Rapat Terbatas melalui Video Conference mengenai Rancangan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021, 28 Juli 2020, di Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Yang saya hormati Bapak Wakil Presiden,
Bapak-Ibu sekalian para Menteri.
Pagi hari ini akan dibahas mengenai Rancangan Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2021.
Pertama, saya ingin mengingatkan bahwa situasi ekonomi global berkembang sangat dinamis, penuh dengan ketidakpastian. Beberapa lembaga keuangan dunia juga selalu merevisi prediksi-prediksi atas pertumbuhan ekonomi global di tahun 2020 maupun perkiraan di 2021. Artinya, sekali lagi, masih penuh dengan ketidakpastian meskipun di tahun 2021 IMF, Bank Dunia, maupun OECD meyakini bahwa perekonomian akan mulai tumbuh positif di tahun 2021. Dan bahkan IMF memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh 5,4 persen, ini sebuah perkiraan yang sangat tinggi menurut saya, Bank Dunia 4,2 persen, OECD 2,8-5,2 persen. Saya kira kalau perkiraan ini betul kita akan berada pada posisi ekonomi yang juga mestinya itu di atas pertumbuhan ekonomi dunia. Dan Indonesia juga diproyeksikan masuk ke kelompok dengan pemulihan ekonomi tercepat setelah Tiongkok. Ini juga kalau proyeksi ini benar saya kira patut kita syukuri. Namun, kita harus tetap waspada kemungkinan dan antisipasi kita terhadap risiko terjadinya gelombang kedua (second wave) dan masih berlanjutnya, sekali lagi, ketidakpastian ekonomi global di tahun 2021.
Yang kedua, angka-angka indikator ekonomi makro harus betul-betul dikalkulasi dengan cermat, hati-hati, optimis. Harus optimis tapi juga harus realistis dengan mempertimbangkan kondisi dan proyeksi terkini. Kita juga harus memastikan prioritas untuk 2021 dan juga pelebaran defisit untuk APBN 2021 yang difokuskan dalam rangka pembiayaan kegiatan percepatan pemulihan ekonomi dan sekaligus penguatan transformasi di berbagai sektor, terutama reformasi di bidang kesehatan, reformasi pangan, energi, pendidikan, dan juga percepatan transformasi digital.
Yang ketiga, kita tahu bahwa APBN itu hanya berkontribusi kurang lebih 14,5 (persen) pada PDB negara kita. Oleh sebab itu, dalam situasi krisis seperti ini belanja pemerintah menjadi instrumen utama untuk daya ungkit. Tapi juga agar sektor swasta, UMKM bisa pulih kembali, mesin penggerak ekonomi ini harus diungkit dari APBN kita yang terarah, yang tepat sasaran.
Dan yang keempat, saya ingin menekankan lagi walaupun kita menghadapi situasi sulit, kita juga tidak boleh melupakan agenda-agenda besar, agenda-agenda strategis besar bangsa kita, terutama dalam langkah-langkah untuk bisa kita keluar dari middle income trap. Dan sejak Juli, 1 Juli 2020 kita tahu semuanya Indonesia telah masuk meraih predikat pada upper middle income country. Namun, kita tahu tantangan untuk keluar dari middle income trap ini masih besar dan panjang.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan sebagai pengantar.
Terima kasih.