Reklamasi Pantai Jakarta, Seskab: Wewenang Pemerintah Pusat, Boleh Didelegasikan ke Pemda

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 6 April 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 36.946 Kali
Seskab Pramono Anung

Seskab Pramono Anung

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung memberikan penjelasan terkait simpang siur perizinan reklamasi pantai utara (Pantura) Jakarta, menyusul penangkapan seorang anggota DPRD DKI Jakarta terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Reklamasi di Jakarta.

Menurut Seskab, izin reklamasi Pantura diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 tahun 1995. Dalam Pasal 4 Keppres itu disebutkan, pasal 4, wewenang dan tanggungjawab reklamasi pantura berada pada Gubernur DKI.

“Seperti yang saya sampaikan pada awal, reklamasi itu kewenangan pemerintah pusat, pemerintah pusat boleh mendelegasikan kepada pemerintah daerah (Pemda),” kata Pramono di ruang kerjanya di Gedung III lantai 2 Kemensetneg, Jakarta, Rabu (6/4) sore.

Pramono menunjuk contoh yang sederhana tentang permasalah reklamasi yang masih belum terselesaikan di Bali, dimana izin reklamasi tersebut dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Berkaitan reklamasi pantura Jakarta, Seskab menjelaskan pada tahun 1995 itu kewenangan sudah diberikan kepada pemerintah DKI Jakarta, tetapi kemudian melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2008 kewenangan itu dicabut.

“Yang dicabut apa? Yang dicabut adalah hal yang mengatur tata ruang. Tetapi kewenangan terhadap reklamasinya sendiri masih ada, masih diberikan. Nah, kemudian keluarlah Perpres Nomor 122 tahun 2012,” jelas Pramono.

Dalam Pasal 16 Perpres Nomor 122 tahun 2012, lanjut Seskab, Menteri Kelautan dan Perikanan memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada kawasan strategis nasional tertentu, kegiatan reklamasi lintas provinsi dan kegiatan reklamasi pelabuhan yang dikelola oleh pemerintah.

“Kalau membaca ini maka, pasal 16 tersebut reklamasi pantura Jakarta bukan merupakan kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan, tetapi ada hal yang berkaitan dengan KLHS, yaitu Kajian Lingkngan Hidup Strategis,” jelas Mas Pram, panggilan akrab Pramono Anung.

Seskab menjelaskan, KLHS diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, dimana dalam pasal 15 disebutkan UU, pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melaksanakan KLHS.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis sebagai mana dimaksud, lanjut Seskab, adalah dalam menyusun dan evaluasi:  a. Rencana tata ruang  tata wilayah RTRW beserta rencana rincian rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah nasional provinsi dan kabupaten kota; b.  kebijakan perencanaan dan atau program berpotensi menimbulkan dampak dan atau lingkungan hidup.

“Nah yang diatur di sini adalah RTRW, jadi rencana tata ruang wilayah provinsi, sedangkan reklamasi yang kemarin sudah pada tahap pelaksanaannya,” jelas Seskab.

Lebih lanjut, Seskab menjelaskan, dalam Pasal 69 Perpres Nomor 54 tahun 2008 diatur mengenai peraturan zonasi untuk kawasan pantura Jakarta. Ia menyampaikan, sepanjang tata ruang wilayah dan atau rencanan rinci tata ruang berikut zonasi belum ditetapkan, digunakan rencana tata ruang kawasan Jabodetabekpunjur sebagai acuan pemberian izin pemanfaatan ruang. “Artinya reklamasi jakarta juga bukan merupakan daerah yang masuk dalam zonasi,” terang Seskab kepada wartawan.

Hal lain yang menjadi masalah adalah berkaitan pada konstribusi pengembang yang tidak diatur dalam Perpres. Inilah yang menurut Seskab menjadi persoalan.

“Mau 30 persen, mau 20 persen, mau 15 persen mau 5 persen, itu diatur dalam Perda. Perdanya yang  belum ada, maka kemarin yang kemudian menjadi persoalan adalah ketika Perda yang mengatur itu yang melibatkan DPRD provinsi,” ungkap Pramono.

Untuk itu, lanjut Seskab dari penjelasan tersebut, memang Gubernur DKI Jakarta mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan izin reklamasi pantura Jakarta, karena pemerintah pusat telah memberikan delegasi kepada pemerintah DKI Jakarta.

Seskab juga menyampaikan, reklamasi pantura Jakarta tidak memerlukan izin Menteri Kelautan dan Perikanan karena bukan tiga hal tadi, di antaranya tidak memerlukan KLHS karena tahapannya bukan lagi tahapan RTRW provinsi tetapi sudah pelaksanaan. Kemudian, reklamasi Jakarta juga tidak memerlukan zonasi

“Nah sumber permasalahan dari reklamasi Jakarta ini adalah persoalan kontribusi pengembang. Memang itu tidak diatur dalam Perpres tadi. Harusnya itu diatur dalam perda. Jadi ini persoalan yang sebenarnya,” terang Seskab.

Namun, berkaitan pelaksanaan di lapangan, Seskab mengatakan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ada benarnya karena masuk dalam wilayah yang overlapping.  “Maka supaya ini tidak menjadi persoalan dikemudian hari, lebih baik pemerintah daerah Jakarta dan Menteri Kelautan dan Perikanan duduk bersama dan dengan Kementerian Lingkungan Hidup untuk memetakan secara keseluruhan. Karena kalau dilihat di lapangan pasti (bisa) pelaksanaannya apakah 100% sama dengan yang saya jelaskan tadi (dan) ada kemungkinan berbeda,” tutur Seskab.

(FID/JAY/ES)

 

Berita Terbaru