Rapat Terbatas mengenai Percepatan Penyelesaian Permasalahan Pertanahan di Sumatra Utara, 11 Maret 2020, di Kantor Presiden, Provinsi DKI Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 11 Maret 2020
Kategori: Pengantar
Dibaca: 740 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yang saya hormati para Menko, para Menteri, Gubernur Sumatra Utara beserta Wali Kota yang hadir.

Kita tahu masalah pertanahan tidak hanya di satu atau dua provinsi saja, tetapi hampir di seluruh provinsi ada masalah yang berkaitan dengan pertanahan. Dan siang-sore hari ini kita akan membicarakan percepatan penyelesaian permasalahan pertanahan di Sumatra Utara, dan sore hari ini hadir Gubernur Sumatra Utara.

Laporan yang saya terima dari Gubernur Sumut, dua masalah pertanahan di Provinsi Sumatra Utara yang membutuhkan putusan yang cepat agar tidak berlarut-larut. Yang pertama adalah eks HGU PTPN II, eks HGU PT Perkebunan Nusantara II. Kemudian yang kedua, terkait dengan sengketa lahan di Pangkalan Udara Soewondo, ini eks airport Polonia Medan.

Terkait dengan eks HGU PTPN II, data yang saya miliki terdapat 5.873 hektare yang telah dikeluarkan dari HGU PTPN II dan statusnya dikuasai langsung oleh negara. Dari luas tersebut, 3.104 hektare belum memperoleh izin penghapusbukuan dari Kementerian BUMN, dan telah ditetapkan daftar nominatif pihak yang berhak. Sedangkan sisanya seluas 2.768 hektare telah memperoleh izin penghapusbukuan. Karena itu dalam Rapat Terbatas ini kita akan fokus untuk membicarakan percepatan penyelesaian lahan eks HGU PTPN II, baik yang telah memperoleh izin pembukuan maupun yang belum.

Tapi sejalan dengan itu, saya minta Kementerian ATR/BPN untuk mengeluarkan kebijakan pembekuan administrasi pertanahan terhadap tanah eks HGU PTPN II untuk menghindari spekulasi tanah. Sehingga tanah eks HGU PTPN II betul-betul dimiliki dan bisa dimanfaatkan oleh rakyat berdasarkan daftar nominatif yang sudah ada, atau dilakukan inventarisasi dan verifikasi ulang oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Utara. Ini tolong betul-betul ada inventarisasi, ada verifikasi ulang.

Kemudian yang kedua, terkait dengan sengketa lahan di Pangkalan Udara Soewondo, eks Bandar Udara Polonia Medan. Laporan yang saya terima ada 591 hektare tanah eks Bandara Polonia, terdapat 302 hektare yang telah dikeluarkan sertifikat hak pakai untuk TNI AU, sedangkan tanah seluas 260 hektare belum memiliki sertifikat. Di atas tanah seluas 260 hektare yang belum bersertifikat terdapat 5.036 KK atau 27.000 warga, termasuk keluarga atau ahli waris penggarap tanah seluas 5,6 hektare yang telah memiliki putusan hukum dari Mahkamah Agung. Karena itu saya minta untuk dicarikan penyelesaian yang adil. Semua opsi penyelesaian harus dibicarakan dengan baik, dan hal ini perlu segera diputuskan karena bukan saja menyangkut aset-aset TNI AU tapi juga menyangkut 27.000 warga yang saat ini menempati 260 hektare eks lahan Bandara Polonia.

Terakhir, berkaca dari kasus Sumatra Utara ini, saya minta kepada seluruh kementerian/lembaga, TNI, Polri, BUMN dan Pemda (Pemerintah Daerah) untuk menertibkan administrasi tata kelola serta menjaga aset-aset yang dimilikinya. Sehingga tidak memunculkan permasalahan pertanahan yang berlarut-larut, apalagi memunculkan konflik antarwarga, antarwarga dengan pemerintah, warga dengan BUMN.  Dan saya minta Menteri ATR untuk menyusun skema penyelesaian tanah aset yang bermasalah atau yang bersengketa yang akan dijadikan pedoman oleh instansi pusat (dan) daerah di seluruh Indonesia.

Saya kira ini akan menjadi contoh kita bersama bagaimana menyelesaikan masalah-masalah yang ada secepat-cepatnya, sehingga tidak berlarut-larut, sampai bertahun-tahun tidak kita selesaikan.

Kita memiliki contoh, kemarin misalnya di Kampar sudah ada contohnya, di Riau, dan di beberapa tempat yang lainnya. Dan khusus terkait aset kementerian atau lembaga yang terlantar yang belum dioptimalkan agar segera dilakukan langkah-langkah terobosan, sehingga aset itu menjadi lebih produktif.

Saya rasa itu sebagai pengantar yang bisa saya sampaikan.

Pengantar Terbaru