Sambutan Presiden Joko Widodo pada Pencanangan Program Pembangunan Sejuta Rumah untuk Rakyat serta Menyambut Hari Buruh Internasional 2015, di Ungaran, Jawa Tengah, 29 April 2015

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 29 April 2015
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 50.247 Kali

Logo PidatoBismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikun warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat sore, salam sejahtera bagi kita semuanya,

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, seluruh pimpinan lembaga pemerintah maupun lembaga pemerintah non kementerian,
Yang saya hormati Gubernur Jawa Tengah,
Seluruh Bupati dan Walikota, hadirin yang berbahagia.

Banyak orang menyampaikan ke saya, “Pak apakah tidak terlalu ambisius setahun membangun sejuta rumah”. Saya sampaikan, kalau dikerjakan dengan cara-cara normal dan biasa ya tidak akan tercapai, 200 ribu saja sulit. Tetapi kalau berani melakukan loncatan, ya angka itu akan bisa tercapai.

Dengan cara apa? 3 minggu yang lalu, saya mengumpulkan BUMN-BUMN kita yang mempunyai tabungan duit yang besar, yang sudah bertahun-tahun didiamkan saja, hanya ditaruh di bank, hanya dapat bunga yang kecil. Karena apa? Tidak berani mengambil resiko karena regulasinya tidak mendukung.

Saya berikan contoh satu, BUMN BPJS Ketenagakerjaan. Di situ ada uang yang sangat besar sekali, kurang lebih Rp 180 triliun, betul Pak ya? Kurang lebih Rp 180 triliun, tetapi tidak bisa digunakan karena regulasi/aturannya hanya bisa dimanfaatkan 5 persen untuk membangun-membangun rumah. Ya mau jadi apa kalau 5 persen? Setelah saya kumpulkan, saya sampaikan, “ganti semuanya. Coba dihitung lagi sebesar-besarnya berapa?”. Kalau bisa 50 persen, 50 persen, kalau tidak bisa ya 40, kalau tidak 40, 30. Katakanlah bisa dipakai 40 persen, sudah uang berapa? Besar sekali. Dan juga bukan uang hilang, dipakai membangun rusun atau perumahan, diberikan kepada pekerja. Karena ini memang uangnya memang untuk pekerja. Ini yang tidak pernah kita lakukan bertahun-tahun.

Di tetangga kita Malaysia, yang namanya tabung haji itu diinvestasikan untuk jalan tol, untuk membangun jalan tol, untuk membangun perumahan. Kan uangnya tidak hilang. Asal jangan dipasang di tempat yang mempunyai risiko, tidak ada masalah. Tidak mungkin jalan tol itu hilang. Harganya setiap tahun naik dan pasti setiap bulan dapat income. Kita tidak, kita diamkan saja uang itu. Kalau incomenya semakin besar dari investasi itu, itu biaya-biaya untuk haji bisa juga anjlok turun. Ini juga perlu regulasi dan aturan. Inilah yang kita ubah, ubah, kita ubah.

Tetapi memang, dengan uang besar itu memang dulu memang banyak peristiwa, ada korupsi, ada korupsi, ada korupsi, sehingga dikunci, uangnya tidak boleh dipakai. Ini yang keliru. Mestinya tetap bisa dipakai tetapi manajemen pengawasan, manajemen kontrolnya yang ketat sehingga betul-betul digunakan untuk kemanfaatan rakyat. Ini yang akan kita ubah. Jadi banyak sebetulnya uang-uang kita yang berhenti, berhenti, berhenti, berhenti yang bisa digunakan. Asal fokusnya jelas, asal manfaatnya jelas. Kalau saya seperti itu. Tadi baru contoh satu saja, BPJS Ketenagakerjaan, Rp 180 triliun.

Untuk haji, tabung haji kita kalau tidak keliru Rp 80 triliun, nanti yang lain-yang lain angkanya gede-gede semuanya. Kemaren kita kumpul-kumpulin, kita kumpulin kira-kira Rp 430 triliun. Gede banget.

Jadi angka 1 juta itu sebetulnya kalau regulasinya mendukung itu sangat cepat sekali kebutuhan perumahan itu bisa kita bangun. Tidak tergantung kepada Kementerian PU dan Perumahan Rakyat. Bisa disalurkan ke pengembang swasta lewat BTN misalnya, semuanya bisa dilakukan. Inilah saya kira terobosan-terobosan yang perlu kita kerjakan agar kecepatan pembangunan itu betul-betul bisa dilakukan.

Kalau saya ke kampung, ke desa masih banyak yang bertanya, “Pak katanya mau bagi-bagi Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, mana?”.

Bapak/Ibu perlu saya jelaskan, pertengahan Januari itu APBN-P itu baru disetujui Dewan, baru diketok, disetujui. Setelah disetujui, ada proses administrasi dan proses lelang, itu memakan waktu 2,5 bulan — 2 bulan sampai 2,5 bulan. Sehingga baru pada akhir bulan ini, pertengahan bulan ini, atau awal bulan depan, itu program dan proyek-proyek itu baru bisa dimulai. Jadi sekarang ini setiap kemanapun saya selalu sudah bisa membagi Kartu Indonesia Sehat maupun Kartu Indonesia Pintar.

Kartu Indonesia Sehat sekarang ada siap 88 juta, siap untuk dibagi. Meskipun minggu-minggu kemaren juga sudah kita bagi 3 ribu – 4 ribu. Kartu Indonesia Pintar ada 20 juta yang juga sudah sekarang ini siap dibagi. Karena memang dulu ada proses lelang yang harus diikuti.

Kemudian jalan-jalan juga dimulai, termasuk rusun yang ada di sini. Misalnya kayak jalan tol trans Sumatera, saya kalau ke provinsi, ke kabupaten/kota di Sumatera, “mana Pak dulu ngomong mau bangun jalan tol dari Lampung sampai ke Aceh mana, sampai sekarang dimulai saja belum?”.

Eh tunggu dulu, besok pagi sudah dimulai, saya sampaikan. Besok pagi saya ke Lampung, itu dimulai. Sudah, nanti di tiga titik: di Lampung, kemudian ada di dua tempat di Palembang, untuk mulai. Kalau kita tidak berani melakukan itu, tidak berani memulai ya kapanpun tidak akan itu barang itu akan bisa kita mulai.

Saya berikan contoh, waktu jadi Gubernur di Jakarta. Yang namanya subway, MRT yang kereta bawah tanah, itu 26 tahun hanya masalah keputusan saja, tidak diputus-putus karena dihitang-hitung rugi. Ya rugi, dihitang-hitung, itu kebutuhan rakyat kok, bukan untuk bisnis kok, bagaimana pemerintah bisa mensubsidi. Sudahlah tidak usah pakai hitung-hitungan rumit-rumit. mana hitungannya, ya sudah putusin, jalan. Jalan, nanti 4 tahun lagi insya Allah selesai. Ini sebetulnya keputusan-keputusan sederhana seperti itu yang ingin saya lakukan.

Nanti insya Allah tahun ini juga, sekarang yang punya kereta cepat kan hanya di Eropa, di Jepang, sama di China, nanti Indonesia insya Allah tahun ini sudah dimulai juga. Doa restu Bapak/Ibu semuanya, doa restu seluruh rakyat. Dari mana ke mana? Ya rahasia. Nanti kalau sudah pancangnya dipasang baru, “nah ini, dari sini ke sini”, baru. Ini baru kita urus supaya betul-betul. Saya nanti dipikir omang-omong terus nggak, mulai saja belum. Ya dilihat saja nanti.

Jadi kita harus punya rasa optimisme bahwa Indonesia ini adalah negara besar, punya potensi dan kekuatan yang besar baik alam maupun rakyatnya. Jangan sekali-kali kita punya pandangan negatif terhadap diri kita sendiri dan mempunyai rasa pesimisme. Itu harus dibuang, mulai dibuang.

Ini negara ini akan menjadi negara besar dan kita yakin itu bisa kita lakukan. Kalau tidak kita siapa? Kalau kita hanya negative thinking, pemikiran negatif terus, kemudian saling ejek, saling cemooh, kita terus-teruskan seperti itu pola pikir kita ya betul-betul ditinggal betul kita, diremehkan oleh negara lain. Kalau saya tidak, tidak, tidak mau. Kalau saya tidak mau.

Kita ini negara besar, penduduk muslimnya terbesar di dunia, penduduk kita nomor 4 di dunia, ekonomi kita juga masuk G20, G20, lho kok kita kok merasa kecil, bagaimana itu? Konferensi Asia Afrika kita juga dipandang sebagai negara yang besar. Mereka memandang kita, kok kita malah pesimis sendiri, dingkluk, dingkluk sendiri. Rendah hati tidak apa-apa, rendah hati itu penting, tapi kadang-kadang kita juga harus sombong, gitu lho. “Ini lho Indonesia!” Tidak usah takut-takut.

Kemaren saya ngomong, PBB perlu direformasi itu, saya langsung “kok berani betul tho Pak?” Lha wong memang perlu direformasi benar kok. Saya ngomong realitas. Kan pandangan, pandangan saya seperti itu. Saya ngomong, pandangan saya mengenai IMF, ADB, World Bank yang selalu kita pandang adalah bisa menyelesaikan seluruh masalah-masalah ekonomi dunia, tidak menurut saya. Banyak cara yang lain yang juga bisa kita lakukan. Meskipun sekali lagi kita masih utang di World Bank sama ADB. Dan utang kita sekarang ini saya buka saja, masih gede lho utang kita. Utang kita ini Rp 2.600 triliun, baik utang bilateral ke negara-negara lain, maupun ke World Bank sama ADB. Ya kita blak-blakan saja, memang itu. Yang paling penting dihitung. Sebetulnya utang itu juga tidak apa-apa kok, jangan terus kita alergi utang, nggak.

Utang itu tidak apa-apa asal dipakai untuk produktivitas, untuk hal-hal yang produktif. Untuk membangun jalan boleh, untuk membangun jembatan boleh, untuk membangun perumahan boleh, untuk membangun pelabuhan, membangun airport boleh, itu produktif. Tapi kalau kita pinjam, kemudian untuk subsidi BBM itu yang saya tidak, tidak, keliru kalau itu.

Saya tadi mengajak ketua-ketua serikat pekerja, tadi di mana tadi? Kesini lah maju, saya kenalin.

Kok banyak banget, tadi kelihatannya hanya lima? Maju semua. Tadi yang ikut pesawat saya hanya lima, kok ini maju semua, ini siapa ini? Oh sebagian ikut.

Ya karena ini menyambut Hari Buruh, nanti tanggal 1 Mei. Sering kita ini kan takut kalau 1 Mei, “waduh demo”. Itu bukan demo, itu ekspresi kegembiraan memperingati hari buruh. Ya jangan pada takut.

Pak Andi Gani ini tiap hari dengan saya. Pak Andi Gani ini juga presiden, Presiden SPSI, Pak Andi Gani. Pak Mudhofir ini juga presiden SBSI. Ini juga Pak Iqbal, Pak Said Iqbal, tidak usah diberi tahu saya sudah kenal. Pak Said Iqbal ini juga ketua atau presiden? Presiden juga. Kebanyakan presiden, tahu gitu tidak saya undang maju. Ini Presiden KSPI.

Ini komandan-komandan pekerja, komandan-komandan buruh semuanya, yang sering ketemu dengan saya di Istana itu lho.

Ada yang menyampaikan ke saya, “Pak gimana ini nanti 1 Mei”.
“Lho 1 Mei kenapa sih?”.
“Anu Pak, nanti yang mau keluar 100 ribu – 150 ribu”.
“Ya nggak apa-apa tho, yang penting dijaga agar semuanya berjalan dengan baik. Beliau-beliau ini juga baik-baik semuanya kok”.
“Tapi nanti Pak?”.
“Nanti apa?”
Padahal saya memang sering bertemu dengan Beliau-beliau ini, ya kenapa?
Saya tanya, “bagaimana nanti 1 Mei?”
“Ndak Pak, kita mau keluar kira-kira 100 ribu – 150 ribu”.
“Terus?”
“Ya sudah Pak, dari HI nanti ke Istana”.
“Ke Istana ngapain, orang sebanyak itu?”
“Ga, ya nanti teriak-teriak Pak di depan Istana.”
“Oh ya nggak apa-apa lah, tapi setelah rampung pulang, baik-baik.”
“Oh iya Pak.”
Sudah.

Saya kira kita harus mulai apa, ya ini demokrasi, mulai menghargai hal-hal dan tidak perlu ditanggapi dengan sebuah atau persepsi yang negatif. Nggak ada masalah, Beliau-beliau ini nggak ada masalah.

Dan saya hanya ingin tunjukan bahwa kita ini sekarang mau serius betul untuk menyiapkan perumahan, rusun maupun yang landed house, untuk para pekerja dan untuk rakyat maupun untuk PNS, semuanya. Kita mau serius bahwa kita mampu mengerjakan ini. Tapi perlu waktu, perlu proses yang sering saya terangkan kepada Presiden-presiden pekerja ini. Jadi ya ini.

Saya hanya ingin memberikan pesan, 1 Mei aman, insya Allah. Jadi seluruh Polda juga kalau ada yang ingin merayakan ya silakan, dijaga. Ya gitu saja, di seluruh provinsi, tidak ada masalah.

Ada yang disampaikan, satu menit?

(Presiden Joko Widodo mempersilakan beberapa Ketua/Presiden perwakilan serikat buruh memberikan tanggapan)

Oke, saya kira semuanya sudah.

Saya kira cukup dan akhirnya dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, Program Sejuta Rumah untuk Rakyat saya nyatakan dimulai.

Sekali lagi, dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, Program Sejuta Rumah untuk Rakyat sore hari ini dimulai.

(Humas Setkab)

Transkrip Pidato Terbaru