Rumah Swadaya Untuk Warga Miskin
Pembangunan rumah swadaya merupakan program pemerintah untuk membantu warga miskin agar memiliki rumah yang layak huni. Program ini menjadi salah siatu program unggulan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), yang memang ditugaskan Presiden untuk menangani masalah perumahan.
Program ini pada dasarnya merupakan stimulan atau pendorong bagi warga miskin agar bisa memperbaiki rumahnya yang rusak, baik rusak ringan maupun rusak berat sehingga menjadi layak huni. Dengan bantuan dan stimulan dari pemerintah, diharapkan masyarakat secara bersama-sama bisa turut membantu memperbaiki rumah warga miskin, baik dalam bentuk material bangunan, dana, tenaga dan lain sebagainya. Dengan kata lain, pembangunan rumah swadaya juga turut membangun budaya gotong royong di masyarakat agar kembali kuat. Besarnya bantuan rumah swadaya disesuaikan dengan kerusakan setiap rumah. Jika rusak ringan mendapat bantuan Rp 6 juta Rp 7,5 juta atau disebut dengan bantuan Peningkatan Kualitas (PK) sementara jika rumah rusak berat diberikan bantuan Rp 13 juta Rp 15 juta per unit atau disebut bantuan Pembangunan Baru (PB). Khusus untuk Papua bantuannya mencapai Rp 30 juta per unit, mengingat harga bahan bangunan di sana yang memang mahal.
Potret pelaksanaan pembangunan rumah swadaya bisa dilihat di Desa Mantaren II, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau. Sebagian besar masyarakat di desa ini menggantungkan hidupnya dari usaha bertani dan berternak. Usaha pertanian yang digeluti adalah pertanian padi, sayuran dan palawija, serta ternak sapi dan kambing. Desa yang memiliki 767 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk mencapai 2.369 jiwa ini, merupakan penerima manfaat program rumah swadaya paling banyak di Kabupaten Pulang Pisau.
Jumlah penerima bantuan rumah swadaya tahun 2012 di desa ini, tercatat 230 rumah atau 29,9% dari total 767 KK. Setiap rumah tangga mendapat bantuan sebesar Rp 6 juta, sehingga total bantuan yang diterima desa ini mencapai Rp 1,38 miliar. Proses pencairan dana tersebut dilakukan melalui transfer ke rekening masing-masing warga penerima bantuan. Pembuatan rekening dilakukan oleh Kemenpera, sehingga warga tidak direpotkan dengan urusan pengurusan rekening dan administrasinya.
Guna mengawasi agar penggunaan dana tepat sasaran, dibentuk Tim Pendamping Masyarakat (TPM) sebanyak 3 orang. Tim Pendamping bertugas mengawasi agar dana sampai di tangan penerima dan seluruhnya dipergunakan untuk kebutuhan perbaikan rumah. Tim Pendamping juga bertugas memberikan bimbingan dalam mengatur pembelian bahan bangunan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing rumah.
Para penerima manfaat kemudian , kelompok yang terdiri dari 10 – 11 orang per kelompok, sehingga total ada 20 kelompok. Pembentukan kelompok bertujuan agar pembangunan rumah dilaksanakan secara gotong-royong, sehingga dana seluruhnya dipergunakan untuk pembelian bahan bangunan. Satu rumah pada umumnya diselesaikan dalam 3 hari, secara bergiliran dari satu rumah ke rumah yang lain. Dengan demikian satu kelompok akan bergotong-royong selama 33 hari, sampai seluruh rumah anggota kelompok selesai diperbaiki.
Besarnya dana yang mengalir ke desa ini, disambut suka cita oleh masyarakat termasuk kepala desa dan perangkatnya. Sang kepala desa, Supardi, merupakan orang yang awalnya berinisiatif mengajukan program rumah swadaya setelah melihat berita di televisi, bahwa pemerintah menggulirkan Program Rumah Swadaya untuk membantu warga miskin. Awalnya saya melihat tayangan di televisi ada program perbaikan rumah bagi warga miskin. Saya yakin niat pemerintah baik, makanya saya langsung buat proposal langsung ke kementerian. Dari kementerian kemudian diarahkan agar berkoordinasi dengan Pemda untuk memperbaiki proposal yang diajukan. Akhirnya, dengan bimbingan dari Pemda, desa kami bisa mendapat bantuan perbaikan rumah, tutur Kepala Desa, Supardi.
Program rumah swadaya di Desa Mantaren II, telah mengubah rumah warga miskin yang sebelumnya banyak yang bocor, lapuk bahkan hampir roboh, kini menjadi baik kembali, atau dengan kata lain menjadi layak huni. Atap rumah yang sebelumnya dari rumbia dengan bocor di sana sini, kini telah berganti dengan atap asbes yang bebas bocor. Dinding yang sebelumnya berupa kayuk yang sudah lapuk atau bahkan sebagian dari terpal, kini diganti dengan kayu yang baru dan sebagian diganti dengan tembok walaupun tanpa plester. Lantai rumah yang sebelumnya tanah sebagian sudah berganti dengan semen kasar, serta lantai rumah yang menggunakan kayu lapuk, kini diganti kayu baru sehingga kebih kuat, aman dan nyaman.
Sepanjang peninjauan dari rumah ke rumah penerima manfaat rumah swadaya, tampak raut muka gembira terpancar dari wajah mereka. Senyum lepas yang keluar dari bibir mereka menandakan hatinya sedang bahagia. Bahagia, karena diperhatikan oleh pemerintah hingga perbaikan rumah yang sebelumnya tidak mereka bayangkan. Selama ini, keluarga miskin telah mendapat berbagai Program Pro Rakyat seperti Raskin, Jamkesmas untuk berobat gratis, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta terbaru mendapat dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp 600 ribu.
Bantuan rumah swadaya memberikan semangat mereka untuk memperbaiki rumahnya. Sebagian warga merelakan menjual ternaknya sebagai tambahan untuk perbaikan rumah. Kebahagiaan mereka semakin lengkap, karena seiring dengan pembangunan rumah, pemerintah juga memberikan bantuan pemasangan listrik secara gratis. Lengkap sudah kebahagiaan mereka, bahagia karena rumahnya sudah layak huni serta rumah mereka juga menjadi terang benderang dengan adanya sambungan listrik.
Kebahagiaan salah satunya terpancar dari wajah Rumiati, salah satu warga Desa Mentaren II yang mendapat bantuan rumah swadaya berikut pemasangan listrik gratis. Ibu yang memiliki 5 anak ini merasa bersyukur karena rumahnya tidak lagi bocor ketika hujan tiba. Begitu juga lantai rumah yang terbuat dari kayu yang dulu banyak bolong, kini telah diganti dengan kayu baru. Sekarang rumah sudah enak, sudah nyaman tidak takut bocor lagi. Dulu papan rumah banyak yang bolong, kalau jalan harus hati-hati takut terperosok, sekarang sudah diganti baru, lebih enak dan aman, tuturnya.
Ibu yang memiliki 5 anak ini juga merasa bersyukur karena rumahnya kini sudah berlistrik tanpa harus membayar. Penerangan rumah yang sebelumnya menggunakan lampu minyak tanah, kini menggunakan listrik sehingga tampak jauh lebih terang. Saya juga bingung waktu itu ada yang masang listrik, karena saya tidak mendaftar listrik, takut disuruh bayar. Tapi kata Pak Kades tenang aja, gratis katanya dan memang benar ternyata gratis, saya sangat bersyukur atas bantuan semuanya, tuturnya.
Ia juga merasa bersyukur karena mendapat bantuan pemerintah melalui Program Pro Rakyat seperti Raskin, Jamkesmas, BOS dan BLSM. Dua anak saya yang kelas 5 dan 6 SD, sekolahnya gratis. Saya juga mendapat bantuan dana BLSM Rp 600 ribu yang dipergunakan untuk memperbaiki sepeda anak untuk ke sekolah, imbuhnya. Sehari-hari ia bertani di lahan seluas seperempat hektar serta berternak sapi di samping rumahnya. Saat ini ia memelihara 2 ekor sapi yang akan dijual setelah dilakukan penggemukan selama 6 bulan. Ia membeli bibit sapi seharga Rp 4,5 juta kemudian dijual seharga Rp 6 juta, sehingga mendapat pemasukan sebesar Rp 3 juta setiap 6 bulan.
Kebahagiaan yang sama juga dirasakan Tunut dan Supriati, suami istri warga RT 4, Desa Mentaren II yang juga mendapat bantuan rumah swadaya berikut pemasangan listrik gratis. Selain itu, ia juga mendapat Raskin, Jamkesmas dan BOS. Rumah yang sebelumnya beratap ilalang dengan penuh tambalan, kini berganti menjadi asbes. Alas rumah yang dulunya tanah, kini telah disemen kasar serta dindingnya sebagian menggunakan batako dan sebagian menggunakan kayu. Dulu rumah saya hampir roboh, atapnya ilalang, sudah saya tambal terus karena sering bocor, sekarang diganti asbes jadi bebas bocor. Sekarang sudah nyaman, tidurpun nyenyak, terima kasih kepada pemerintah yang telah membantu memperbaiki rumah saya, tutur Tunut.
Selain rumahnya sudah layak huni, ia juga merasa senang karena mendapat bantuan pemasangan listrik gratis. Ia tidak menyangka ketika datang tim dari PLN yang memasang instalasi listri di rumahnya. Dulu penerangan rumah pakai lampu dari botol, sekarang sudah ada listrik, rumah jadi terang dan bisa nonton tv, tuturnya.
Ketika dikunjungi Tim Bertindak Untuk Rakyat, ia sedang memperluas dapurnya karena masih ada sisa bahan bangunan yang belum terpakai. Di depan rumah tampak tumpukan batako yang dulu dibelinya dari dana bantuan pemerintah. Sehari-hari ia bekerja sebagai buruh bangunan dengan penghasilan rata-rata Rp 60 ribu per hari. Selain itu ia dan istrinya juga bertani padi dan sayuran seperti kangkung, sawi dan kacang. Setiap minggu, ia memanen sayuran yang dijual ke pasar. Dari hasil penjualan sayuran itu, ia mendapat penghasilan sekitar Rp 100 ribu. Alhamdulillah, saya juga bisa mencicil motor, dengan bayar uang muka Rp 2,5 juta dan cicilan Rp 660 ribu per bulan. Motor ini sangat penting untuk kerja kalau lokasinya agak jauh, tuturnya.
Di lain pihak, sang istri, Supriati mengaku senang karena anaknya bisa sekolah gratis dengan dibiayai BOS. Selain itu, ia juga mendapat Jampersal ketika melahirkan anaknya yang kedua pada bulan Februari 2013. Waktu itu saya melahirkan di rumah sakit, karena ada Jampersal jadi semuanya gratis, tuturnya.
Penerima manfaat rumah swadaya lainnya adalah Saila, yang sehari-hari bekerja sebagai penjual sayuran dan beternak sapi. Rumah yang dulunya beratap ilalang, kini diganti dengan asbes, sementara dinding yang dulu dari terpal dan sebagian anyaman bambu sehingga kerap mengalami kedinginan, kini diganti dengan batako yang sehingga tampak lebih rapi dan nyaman. Sementara alas rumahnya yang dulu dari tanah, kini telah disemen kasar. Untuk memaksimalkan perbaikan rumahnya, ia menjual satu ekor sapi seharga Rp 6 juta untuk dipergunakan menambah pembelian bahan bangunan. Kini rumahnya telah disulap dari gubuk menjadi tembok, lebih nyaman dan lebih bersih. Saya bersyukur mendapat bantuan perbaikan rumah, sehingga rumah lebih nyaman. Saya juga merasa senang, karena mendapat bantuan pemasangan listrik gratis, tuturnya.
Ia juga merasa senang karena mendapat bantuan Raskin, Jamkesmas, Raskin dan BLSM. Tak hanya itu, usahanya juga mendapat suntikan dana bergulir dari PNPM Mandiri sebesar Rp 5 juta. Berkat modal PNPM Mandiri, ia bisa berjualan sayuran Pasar Mitren dengan penghasilan bersih rata-rata Rp 100 ribu per hari. Saya mendapat dua kali dana bergulir dari PNPM, pertama sebesar Rp 3 juta dan kedua sebesar Rp 5 juta. Dari modal itu, saya bisa usaha berjualan sayuran di pasar, tuturnya.
Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu daerah penerima bantuan rumah swadaya. Pada tahun 2012 jumlah penerima bantuan rumah swadaya tercatat 433 unit dengan dana Rp 2,598 miliar. Bantuan rumah tersebut tersebar di tiga desa yakni Desa Mantaren II, Kecamatan Kahayan Hilir sebanyak 230 unit, Desa Kantan Dalam, Kecamatan Pandih Batu sebanyak 94 unit dan Desa Kantan Muara, Kecamatan Pandih Batu sebanyak 109 unit. Jumlah penerima bantuan rumah swadaya tahun 2013 ditingkatkan menjadi 549 unit dengan anggaran Rp 4,41 miliar. Perinciannya sebanyak 510 merupakan bantuan Peningkatan Kualitas di mana masing-masing mendapat Rp 7,5 juta sehingga total Rp 3,825 miliar dan sebanyak 39 unit merupakan Pembangunan Baru di mana masing-masing mendapat bantuan Rp 15 juta sehingga total bantuan Rp 585 juta.
Bantuan rumah swadaya tahun 2013 tersebar di 8 desa di 2 kecamatan yakni Desa Sie Baru Tewu, Kanamit, Kanamit Jaya, Wono Agung, Badirih, Maliku Baru dan Kanamit Barat di Kecamatan Maliku serta Desa Talio Hulu di Kecamatan Pandih Batu. Total bantuan rumah di Kecamatan Maliku tercatat 535 unit Peningkatan Kualitas senilai Rp 3,79 miliar dan Pembangunan Baru sebanyak 35 unit dengan nilai bantuan Rp 525 juta. Sementara di Kecamatan Pandih Batu jumlah bantuan tercatat 75 unit Peningkatan Kualitas dengan nilai Rp 622,5 juta dan 4 unit Pembangunan Baru dengan nilai bantuan Rp 60 juta. Secara nasional, pada tahun 2012 pemerintah mengucurkan dana Rp 1,6 triliun untuk membangun 248.134 unit rumah swadaya dan tahun 2013 sebesar Rp 2,296 triliun untuk membangun 225.102 unit rumah swadaya. (Firman dan Yogi)