Sambutan Presiden Joko Widodo pada Pembukaan Pekan Purnabakti Indonesia, 25 September 2018, di Rafflesia Ballroom, Balai Kartini, Kuningan, Jakarta
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati Ketua Umum PWRI Bapak Prof. Dr. Haryono Suyono, beserta seluruh jajaran pengurus PWRI,
Yang saya hormati para ketua pensiunan TNI-Polri dan BUMN,
Bapak-Ibu sekalian hadirin dan undangan yang berbahagia,
Dan para Menteri Kabinet Kerja yang hadir pada siang hari ini: Pak Menteri Desa, Pak Menteri Sosial, Pak Sekretaris Kabinet,
Bapak-Ibu tamu undangan yang berbahagia.
Sebelumnya saya ingin menanyakan kepada Bapak-Ibu anggota PWRI, gaji ke-13 dan THR-nya betul-betul sudah sampai belum? Sampai? Benar? Kalau yang belum dapat silakan maju. Kalau ada yang belum dapat. Saya ingin memastikan bahwa gaji ke-13 dan THR itu betul-betul sampai ke Bapak-Ibu sekalian. Karena kemarin memang ada tunjangan yang terlambat, saya enggak tahu karena prosedur yang ada di Kementerian kita.
Yang kedua, tahun depan dilanjutkan lagi. Maksudnya gaji ke-13 dan THR-nya, jangan ke mana-mana. Nanti dipikir saya kampanye nanti. Karena memang selalu saya sampaikan kepada Menteri Keuangan, kalau memang betul-betul ada kelonggaran keuangan kita, saya selalu ingin memastikan agar peredaran uang yang ada di masyarakat, kemudian daya beli masyarakat itu betul-betul bisa kita tingkatkan. Karena apapun, apabila Bapak-Ibu semuanya belanja ke pasarnya, belanja ke tokonya itu lebih dari biasanya, itu juga akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi negara ini.
Kemarin yang kita lihat, misalnya di Triwulan II, ada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, itu karena Bapak-Ibu belanjanya lebih dari tahun sebelumnya. Biasanya memang seperti itu. Dan tetap selalu saya sampaikan agar kita menjaga agar kenaikan harga bahan-bahan itu tidak meningkat, meskipun ada tambahan gaji ke-13 dan tunjangan THR.
Kalau kita lihat, inflasi sejak 2015 berada pada angka 3,3; 3,02; 2017 3,61. Kisaran 3,5 persen. Artinya harga-harga itu bisa kita kendalikan. Karena percuma ada kenaikan, ada tunjangan, tetapi harga-harga inflasinya di atas 9, di atas 8, tidak ada artinya. Kenaikan itu menjadi tidak ada artinya. Inilah yang akan terus kita upayakan.
Yang kedua, saya menyambut baik kerja sama, tadi sudah disampaikan oleh Prof. Haryono dan Kementerian Desa dalam rangka… karena saya tahu, Bapak-Ibu semuanya ini masih memiliki potensi yang besar karena memiliki pengalaman yang panjang dalam birokrasi kita. Kementerian Desa ini agak kewalahan dalam, terutama Kepala Desa, dalam menyiapkan laporan-laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat. Banyak yang belum siap membuat laporan yang benar itu seperti apa, membuat laporan yang baik itu seperti apa. Itu yang pertama.
Yang kedua, Kementerian Desa juga memerlukan pengawasan (monitoring) penggunaan Dana Desa. Karena Dana Desa sejak 2015 meningkatnya begitu sangat tajam sekali. 20,7 triliun, 47 triliun, 60 triliun, 60 triliun. Totalnya sudah 187 triliun. Tahun depan mungkin meningkat kurang lebih 73 triliun. Sebuah angka yang sangat besar sekali. Kalau tidak ada pengawasan, tidak ada kontrol, tidak ada monitor, akan sangat berbahaya uang-uang sebesar itu. Kalau bisa digunakan tepat sasaran, fokus dan bisa tepat sasaran, ini akan bermanfaat bagi rakyat, bermanfaat bagi petani, bermanfaat bagi nelayan, bermanfaat bagi penduduk kita yang ada di desa. Oleh sebab itu, saya menyambut baik, tadi sudah disampaikan oleh Prof. Haryono, kerja sama dengan Kementerian Desa, dan kita harapkan Bapak-Ibu semuanya juga masih bergerak dinamis karena potensinya, pengalamannya masih dibutuhkan oleh negara ini. Dan Kementerian Desa, nanti Kementerian Sosial membuka ruang yang sebesar-besarnya bagi kegiatan-kegiatan PWRI yang berkaitan untuk membangun negara ini.
Yang ketiga, Bapak-Ibu sekalian,
Saya ingin mengingatkan bahwa negara ini adalah negara besar. Ini tolong diingatkan kepada rakyat kita, negara ini bukan negara kecil, negara besar. Penduduk kita sekarang sudah 263 juta yang hidup dan tinggal di 17.000 pulau. Sebuah jumlah yang sangat besar. Kita memiliki 514 kabupaten/kota, 34 provinsi, yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Indonesia memiliki, diberi anugerah oleh Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT keragaman, perbedaan-perbedaan, warna-warni. Berbeda agama, berbeda adat, berbeda tradisi, berbeda suku, berbeda bahasa daerah, yang ini sering kita lupa. 714 suku ini bukan angka yang kecil. Bandingkan Singapura hanya memiliki 4 suku, kita 714. Afghanistan, saya tanya ke Dr. Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan, ada berapa suku di Afghanistan, 7. Kita 714.
Inilah yang harus terus disampaikan kepada masyarakat, perbedaan-perbedaan itu merupakan anugerah dari Allah SWT yang kalau kita bisa menjaga, kita bisa merawatnya, akan menjadi sebuah kekuatan dan potensi yang besar bagi negara ini. Karena sering saya sampaikan di mana-mana, aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, kerukunan, dan persaudaraan. Aset terbesar bangsa ini. Kalau kita bisa bersatu, lompatan itu akan bisa kita lakukan.
Saya berikan contoh, kemarin misalnya Asian Games XVIII, enggak ada orang yang menanyakan yang badminton itu agamanya apa, dari suku mana. Yang paling penting nama Indonesia, berkumandangnya Indonesia Raya. Mereka hanya berpikiran itu. Enggak ada yang tanya yang wushu itu dari etnis mana, yang pencak silat itu dari pulau mana. Enggak ada yang tanya. Yang paling penting dapat emas, lagu Indonesia Raya bisa berkumandang, bendera Merah Putih bisa dinaikkan. Semuanya bekerja untuk itu. Dan nyatanya yang biasanya kita itu rangking 15, 17, 22, kemarin kita bisa meloncat ke rangking 4 di Asia dengan 31 emas. Biasanya kita ini dapat 4 emas, 2 emas, ini dapat 31 emas. Saya sendiri kaget, iya kaget.
Waktu melaporkan kepada saya, berapa target saya tanyakan. “16, Pak.” Saya tanyakan sampai tiga kali, benar 16? Jawabnya saja masih ragu, waduh jawabnya saja ragu. 16 benar ndak? “Kami hitung lagi, Pak.” Hitung lagi, balik lagi ke saya, berapa? “16, Pak.” Sampai tiga kali saya tanyakan, karena saya memang belum yakin betul. Eh terakhir, sebulan sebelumnya, “Pak ini tambah Pak 20.” 16 saja kita belum yakin, ini malah tambah 20. Tapi alhamdulillah, itulah kerja keras, karena persatuan kita, kerukunan kita, kerja keras para atlet, Indonesia bisa mendapatkan 31 emas dan masuk ke rangking 4. Ini sebuah prestasi. Sekali lagi, karena persatuan kita, dan kita tidak berpikir masalah perbedaan-perbedaan yang ada.
Hanya memang saat pembukaan ramai. Ya ramai. Yang diramaikan bukan pembukaannya, tapi saya naik motor. Yang diramaikan itu. Yang diramaikan bukan naik motornya juga, tapi kok pakai stuntman. Yang diramaikan kok pakai stuntman-nya itu. Ya masak presiden suruh meloncat pakai sepeda motor sendiri. Logikanya itu kadang-kadang… Diramaikan sampai berhari-hari hanya urusan pakai stuntman. Ya masak meloncat seperti ini saya sendiri. Ini stuntman, pasti. Dan ini adalah pertunjukan. Opening ceremony itu adalah pertunjukan, adalah hiburan, bukan maksudnya ke mana-mana. Tapi ya kita ini memang dikit-dikit pasti diramaikan. Hanya urusan naik sepeda motor itu ramainya tiga hari enggak rampung-rampung.
Saya titip jangan sampai energi kita ini habis hanya untuk hal-hal yang tidak memberikan manfaat bagi negara ini. Oleh sebab itu, saya mengajak kepada seluruh jajaran pengurus dan anggota PWRI untuk terus menyampaikan kepada masyarakat mengenai perbedaan-perbedaan yang ada di negara kita, mengenai pentingnya persatuan, persaudaraan, dan kerukunan di antara kita. Karena masih banyak yang belum menyadari mengenai itu. Kalau kita sudah bandingkan dengan negara lain, baru kita sadar bahwa ini negara besar, penuh dengan perbedaan, dan perlunya kita terus merawat dan menjaga perbedaan-perbedaan itu.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya menyampaikan Dirgahayu, Selamat ulang tahun ke-56 kepada PWRI. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, secara resmi saya membuka Pekan Purnabakti Indonesia (PPI) Tahun 2018.
Terima kasih,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.