Rapat Terbatas mengenai Percepatan Eliminasi Tuberkulosis (TBC), 21 Juli 2020, di Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semua.
Yang saya hormati Bapak Wakil Presiden,
Bapak-Ibu menteri yang saya hormati.
Rapat Terbatas pagi hari ini kembali kita akan berbicara mengenai percepatan pengurangan TBC, Tuberkulosis.
Perlu kembali saya ingatkan bahwa Indonesia masuk ke ranking yang ketiga kasus penderita TB tertinggi di dunia, setelah India dan China. Dan, TBC merupakan salah satu dari 10 penyakit menular yang menyebabkan kematian terbanyak di dunia, lebih besar dibandingkan HIV/AIDS setiap tahunnya.
Dan data yang saya miliki, ini di negara kita di Indonesia di tahun 2017 116.000 (orang) meninggal karena TBC dan (tahun) 2018 98.000 (orang) meninggal karena TBC. Dan juga perlu kita ketahui 75 persen pasien TBC adalah kelompok produktif, artinya di usia-usia produktif 15-55 (tahun). Ini yang juga harus kita waspadai. Oleh sebab itu, kita memiliki target untuk pengurangan tuberkulosis pada tahun 2030 ini menuju ke bebas tuberkolosis. Dan untuk mencapainya saya minta diperhatikan beberapa hal.
Saya kira seperti yang kita lakukan sekarang ini, kita sudah memiliki model untuk COVID-19, yaitu pelacakan secara agresif untuk menemukan di mana mereka, harus dilakukan. Ini mungkin kita nebeng COVID-19 ini, kita juga lacak yang TBC. Dan kita harus tahu bahwa ada 845 (ribu) penduduk penderita TBC dan yang ternotifikasi baru 562 ribu, sehingga yang belum terlaporkan masih kurang lebih 33 persen. Ini hati-hati.
Yang kedua, layanan diagnostik maupun pengobatan TBC harus terus tetap berlangsung, diobati sampai sembuh, kemudian stok obat-obatan juga dipastikan harus tersedia. Dan kalau perlu memang butuh perpres atau permen segera terbitkan sehingga prinsip kita sejak awal; temukan, obati, dan sembuh itu betul-betul bisa kita laksanakan. Seperti yang saya kira yang kita kerjakan terhadap COVID-19 ini kita, kita kopi untuk TBC, jadi jelas ini juga menjadi concern kita untuk menyelesaikan.
Kemudian yang ketiga, upaya pencegahan, upaya preventif, dan promotif untuk mengatasi TBC ini betul-betul harus lintas sektor. Termasuk mungkin dari sisi infrastruktur, semuanya harus dikerjakan, terutama untuk tempat tinggal atau rumah yang lembab, kurang cahaya matahari, tanpa ventilasi. Terutama ini tempat-tempat yang padat ini perlu, kepadatan lingkungan, ini betul-betul sangat berpengaruh terhadap penularan antarindividu. Sehingga ini bukan hanya di Kementerian Kesehatan, bukan hanya Kementerian Sosial tapi juga Kementerian PUPR juga harus dilibatkan di dalam pengurangan TBC ini.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan. Saya enggak tahu apakah ini bisa ditumpangkan di COVID-19, grup, sehingga kendaraannya sama sehingga kita bisa menyelesaikan dua hal yang penting bagi kesehatan rakyat kita. Kalau itu bisa, saya kira akan lebih mempercepat.
Saya rasa itu sebagai pengantar yang bisa saya sampaikan.