Sambutan Presiden Joko Widodo pada Pembukaan Kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) XXX, 14 Februari 2018, di Auditorium Universitas Pattimura, Kota Ambon, Provinsi Maluku

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 22 Maret 2018
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 6.178 Kali

Logo-Pidato2Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh,
Bismillaahirrahmaanirrahim,
Alhamdulillahirabbil’alamin wassalatu wassalamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Syaloom,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Ketua MPR RI, Ketua DPD RI, dan seluruh Ketua/Pimpinan lembaga negara yang hadir;
Para Menteri Kabinet Kerja, Gubernur Maluku, Wakil Gubernur Maluku, Wali Kota Ambon yang saya hormati;
Yang saya hormati Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam, beserta seluruh jajaran pengurus dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, khususnya Ketua HMI Adinda Mulyadi P. Tamsir;
Yang saya hormati Ketua dan Anggota Presidium Korps Alumni HMI Bapak Akbar Tandjung, beserta seluruh anggota KAHMI yang hadir, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu;
Segenap peserta kongres dan seluruh kader HMI yang saya banggakan;
Serta tuan rumah pemilik gedung ini, Pak Rektor Universitas Pattimura, beserta seluruh rektor yang hadir.

Dalam rangka rangkaian acara menghadiri Kongres HMI ke-XXX ini, saya tadi pagi sudah berkunjung ke dua titik, sebelum jam 09.00 tadi, untuk melihat pelaksanaan program Padat Karya Tunai yang dikerjakan oleh Kementerian PU dan di tempat yang lain oleh Kementerian Desa.

Saya ingin memastikan bahwa program-program yang ada itu berjalan dan masyarakat yang terlibat di dalamnya juga mendapatkan manfaat dari program yang ada. Saya juga memonitor pelaksanaan program Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan untuk keluarga-keluarga prasejahtera. Juga memastikan bahwa sertifikat tanah untuk rakyat itu juga berjalan sesuai yang kita harapkan, karena ini adalah masalah besar yang kita hadapi. Dari 126 juta sertifikat yang harusnya dipegang rakyat, sampai saat ini baru 51 juta yang baru bisa diberikan. Karena dulu-dulunya setiap tahun kita hanya bisa memberikan 500 ribu sertifikat setiap tahun dari seluruh Kantor BPN yang ada di tanah air. Mulai tahun kemarin dan tahun ini, saya sudah targetkan tahun ini harus keluar sertifikat dan diberikan pada rakyat minimal tujuh juta. Dari 500 ribu per tahun menjadi tujuh juta. Saya pastikan pegawai-pegawai BPN enggak pernah tidur, karena dari 500 ribu menuju ke tujuh juta itu tidak mudah. Tahun kemarin lima juta juga alhamdulillah bisa kita berikan kepada rakyat sertifikat tersebut.

Selama tiga tahun ini, saya selalu melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah pinggiran, daerah-daerah perbatasan untuk memastikan bahwa program untuk masyarakat bawah bisa terlaksana dengan baik. Untuk meyakinkan agar pembangunan infrastruktur dasar di daerah pinggiran juga benar-benar terlaksana dengan baik. Apa yang saya lakukan, yang Pemerintah lakukan adalah mirip-mirip persis seperti tema Kongres HMI kali ini, yaitu meneguhkan kebangsaan dan wujudkan Indonesia berkeadilan.

Para hadirin yang saya hormati,
Prioritas Pemerintah membangun infrastruktur, membangun jalan, membangun jembatan, pelabuhan, bandar udara, waduk, pembangkit listrik, adalah sebuah langkah awal yang dibutuhkan sebagai prasyarat pembangunan yang berkelanjutan. Untuk menopang ekonomi nasional kita, untuk bisa berkompetisi dengan negara-negara yang lain. Karena stok infrastruktur kita, laporan yang saya terima, baru mencapai 38 persen. Jauh kalau kita bandingkan dengan negara-negara tetangga kita.

Selain itu, infrastruktur juga untuk mempersatukan Indonesia. Saya pernah terbang dari bandara di Aceh kemudian turun di bandara di Wamena, memakan waktu 9 jam 15 menit. Betapa negara kita Indonesia itu bentangan panjangnya betul-betul sangat panjang dan sangat luas sekali. Itu kalau diukur dari London itu sampai ke Istanbul di Turki, sudah melewati berapa negara. Sangat panjang sekali. Inilah pentingnya infrastruktur, juga sangat penting dalam membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena kita juga melihat fakta bahwa infrastruktur di sebelah barat di wilayah barat, di wilayah tengah, dan di wilayah timur, itu yang paling tertinggal infrastrukturnya adalah wilayah di bagian timur.

Pembangunan infrastruktur itu adalah layanan dasar untuk rasa keadilan kita. Untuk menerangi desa yang selama ini gelap gulita. Untuk menyediakan air yang selama ini banyak daerah kekeringan, itulah pentingnya waduk. Untuk memperlancar arus barang bagi mereka yang selama ini terisolasi. Untuk membuka akses bagi mereka yang selama ini tidak terhubung. Dan untuk memberikan rasa keadilan terhadap mereka yang selama ini terabaikan.

Saya berikan sebuah gambaran jalan di Papua sebelumnya seperti apa. Itu jalan di Papua (Presiden menunjuk gambar slide, red). Perjalanan 150 kilometer bisa menempuh 2-3 hari karena jalannya seperti ini. Kalau ada orang menyampaikan infrastruktur tidak penting, lihatlah kondisi seperti ini. Ini jalan. Bahkan menanak nasi ini di jalan, karena berhari-hari. Kondisi-kondisi seperti ini yang sering tidak kita bayangkan. Berjalan dalam sebuah rentang yang pendek tapi memakan waktu dua hari. Kalau gambar-gambar seperti ini tidak kita tayangkan mungkin orang tidak mengetahui. Jalan utama ini.

Kita ingin membangun Indonesia yang lebih adil. Kartu Indonesia Pintar, ini untuk menjamin semua anak Indonesia mendapatkan kesempatan bersekolah. Sudah kita berikan kepada delapan belas juta anak. Kartu Indonesia Sehat, untuk menjamin semua warga negara mampu mengakses pelayanan kesehatan, ini sudah kita berikan kepada sembilan puluh dua juta warga kita. Kemudian untuk keluarga prasejahtera, Program Keluarga Harapan, sudah kita berikan tahun kemarin kepada enam juta keluarga atau KK, tahun ini sepuluh juta KK, untuk membantu kebutuhan dasar bagi masyarakat yang tidak mampu. Dan sistem-sistem seperti ini memang harus terus kita bangun agar kesenjangan antara kaya dan miskin ini bisa kita kurangi sebanyak-banyaknya.

Kita juga sudah memulai pendirian bank wakaf mikro. Bulan Desember sudah kita buka, saya kira bulan ini kita akan lebih perbanyak lagi bank wakaf mikro dengan biaya administrasi hanya dua persen, untuk mendukung kewirausahaan umat. Ini kita dirikan di pesantren-pesantren yang sudah memiliki komunitas bisnis dengan modal di setiap bank wakaf mikro kurang lebih delapan miliar. Hal seperti ini mungkin tidak terpantau oleh masyarakat. Tetapi ini akan terus tahun ini kita kerjakan sebanyak-banyaknya untuk membuka bank wakaf mikro ini. Karena memang ini sangat diperlukan untuk pinjaman-pinjaman yang kecil-kecil, lima ratus ribu, satu juta, dua juta, tetapi masyarakat/umat di bawah ini sangat memerlukan sekali.

Hadirin yang berbahagia,
Kepedulian kita bukan hanya terbatas di dalam negeri. Kita juga ingin peduli terhadap saudara-saudara kita di negara-negara sahabat. Saudara kita sesama muslim di Timur Tengah, di Asia Selatan, di Afrika ada yang dilanda konflik, ada yang dilanda perang saudara, yang peradabannya mundur puluhan tahun bahkan ratusan tahun ke belakang karena konflik dan perang saudara. Kita terus membantu perjuangan saudara-saudara kita di Palestina melawan penindasan dan ketidakadilan.

Kita ingat tahun 2016 menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI yang membahas tentang Palestina dan Al Quds. Kita juga telah membuka Konsulat Kehormatan Republik Indonesia di Ramallah di Maret 2016. Kemudian kita juga mendorong penyelenggaraan KTT Luar Biasa OKI di Istanbul, Turki pada bulan Desember 2017 yang lalu, yang menentang pengakuan sepihak Amerika Serikat terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel. Dalam menyelenggarakan KTT tersebut, KTT Luar Biasa di OKI misalnya,  hampir tiap malam saya telepon, misalnya Syekh Muhammad di Uni Emirat Arab, Presiden Turki Presiden Erdogan, kemudian pemimpin-pemimpin Timur Tengah yang berkaitan dengan Palestina, juga termasuk Presiden Mahmoud Abbas sendiri. Saya mungkin kalau tidak keliru, telepon dua kali kepada beliau karena memang KTT Luar biasa itu sangat diperlukan untuk meneguhkan kembali betapa perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka itu masih perlu kita berikan dukungan penuh.

Dan bulan Januari 2018 yang lalu, saya berkunjung ke Srilanka, ke Pakistan, ke Bangladesh, dan ke Afghanistan. Di Bangladesh saya mengunjungi Cox’s Bazar, lokasi pengungsi Rohingya di Bangladesh. Kondisinya sangat memprihatinkan, sangat memprihatinkan sekali. Dan saya adalah kepala negara pertama yang mengunjungi Cox’s Bazar. Ini adalah komitmen kita untuk kemanusiaan, komitmen kita untuk perdamaian dunia, dan komitmen kita untuk saudara-saudara kita sesama muslim.

Dan di hari berikutnya saya pergi ke Afghanistan, ke Kabul. Dari Pakistan kemudian ke Bangladesh, kemudian naik ke Afghanistan ke Kabul. Delapan hari sebelum saya ke Kabul ada bom yang menewaskan dua puluh orang. Dua hari sebelum saya mendarat di Kabul, ada bom lagi yang menewaskan seratus tiga orang. Bahkan dua jam sebelum saya mendarat di Kabul, markas Akademi Militer di Kabul diserang dan menewaskan lima orang dan belasan luka-luka.

Ada yang bertanya ke saya, “Presiden Jokowi enggak takut?” Enggak takut. Ada yang bertanya enggak takut, enggak takut. Karena apa? Saat saya mendarat dari airport menuju ke Istana Presiden itu dikawal banyak tank.  Di setiap gang ada tank, tank, tank  semua. Kenapa saya harus takut. Enggak takut saya. Bismillah saya, sudah. Takut saya justru saat mendarat dan saat mau naik. Takut saya di situ. Kalau pas di daratnya,  ndak. Karena kanan kiri dari airport itu bukit-bukit semuanya, gampang sekali diginikan. Di roket maksud saya.

Walaupun saat itu banyak dicegah atas alasan keamanan, saya sampaikan, tetap. Jangan sampai yang sudah kita rencanakan ini kita batalkan. Dan saya sudah telepon ke Presiden Ashraf Ghani bagaimana keadaan di Kabul, apakah ada jaminan keamanan. Ada jaminan keamanan dari Presiden langsung. “Saya mempertaruhkan diri saya untuk keamanan Presiden Jokowi,” beliau menyampaikan seperti itu. Tapi ternyata rombongan yang lain juga deg-degan. Deg, deg, deg, deg. Itu disampaikan ke saya setelah sudah di atas pesawat mau pulang.

Sekali lagi, kenapa saya tetap pergi ke Kabul, saya ingin menegaskan tentang pentingnya perdamaian, pentingnya persaudaraan, pentingnya toleransi, pentingnya persatuan. Saya pernah menyampaikan saat Presiden Ashraf Ghani ke Indonesia. Saya cerita mengenai jumlah suku yang kita miliki 714, mengenai penduduk Indonesia 260 juta, mengenai bahasa daerah yang kita miliki 1.100 lebih, mengenai pulau yang kita miliki 17.000 pulau. Apa yang disampaikan Presiden Ashraf Ghani kepada saya? “Presiden Jokowi hati-hati, negaramu ini negara besar. Hati-hati menjaga kebinekaan itu, hati-hati menjaga keragaman itu karena berbeda suku, berbeda agama, berbeda bahasa daerah itu tidak mudah untuk disatukan. Afghanistan itu hanya ada tujuh suku. Dua suku bertikai kemudian membawa teman satu dari luar, satu dari luar akhirnya berperang, empat puluh tahun berperang sampai sekarang tidak selesai-selesai”.

Apa yang terjadi? Yang cerita ganti lagi. Yang tadi Presiden Ashraf Ghani, ini Ibu Rulla Ghani, first lady-nya Afghanistan. Beliau bercerita kepada saya dengan sebuah perasaan. “Presiden  Jokowi, empat puluh tahun yang lalu, wanita-wanita di Afghanistan, di Kabul itu naik mobil ke mana-mana antarkota itu sangat banyak sekali, sudah sangat banyak, negara lain banyak yang belum. Tetapi begitu perang, sekarang kami bisa naik sepeda saja sudah sangat berbahagia sekali.” Betapa mundurnya itu jauh sekali, betapa  nilai-nilai humanity, peradaban kemanusiaan itu betul-betul jauh menjadi mundur gara-gara konflik dan gara-gara perang.

Oleh sebab itu, titipan Presiden Ashraf Ghani tadi saya ingat-ingat betul. “Hati-hati Presiden Jokowi, negaramu negara besar, jangan sampai ada konflik antarkampung,” beliau menyampaikan, “Jangan sampai ada konflik antarsuku, apalagi antaragama. Tegas aja, kalau terjadi konflik- konflik seperti itu segera selesaikan. Jangan beri waktu untuk konflik itu berkembang menjadi seperti Afghanistan”. Itu saya ingat-ingat betul. “Karena negaramu 714 suku, Afghanistan hanya ada tujuh”.

Inilah yang perlu kita ingatkan, kita ingin menyadarkan kepada kita bahwa negara ini adalah negara yang besar. Persaudaraan, persatuan sangat penting terus kita jaga, ukhuwah islamiyah kita, ukhuwah wathaniyah kita terus perlu kita jaga.

Dan sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, saya yakin kita bisa berbuat banyak. Kita ini juga sering lupa bahwa Indonesia juga sudah masuk negara besar ekonominya, sudah masuk negara G20. Saya sudah sampaikan kemarin pada duta-duta besar, jangan lagi mencari bantuan-bantuan, jangan lagi seperti ini. Kita justru harus mulai membantu, membantu, membantu, jangan meminta-meminta bantuan. Harus memulai seperti itu. Negara yang membutuhkan, sedapat mungkin bisa kita bantu, kita bantu. Saya yakin kita bisa membantu. Saya yakin kita bisa menjadi rujukan kemajuan bagi negara-negara muslim. Bahkan saya meyakini, insya Allah  bisa menjadi pemimpin negara-negara muslim apabila ekonomi kita baik dan ekonomi kita kuat. Yakin kita bisa, yakin usaha sampai.

HMI!!!

Para Kader HMI yang saya banggakan,
Sebagai negara muslim terbesar di dunia, sebagai negara demokratis ketiga terbesar di dunia, dan sebagai satu-satunya negara Asean, kita adalah negara satu-satunya di Asean yang masuk ekonomi besar dunia G20, kita punya modal besar sebagai pemimpin. Saya yakin Indonesia bisa berbuat banyak. Islam Indonesia adalah yang moderat, yang toleran, yang modern, yang terbuka untuk kemajuan. Kita punya Pancasila sebagai ideologi pemersatu, rumah kita bersama. Kita juga sudah punya banyak bukti-bukti bahwa Nusantara kita kokoh bersatu, bukti bahwa Bhinneka Tunggal Ika sangat tangguh, bukti bahwa kita negara muslim yang sukses berdemokrasi yang terbuka untuk kemajuan Negeri.

Jangan lupa kita punya insan-insan yang hebat, insan akademis, insan pencipta, insan pengabdi, insan yang bernafaskan Islam, insan yang memperjuangkan keadilan. Jutaan Kader HMI, kader insan cita yang berkualitas kita banyak miliki.

Namun jangan lupa upaya mengukuhkan kebangsaan dan membangun Indonesia yang berkeadilan pasti tidak berada dalam ruang yang hampa. Kita berada di era globalisasi yang penuh kompetisi, penuh persaingan. Kita tidak bisa membendung inovasi dan teknologi yang terus berkembang. Kita berada di dunia yang bergerak dinamis, bergerak sangat cepat. Revolusi industri 4.0 yang sedang berlangsung harus kita antisipasi secara serius. Digitalisasi, computing power, dan data analytics telah melahirkan terobosan-terobosan yang mengejutkan di berbagai bidang, yang mengubah lanskap ekonomi, yang akan mengubah lanskap politik dan interaksi sosial budaya, baik di tingkat global, di tingkat nasional, maupun nanti menuju ke daerah-daerah.

Selain ada hal negatif yang ditimbulkannya, tapi juga banyak kesempatan positif yang bisa kita raih dan kita optimalkan. Teknologi cyber physical misalnya, ditandai dengan munculnya autonomous vehicle/mobil tanpa awak, 3D printing yang bisa membuat barang secara sempurna dengan cara yang cepat dan murah, advanced robotic yang bisa mengambil alih peran manusia, ini hati-hati.

Yang kedua, internet of things, big data, artificial intelligence, dan virtual reality ternyata terus berkembang tanpa bisa kita hambat yang mulai di aplikasikan dalam blockchain juga dalam cryptocurrency, yaitu mata uang yang tanpa bank sentral yang saat  ini sedang diperebutkan banyak orang. Hati-hati dengan perkembangan- perkembangan yang begitu sangat cepat akhir-akhir ini.

Yang ketiga, perkembangan bioteknologi juga banyak contohnya. Penggunaan computing power dalam ilmu saraf, teknologi edit DNA untuk mengembangkan pengobatan spesifik orang per orang berdasarkan DNA-nya. Bioteknologi untuk pertanian modern, misalnya multilayer urban farming misalnya, yang bisa meningkatkan produksi berlipat ganda tanpa butuh tambahan lahan. Inilah perkembangan-perkembangan yang harus kita ikuti dan kita antisipasi.

Peluang-peluang  besar tersebut harus juga kita manfaatkan. Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberantas kemiskinan, mengurangi ketimpangan, menciptakan peluang kerja, mengembangkan wirausaha-wirausaha baru, serta untuk melayani semua warga negara secara berkeadilan di seluruh tanah air.

Memasuki tahap ini, tidak ada jalan lain bahwa kita harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), meningkatkan kualitas insan-insan Indonesia. Insan Indonesia yang sehat, yang berakhlak mulia dan bermoralitas tinggi, yang berdaya juang demi kemanusiaan dan kemajuan Indonesia, serta insan pembelajar yang cerdas, yang inovatif dan solutif.

Saya tahu hal ini bukan tugas ringan. Kita harus bekerja. Apa yang selama ini kita lakukan rupanya juga sejalan dengan semboyan HMI yang sudah saya kenal sejak saya mahasiswa, “pantang tolak tugas, pantang ulur waktu, pantang kerja tak selesai”. Dengan memperkokoh kekuatan nasional dengan meningkatkan sinergi antarkita, saya yakin kita bisa. Yakin usaha kita diridai, yakin usaha kita bisa tercapai dan yakin usaha sampai.

HMI!!!

Saya rasa  itu yang bisa saya sampaikan. Selamat Dies Natalis ke-71 bagi HMI dan dengan mengucap bismillaahirrahmaanirrahiim saya buka kongres ke XXX Himpunan Mahasiswa Islam.

Terima kasih.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Transkrip Pidato Terbaru