Rapat Terbatas (melalui Video Conference) mengenai Arahan Presiden Kepada Komite Penanganan Pemulihan Ekonomi Nasional dan Penanganan COVID-19, 27 Juli 2020, di Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Pagi hari ini saya mendapatkan informasi bahwa kasus global sudah mencapai 15,8 juta dengan angka kematian 640 ribu. Di Amerika Serikat sendiri sudah mencapai 4,2 juta, di Brazil 2,3 juta, di India 1,4 juta. Oleh sebab itu, hati-hati, hati-hati betul. Jangan sampai aura krisis itu sudah hilang, semangat menangani krisis ini hilang atau turun. Oleh sebab itu, saya ingin menekankan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dari Komite.
Yang pertama, Komite ini dibentuk untuk mengintegrasikan kebijakan kesehatan dan kebijakan ekonomi agar seimbang antara gas dan remnya. Dan penanganan kesehatan menjadi prioritas, tidak boleh mengendur sedikit pun. Jadi aura krisis kesehatan ini harus terus digaungkan sampai nanti vaksin tersedia dan bisa digunakan secara efektif. Jadi perlu saya tekankan juga bahwa tidak ada yang namanya pembubaran Satgas COVID-19, enggak ada, baik di pusat maupun di daerah. Semuanya harus tetap bekerja keras. Komite ini adalah, sekali lagi, mengintegrasikan antara kebijakan ekonomi dan kebijakan kesehatan.
Yang kedua, di bidang kesehatan. Saya ingatkan sekali lagi untuk memberikan perhatian, memberikan prioritas penanganan di delapan provinsi. Delapan provinsi; DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua. Karena delapan provinsi ini berkontribusi 74 persen kasus positif yang ada di Indonesia. Targetnya saya kira sudah jelas, turunkan angka kematian serendah-rendahnya, tingkatkan angka kesembuhan setinggi-tingginya, dan juga kendalikan laju pertumbuhan kasus-kasus positif baru secepat-cepatnya. 3T; testing, tracing, dan treatment betul-betul harus dilakukan secara masif dan lebih agresif. Dan di lapangan jika masih ditemui peralatan tes, mesin PCR, kemudian kapasitas lab, APD, dan juga peralatan rumah sakit yang kekurangan segera selesaikan, segera bereskan. Komunikasi yang efektif dengan rumah sakit, dengan masyarakat, dengan daerah harus dilakukan seefektif mungkin.
Yang ketiga, mengenai penyerapan stimulus penanganan COVID-19. Ini masih belum optimal dan kecepatannya masih kurang. Ini perlu. Data terakhir yang saya terima tanggal 22 Juli, dari total stimulus penanganan COVID-19, yaitu sebesar Rp695 triliun yang terealisasi baru Rp136 triliun. Artinya, baru 19 persen. Sekali lagi, baru 19 persen. Di perlindungan sosial 38 persen, di UMKKM 25 persen, ini termasuk penempatan dana di HIMBARA Rp30 triliun, di sektor kesehatan baru terealisasi 7 persen, demikian juga di dukungan untuk sektoral dan pemerintah daerah juga baru terserap 6,5 persen, insentif usaha 13 persen. Inilah yang harus segera diatasi oleh Komite dengan melakukan langkah-langkah terobosan, bekerja lebih cepat, sehingga masalah yang tadi saya sampaikan, serapan anggaran yang belum optimal tadi betul-betul bisa diselesaikan.
Saya ingatkan, kalau masalahnya ada di regulasi (dan) di administrasi segera dilihat betul. Kalau memang regulasi ya revisi regulasi itu agar ada percepatan, lakukan shortcut, lakukan perbaikan, dan jangan sampai ada yang namanya ego sektoral, ego daerah. Saya kira penting sekali ini segera diselesaikan sehingga aura dalam menangani krisis ini betul-betul ada betul. Saya ingin di setiap posko yang ada, baik di BNPB, di pusat, di daerah, di Komite itu kelihatan sangat sibuk, ke sana-ke sini, ke sana-ke sini gitu lo, kita auranya krisis ada.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih.