Rapat Terbatas melalui Video Conference mengenai Antisipasi Mudik Lebaran, 30 Maret 2020, di Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Rapat Terbatas siang hari ini akan dibahas mengenai antisipasi mudik lebaran tahun 2020.
Kita perlu siang hari ini membahas secara khusus, karena tradisi ini melibatkan mobilitas orang yang sangat banyak. Sebagai gambaran, tahun 2019 terjadi pergerakan kurang lebih 19,5 juta orang ke seluruh wilayah Indonesia.
Oleh sebab itu, di tengah merebaknya pandemi COVID-19 adanya mobilitas orang yang sebesar itu sangat beresiko memperluas penyebaran COVID-19. Bahkan, laporan yang saya terima dari Gubernur Jawa Tengah, Gubernur DIY, pergerakan arus mudik sudah terjadi lebih awal dari biasanya.
Dan sejak penetapan tanggap darurat di DKI Jakarta, telah terjadi percepatan arus mudik terutama dari para pekerja informal di Jabodetabek menuju ke Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan DIY serta ke Jawa Timur. Dan selama 8 hari terakhir ini tercatat ada 876 armada bus antarprovinsi yang membawa kurang lebih 14.000 penumpang dari Jabodetabek ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY. Ini belum dihitung arus mudik dini yang menggunakan transportasi masal lainnya, misalnya kereta api maupun kapal, dan angkutan udara serta menggunakan mobil pribadi.
Karena itu ada beberapa hal yang ingin saya tekankan. Yang pertama, fokus kita saat ini adalah mencegah meluasnya COVID-19 dengan mengurangi atau membatasi pergerakan orang dari satu tempat ke tempat yang lain.
Dan yang kedua, demi keselamatan bersama, saya juga minta dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya pergerakan orang ke daerah. Saya melihat sudah ada himbauan-himbauan dari tokoh-tokoh dan gubernur kepada perantau di Jabodetabek untuk tidak mudik dan ini saya minta untuk diteruskan dan digencarkan lagi. Tapi menurut saya juga himbauan-himbauan seperti ini juga belum cukup, perlu langkah-langkah yang lebih tegas untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 ini.
Yang ketiga, saya melihat bahwa arus mudik dipercepat bukan karena faktor budaya tetapi karena memang terpaksa. Ini yang dilihat di lapangan, banyak pekerja informal di Jabodetabek yang terpaksa pulang kampung karena penghasilannya menurun sangat drastis atau bahkan hilang, tidak ada pendapatan sama sekali, akibat diterapkannya kebijakan tanggap darurat, yaitu kerja di rumah, sekolah dari rumah, dan ibadah di rumah.
Karena itu saya minta percepatan program social safety net, jaring pengaman sosial yang memberikan perlindungan sosial di sektor informal dan para pekerja harian maupun program insentif ekonomi bagi usaha mikro, usaha kecil betul-betul segera dilaksanakan di lapangan. Sehingga para pekerja informal, buruh harian, asongan, semuanya bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari.
Yang keempat, untuk warga yang sudah terlanjur mudik, saya minta kepada para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota meningkatkan pengawasannya. Pengawasan di wilayah masing-masing sangat penting sekali. Saya sudah menerima laporan dari Gubernur Jawa Tengah, Gubernur DIY, bahwa di provinsinya sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat, baik di desa maupun di kelurahan bagi para pemudik. Ini saya kira juga inisiatif yang bagus.
Saya juga perlu ingatkan agar dilakukan secara terukur. Jangan sampai menimbulkan juga langkah-langkah penyaringan atau screening yang berlebihan bagi pemudik yang terlanjur pulang kampung. Terapkan protokol kesehatan dengan baik sehingga memastikan bahwa kesehatan para pemudik itu betul-betul memberikan keselamatan bagi warga yang ada di desa.
Saya rasa itu sebagai pengantar yang bisa saya sampaikan.