana. Termasuk pengembangan pesawat tanpa awak, kapal tanpa awak yang dilengkapi dengan persenjataan-persenjataan modern. Hati-hati dengan ini.

Dan TNI kita juga harus berani memulai membangun barang-barang yang tadi saya sebutkan. Karena semua yang ada sekarang ini di industri bisnis, itu dimulai dari peralatan militer, entah itu yang namanya GPS (Global Positioning System), yang dulu namanya HT, yang namanya handphone, yang namanya drone dimulai, baru masuk ke dunia bisnis. Tapi semuanya dimulai dari industri militer, semua negara, termasuk di negara kita Indonesia.

Kita harus memperkuat penguasaan teknologi pertahanan kita. Yang pertama, teknologi otomatisasi yang akan disertai dengan pengembangan sistem senjata  yang otonom. Sekali lagi, teknologi otomatisasi yang akan disertai dengan pengembangan sistem senjata yang otonom ke depan ini akan berkembang dengan sangat pesat.

Yang kedua, teknologi sensor yang akan mengarah kepada pengembangan sistem penginderaan jarak jauh. Ini beberapa kali sudah kita gunakan dalam operasi-operasi.

Yang ketiga, teknologi IT (Information Technology), seperti 5G dan komputasi kuantum yang akan mengarah ke pengembangan sistem senjata yang otonom serta pertahanan siber. Semuanya nanti pasti akan ke sana.

Semua ini membutuhkan kebijakan perencanaan pengembangan alutsista yang tepat, apakah pembelian ini berguna untuk 20, 30, 50 tahun yang akan datang. Harus dihitung, harus dikalkulasi semuanya secara detail. Belanja pertahanan harus diubah menjadi investasi pertahanan.

Baru kemarin saya berbicara dengan Pak Menhan, kemarin siang bagaimana menghidupkan plan ke depan untuk industri strategis kita agar betul-betul semuanya bergerak. Kemandirian kita dalam membangun ini harus serius kita mulai. Yang saya lihat di negara yang lain, minimal industri-industri ini harus diberikan yang namanya pesanan/order itu 15 tahun minimal, sehingga rencana investasinya itu menjadi terarah, mana yang akan dituju itu menjadi jelas. Enggak bisa lagi kita tiap tahun, enggak bisa.

Dan ingat, Undang-Undang Industri Pertahanan yang mengharuskan adanya transfer teknologi, kerja sama produksi dengan BUMN, peningkatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), dan pengembangan rantai produksi antara BUMN dengan korporasi swasta dan UKM. Ini penting agar bisa satu, inline.

Oleh sebab itu, pemanfaatan APBN harus betul-betul benar, efisien. Dimulai dari perencanaan dan kemudian di dalam pelaksanaan anggaran. Dan perlu saya informasikan supaya tahu semuanya bahwa Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi APBN terbesar sejak 2016 sampai sekarang. Tahun 2020 sebesar Rp127 triliun. Hati-hati penggunaan mengenai ini. Tapi saya yakin Pak Menhan ini kalau urusan anggaran ini itu detail. Berkali-kali dengan saya, hampir hafal di luar kepala. “Ini Pak, di sini Pak, di sini Pak,” sudah. Saya juga merasa aman untuk urusan Rp127 triliun ini. Harus efisien, bersih, tidak boleh ada mark up-mark up lagi, dan yang paling penting mendukung industri dalam negeri kita.

Yang terakhir, saya minta juga supaya membuat renstra (rencana strategis) untuk kesejahteraan prajurit, baik itu yang berkaitan dengan perumahan, dengan kesehatan, dengan tunjangan kinerja. Dan saya sangat mengapresiasi untuk prajurit-prajurit kita yang bertugas di lokasi-lokasi tersulit. Yang saya lihat kemarin misalnya di Natuna, ada markas baru marinir, ada markas TNI komposit di sana juga ada, dengan komplek yang saya kira besar.

Dan pemerintah akan terus berusaha untuk meningkatkan SDM serta kesejahteraan prajurit dan pensiunan TNI. Kita juga telah melakukan perubahan struktur organisasi TNI sehingga bisa menambah posisi bagi perwira tinggi dan turunannya ke bawah. Kita juga akan mengajukan revisi Undang-Undang 34 Tahun 2004 tentang TNI, antara lain yang berkaitan dengan urusan pensiun bagi perwira, bintara, dan tamtama yang selama ini usianya usia pensiun 53 tahun akan kita usulkan untuk diubah menjadi 58 tahun.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Dan terakhir saya ingin menunjukkan mengenai keinginan kita untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Sekali lagi ingin saya sampaikan, ini bukan pindah gedung, ini bukan hanya pindah lokasi tapi yang kita inginkan ke sana adalah nanti berubahnya pola pikir, pindahnya sistem kerja, pindahnya pola kerja. Sehingga semuanya sistem yang ada kita instal terlebih dahulu, masuk ke sana barang-barang itu sudah siap untuk kita gunakan dalam rangka sebuah kultur baru cara bekerja kita, kultur baru kita dalam sistem kepemerintahan sehingga kecepatan itu ada.

Juga berkali-kali saya sampaikan, ke depan yang namanya negara itu tidak yang besar mengalahkan yang kecil, tidak, yang kaya mengalahkan yang miskin, tidak, tetapi negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat. Kuncinya ada di situ. Negara tidak besar, tidak kaya tapi kalau kaya, besar, lambat pasti akan ditinggal oleh yang cepat, saya pastikan ke depan. Sekali lagi ini bukan hanya pindah kantor atau pindah istana atau pindah gedung kementerian, ndak tapi pindah budaya kerja, pindah sistem kerja.

Ini saya ingin tunjukkan dalam sebuah video singkat.

(Penayangan Video Nagara Rimba Nusa)

Jadi di ibu kota yang baru nanti transportasi massalnya adalah semuanya elektrik, autonomous. Kendaraan pribadi juga sama, electric vehicle dan autonomous. Sistemnya memang ini baru dirancang dan kita harapkan ini adalah sebuah lompatan peradaban kita menuju ke sebuah negara Indonesia maju

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Amanat/Arahan Terbaru