Sambutan Presiden Joko Widodo pada Groundbreaking Pesantren Majelis Tafsir Al Quran, 15 Juli 2018, di Desa Pojok, Mojogedang, Karanganyar, Jawa Tengah

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 15 Juli 2018
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 4.118 Kali

Logo-Pidato2Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin, wassalatu was salamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,

Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin, wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati yang mulia para ulama yang hadir, wabil khusus pimpinan Majelis Tafsir Al Quran (MTA) Al-ustaz Bapak Drs. Ahmad Sukina, beserta jajaran pengurus MTA dan seluruh keluarga besar MTA yang pada pagi hari ini hadir,
Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja, Pak Menteri Sekretaris Negara, Pak Menteri PUPR,
Bapak Gubernur Jawa Tengah,
Bapak Bupati Karanganyar, beserta seluruh jajaran yang pada pagi ini hadir,
Pak Pangdam, Pak Kapolda,
Bapak-Ibu tamu undangan yang berbahagia.

Tadi sebelum masuk ke ruangan ini saya sudah dijelaskan oleh Bapak Ustaz Sukina  mengenai Pondok Pesantren MTA ini, Pondok Pesantren Majelis Tafsir Al Quran yang pada pagi hari ini akan dimulai peletakan batu pertamanya.

Saya melihat ini adalah sebuah visi besar MTA, melihat ke depan, melihat ke depan. Tadi diterangkan, ada sekolahnya, ada asramanya, ada hall untuk olahraga, dan fasilitas-fasilitas yang lain seluas kurang lebih 10 hektar. Artinya MTA betul-betul memiliki sebuah visi besar dalam dakwah, yang kita tahu saat ini negara kita, Indonesia, banyak sekali terkena infiltrasi, terkena intervensi, terkena masukan-masukan nilai-nilai budaya asing, nilai-nilai budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya dan nilai-nilai ke-Indonesia-an kita. Oleh sebab itu, pembangunan masyarakat yang berakhlakul karimah, yang bertauhid, saya kira menjadi pekerjaan besar kita semuanya agar nilai-nilai yang ada di negara kita Indonesia ini tidak berubah.

Yang kedua, Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, saya ingin mengingatkan kepada kita semuanya bahwa negara kita, Indonesia, ini negara besar, negara besar. Dan Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Inilah yang selalu saya sampaikan di setiap summit, setiap konferensi internasional, bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, karena banyak negara lain yang kepala negara/kepala pemerintahannya tidak tahu mengenai itu sehingga perlu kita jelaskan.

Sekali lagi, Indonesia adalah negara besar, penduduknya sekarang sudah 263 juta. Kita memiliki 17.000 pulau, memiliki 514 kabupaten/kota, 34 provinsi. Dan kita juga memiliki 714 suku, memiliki 1.100 lebih bahasa daerah. Dan kita dianugerahi oleh Allah perbedaan-perbedaan yang sangat besar. Berbeda-beda suku, berbeda-beda agama, berbeda-beda bahasa daerah, berbeda-beda adat, berbeda-beda tradisi. Inilah yang patut kita syukuri, alhamdulillah bahwa sampai saat ini, dan kita harapkan sampai hari akhir nanti, negara kita ini tetap bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan saya mengajak kita semuanya untuk terus merawat ukhuwah islamiyah kita. Merawat, menjaga, dan memelihara ukhuwah wathaniyah kita. Karena memang anugerah yang diberikan Allah kepada bangsa kita adalah berbeda beda. Saya ulangi lagi, berbeda-beda suku, agama, bahasa daerah, adat, tradisi, berbeda-beda.

Di satu provinsi saja, masalah bahasa, satu provinsi yang saya alami, di Sumatra Utara misalnya, pas salam “assalamu’alaikum”, biasanya kalau di Medan itu “horas!”, iya kan? Horas. Begitu masuk di tengah itu sudah berbeda lagi. Saya pernah ditegur, “Pak, kalau di sini itu bukan horas, Pak. Di sini mejuah-juah”. Ternyata berbeda. Begitu masuk ke timur lagi, beda lagi, “Pak, di sini bukan mejuah-juah, bukan horas, Pak. Di sini juah-juah”. Beda lagi. Ini di Sumut. Begitu masuk ke selatan beda lagi, “Pak, di sini bukan horas, bukan mejuah-juah, bukan juah-juah, di sini ya’ahowu”. Ini baru satu provinsi. Bayangkan kita memiliki 514 kota dan kabupaten.

Bandingkan coba kita dengan Singapura. Saya tanya Dubes Singapura, ada berapa suku di Singapura. 4, Indonesia 714. Di Afghanistan saya ketemu Dr. Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan. Dua kali saya ketemu dengan beliau, ada berapa suku di Afghanistan. 7 suku di Afghanistan, 7, Indonesia 714. Bayangkan betapa negara kita ini memang perbedaannya. Ini anugerah Allah yang diberikan kepada kita Bangsa Indonesia. Berbeda-beda.

Jangan sampai perbedaan itu retak, pecah, gara gara kita tidak bisa merawat dan menjaga. Dan itu saya lihat sering dimulai dari pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden. Rugi besar kita kalau hal ini kita terus-teruskan. Pesta demokrasi itu setiap lima tahun selalu ada, mau berbeda-beda pilihan silakan. Pilihan politik berbeda tidak apa-apa, tapi jangan sampai karena perbedaan politik tidak saling sapa antartetangga, tidak saling tegur sapa antarteman, tidak saling tegur sapa antarkampung. Akan rugi besar kita, akan rugi besar kita. Pilihan presiden sudah 4 tahun lalu sampai sekarang masih dibawa-bawa.

Negara kita ini berbeda-beda ini sudah anugerah yang diberikan Allah kepada  bangsa kita, Indonesia, yang patut kita syukuri. Tapi sekali lagi, jangan sampai karena pilihan politik kita ini jadi pecah, jadi retak. Jangan. Bersatu saja, kita bersatu saja, belum tentu kita bisa memenangkan persaingan global. Belum tentu kita bisa mengatasi  tantangan-tantangan besar kita. Intervensi budaya luar, intervensi nilai-nilai ke-Indonesia-an kita, perang dagang, radikalisme, terorisme, apalagi kita tidak rukun, tidak bersatu.

Sekali lagi, perlu saya ingatkan, kita adalah saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air. Kita ini sering kalau sudah masuk ke politik itu adanya su’ud tafahum, gampang curiga, gampang berprasangka jelek, berpikir negatif  ke orang lain. Kenapa kita tidak khusnul tafahum, berprasangka baik  terhadap orang lain, berprasangka dengan penuh kecintaan terhadap  orang lain, berprasangka positif terhadap orang lain. Jangan sampai hal-hal berpikiran negatif, berpikiran jelek, berprasangka buruk terus kita kembangkan. Saling mencela, saling mencemooh, saling menjelekkan, coba lihat di media sosial sekarang. Bagaimana  kita akan membangun masyarakat yang akhlakul karimah, yang bertauhid  kalau ini kita terus-teruskan?

Silakan, sekali lagi, mau pilih bupati yang A silakan coblos yang A, pilih wali kota yang B silakan coblos  yang B, mau pilih gubernur yang G ya coblos yang G. Saya berani ngomong karena sudah kejadian. Kalau belum kejadian dipikir saya mempengaruhi. Ndak. Inilah yang harus  kita kerjakan. Kita ini memiliki tata krama, memiliki unggah-ungguh, memiliki etika, memiliki nilai-nilai. Tidak pernah Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk suudzon, untuk berprasangka jelek, mencela orang lain, enggak ada. Mencemooh orang lain enggak ada. Kita ini sering tidak bisa membedakan, “Pak, ini kritik”. Mana kritik, enggak bisa membedakan kritik dan mencemooh, enggak, kritik dan mencela tidak ada bedanya, kritik dan menjelekkan tidak ada bedanya. Kritik itu adalah memberikan masukan yang konstruktif dengan data-data, dengan solusi-solusi, itu kritik. Sampaikan, tidak apa apa tapi kalau sudah mencemooh, mencela, menjelekkan, menghujat, memfitnah, nyinyir, itu yang banyak sekarang, terutama di media sosial. Tidak tahu siapa ini yang buat.

Jadi marilah kita bersama-sama berpikir selalu positif karena tantangan-tantangan yang di hadapan kita ini tidak gampang. Tidak gampang. Dan kita telah, alhamdulillah, dalam pilkada ada di Tanah Air kita ada 171 pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur berjalan dengan baik. Saya melihat masyarakat juga semakin matang dalam berpolitik, semakin dewasa dalam berdemokrasi, bisa memilih pemimpin-pemimpin yang baik. Kalau memilih itu dilihat track record-nya seperti apa, rekam jejaknya seperti apa, prestasinya apa dilihat, kinerjanya seperti apa dilihat. Fakta-fakta itu ada semuanya, bukti-bukti itu dilihat. Mau milih bupati, dilihat. Rekam jejaknya baik tidak? Prestasinya baik tidak? Kinerjanya baik tidak? Dan saya melihat yang terpilih sekarang ini, bupati, wali kota, gubernur, wakil bupati, wakil wali kota, wakil gubernur, semuanya saya melihat masyarakat semakin dewasa, semakin matang, semakin tahu mengenai bagaimana cara berpolitik yang baik.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya mengucapkan selamat kepada MTA atas visi besar membangun pondok pesantren di Kecamatan Mojogedang, Karanganyar ini. Semoga ini menjadikan ke depan MTA memberikan kontribusi besar terhadap bangsa, negara, dan rakyat Indonesia.

Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru