Reforma Agraria dalam RPJMN

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 November 2020
Kategori: Opini
Dibaca: 5.091 Kali

Oleh: Usep Setiawan[1]

Sebelum dilaksanakan, agenda reforma agraria dipastikan masuk dalam naskah perencanaan pembangunan, yang dikenal sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang berlaku 5 (lima) tahun. Di mana posisi reforma agraria dalam naskah perencanaan pembangunan nasional yang berlaku dalam lima tahun ke depan?

Secara utuh, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020 – 2024, mengandung 9 bab substansi, yaitu: (1) RPJMN IV 2020 – 2024: Indonesia berpenghasilan menengah – tinggi yang sejahtera, adil dan berkesinambungan; (2) Memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan; (3) Mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan; (4) Meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya saing; (5) Revolusi mental dan pembangunan kebudayaan; (6) Memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar; (7) Membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim; (8) Memperkuat stabilitas polhukam dan transformasi pelayanan publik, dan; (9) Kaidah pelaksanaan.

Posisi reforma agraria dalam RPJMN 2020 – 2024 terdapat di dalam Bab 3 di bawah judul mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan. Kondisi saat ini, naskah RPJMN mengabarkan: ketimpangan, kemiskinan, IPM rendah.

Isu strategis, visi, misi dan renaksi
Isu strategis kewilayahan ada 6 point, pada point ke-5: “Rendahnya kepastian hukum hak atas tanah dan tingginya ketimpangan pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, yang ditandai dengan (a) Cakupan peta dasar pertanahan baru 48,4 persen, (b) Cakupan bidang tanah bersertipikat yang terdigitasi baru 20,91 persen, (c) 26,14 juta rumah tangga tani hanya menguasai rata-rata 0,89 hektar dan 14,25 juta rumah tangga tani hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar/keluarga (Sensus Pertanian BPS, 2013), (d) Sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang terselesaikan baru 4.031 kasus dari total 10.802 kasus yang ditangani”.

Visi pembangunan untuk 5 tahun ke depan bersumber pada kelanjutan, percepatan, pengembangan serta pemajuan visi sebelumnya, yakni: “Maju, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong”.

Visi tersebut dicapai melalui misi: (1) Peningkatan kualitas manusia Indonesia, (2) Struktur ekonomi yang produktif, mandiri dan berdaya saing, (3) Pembangunan yang merata dan berkeadilan, (4) Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan, (5) Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa, (6) Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya, (7) Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga, (8) Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif dan terpercaya, dan (9) Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan.

Mengacu visi dan misi Presiden tersebut, bidang kewilayahan berupaya memperkecil ketimpangan antar daerah, dari 20 program aksi, melalui program aksi ke-6, dalam misi “Pembangunan yang merata dan berkeadilan”, yaitu: Redistribusi aset dan pembangunan berkeadilan, melalui langkah: (1) Mempercepat pelaksanaan redistribusi aset (reforma agraria) dan perhutanan sosial yang tepat sasaran guna memberikan peluang bagi rakyat yang selama ini tidak memiliki lahan/aset untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi, (2) Melanjutkan pendampingan masyarakat dalam penggunaan, pemanfaatan dan produksi atas tanah obyek reforma agraria dan perhutanan sosial sehingga lebih produktif, dan (3) Melanjutkan percepatan legalisasi (sertipikasi) atas tanah-tanah milik rakyat termasuk tanah milik transmigrasi dan tanah wakaf, sehingga memiliki kepastian hukum dan mencegah munculnya sengketa atas tanah.

Arahan umum dan target
Pembangunan kewilayahan diarahkan untuk menyelesaikan isu strategis utama yaitu ketimpangan antar wilayah. Adapun tujuan pembangunan utamanya disusun untuk menyelesaikan isu ketimpangan antar wilayah, antara lain: (1) Meningkatnya pemerataan antar wilayah (KBI, KTI, Jawa-Luar Jawa), (2) Meningkatnya keunggulan kompetitif pusat-pusat pertumbuhan wilayah, (3) Meningkatnya kualitas dan akses pelayanan dasar, daya saing serta kemandirian daerah, dan (4) Meningkatnya sinergi pemanfaatan ruang wilayah.

Sasaran dan arah kebijakan pembangunan berbasis kewilayahan terdiri 11 point, pada point ke-10: Peningkatan kepastian hukum hak atas tanah melalui sertipikasi hak atas tanah terutama di wilayah yang diarahkan sebagai koridor pertumbuhan ekonomi dan pemerataan serta wilayah sekitarnya (termasuk di kawasan transmigrasi), publikasi batas kawasan hutan dan non hutan dalam skala kadastral, dan deliniasi batas wilayah adat.

Strategi pengembangan wilayah: (1) Strategi pertumbuhan dalam kerangka ekonomi makro, dan (2) Strategi pemerataan melalui pemerataan pembangunan di pusat pertumbuhan ekonomi lokal. Program prioritas pembangunan kewilayahan berbasis pulau: Sumatera, Jawa-Bali, Nusra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Setiap program prioritas dilaksanakan 6 kegiatan prioritas, yakni: (1) Pengembangan kawasan strategis, (2) Pengembangan sektor unggulan, (3) Pengembangan kawasan perkotaan, (4) Pemenuhan layanan dasar, (5) Pengembangan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, perdesaan dan transmigrasi, dan (6) Kelembagaan dan keuangan daerah.

Indikator dan target kegiatan prioritas
Dalam Kegiatan Prioritas Kelembagaan dan Keuangan Daerah, ada 18 indikator, pada indikator 16-18: Luas bidang tanah bersertipikat yang terdigitalisasi dan berkualitas baik; Jumlah Kanwil ATR/BPN dan Kantah yang menerapkan pelayanan pertanahan modern berbasis digital; Pembentukan dan operasionalisasi bank tanah.

Dalam Program Prioritas Pengentasan Kemiskinan dalam Kegiatan Prioritas Reforma Agraria, dikandung rincian: (1) Pembaruan kawasan hutan untuk masyarakat pedesaan dan desa (base line 2019: seluas 2 juta ha, target 2020-2024: seluas 10 juta ha); (2) Jumlah bidang tanah yang diredistribusi (base line 2019: sebanyak 750.000, target 2020-2024: sebanyak 7.750.000); (3) Jumlah bidang tanah yang dilegalisasi (base line 2019: sebanyak 6.286.087, target 2020-2024: sebanyak 56.286.087).

RPJMN 2020 – 2024 ini diturunkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2020, Tahun 2021, dan seterusnya. Sehubungan dengan pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia di awal 2020, telah membuat Presiden Jokowi mengubah arah dan fokus program prioritas tahun ini. Sebagaimana disampaikan Presiden pada 31 Mei 2020, reforma agraria dalam makna redistribusi pemilikan tanah untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan baru serta ketahanan pangan tetap dijalankan dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat.

Untuk selanjutnya pemerintah perlu melakukan penyesuaian atas perencanaan pembangunan untuk empat tahun ke depan dengan berbasis RPJMN yang ada, termasuk dalam perencanaan reforma agraria guna mengantisipasi dampak sosial-ekonomi akibat pandemi Covid-19. Tujuannya, selain agar reforma agraria tetap bisa dilaksanakan dengan fokus pada penyelesaian konflik agraria, mengurangi ketimpangan dan memberdayakan rakyat penerima tanah. Sebagai bangsa besar, kita yakin akan bisa melaluinya dengan tangguh secara bersama.***

Jakarta, 2 November 2020

[1] Usep Setiawan adalah Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, lulusan Antropologi FISIP UNPAD, dan Sosiologi Pedesaan FEMA IPB.

Opini Terbaru