Sambutan Presiden Joko Widodo pada Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat, 13 Juli, di Benteng Kuto Besak, Palembang, Sumatra Selatan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 13 Juli 2018
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 3.637 Kali

Logo-Pidato2Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja,
Kapolri yang hadir pada pagi hari ini,
Pimpinan Komisi II DPR RI,
Yang saya hormati Gubernur Sumatra Selatan beserta Ibu,
Wali Kota Palembang beserta seluruh Bupati dan Wali Kota yang hadir,
Kapolda, Pangdam, Kajati,
Serta Bapak-Ibu semuanya penerima sertifikat yang pagi hari ini hadir,
Hadirin tamu undangan yang berbahagia.

Apo kabar wong kito galo?
Baik?
Alhamdulillah.

Hari ini ada 37.000 sertifikat yang diserahkan, tetapi yang langsung bisa kita sampaikan di tempat yang sangat indah ini 6.000 sertifikat dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Sumatra Selatan.

Saya ingin melihat betul bahwa sertifikat ini telah diserahkan kepada Bapak-Ibu semuanya. Oleh sebab itu, yang hadir di sini 6.000 orang silakan diangkat tinggi-tinggi sertifikatnya. Jangan diturunkan dulu, mau saya hitung. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25,…, 6.000. Betul 6.000, 6.000. Kalau enggak diangkat gini jangan-jangan nanti yang dikasihkan hanya tadi yang maju di depan, hanya 12 orang jangan-jangan. Kalau sudah diangkat semuanya kelihatan bahwa sertifikat telah diserahkan kepada Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya. Saya menjadi yakin.

Karena setiap saya pergi ke daerah baik ke desa, baik ke kampung di kuping saya ini selalu rakyat/masyarakat ngomong, “Pak sengketa lahan,” sengketa tanah di mana-mana. Di semua provinsi, enggak yang di Sumatra, enggak yang di Kalimantan, di Jawa, di NTB, NTT, Maluku, Papua semuanya sama, sengketa lahan. Bisa dengan tetangganya, bisa masyarakat dengan masyarakat, bisa masyarakat dengan pemerintah, bisa masyarakat dengan perusahaan, bisa masyarakat dengan BUMN, sengketa.

Karena apa? Rakyat tidak pegang yang namanya tanda bukti hak hukum atas tanah, yang namanya sertifikat. Tapi sekarang kalau sudah pegang seperti ini mau apa? Siapa yang mau ajak sengketa? Bapak-Ibu akan menang karena sudah pegang ini. Ini tanda bukti hak hukum atas tanah. Dan kita harapkan tidak akan ada lagi yang namanya sengketa lahan, sengketa tanah karena seluruh masyarakat kita harapkan sudah pegang ini.

Tapi ini masih jauh. Di seluruh Indonesia dari 126 juta yang harusnya, bidang tanah terserfikat baru 46 juta, di 2015. Berarti masih kurang 80 juta sertifikat yang harus diberikan kepada masyarakat, 80 juta. Yang lalu-lalu setiap tahun di seluruh tanah air hanya 500.000 di seluruh Indonesia, 500.000. Artinya apa? Masyarakat harus menunggu 160 tahun untuk dapat sertifikat. 160 tahun mau? Mau nunggu 160 tahun mau? Saya enggak mau, saya enggak mau. Saya sampaikan saat itu tahun yang lalu kepada Menteri ATR/Kepala BPN, “Pak Menteri, saya tidak mau 2017 itu 500.000, saya mau 5 juta minimal.” 10 kali lipat berarti. Tahun ini target kita naik lagi, 7 juta sertifikat harus keluar. Caranya bagaimana? Urusannya Menteri sama Kanwil BPN sama kantor BPN, bukan urusan Presiden. Benar ndak? Masa Presiden suruh-suruh mengurusi sertifikat. Saya hanya mengecek provinsi mana yang targetnya selesai, mana yang tidak. Kalau yang tidak selesai ya tahu sendiri.

Bekerja dengan saya mesti pakai target. Tahun ini 7 juta harus selesai, tahun depan 9 juta harus selesai. Saya dapat kabar dari Kantor Pertanahan, kantor BPN, “Pak sekarang BPN enggak pernah tidur, Sabtu-Minggu juga kerja.” Ya memang harus seperti itu melayani rakyat. Benar ndak? Harus cepat. Karena sekali lagi, ini urusannya yang banyak sengketa lahan. Kalau rakyat sudah pegang sertifikat senang ndak? Senang ndak? Senang ndak? Enak sudah pegang sertifikat.

Kita akan naikkan terus. Kayak tadi target tahun depan di Sumatra Selatan 250.000 harus keluar, harus keluar. Dan pasti saya ikuti. Jangan berpikir saya enggak mengikuti. Saya ikuti targetnya tercapai tidak. Kalau tidak tercapai kan gampang, kanwilnya, awas kanwilnya. Kanwilnya juga neken pasti ke kantor BPN itu, awas nanti. Ya gitu kerjanya. Benar? Ya memang ditunggu rakyat ini.

Yang kedua, saya minta setelah sertifikat ini diberikan tolong dimasukkan ke plastik seperti ini. Dan yang kedua difotokopi, jadi nanti kalau aslinya hilang mengurus pakai fotokopi mudah ke kantor BPN. Kenapa di plastik, ditaruh lemari? Kalau gentengnya bocor sertifikat enggak rusak, taruh di plastik.

Yang ketiga, ini kalau sudah pegang sertifikat biasanya ingin disekolahkan. Benar ndak? Di provinsi yang lain juga gitu kok, masak di sini enggak? Tapi sudah ngaku iya. Disekolahkan silakan, yang namanya sertifikat ini dipakai untuk agunan silakan, kalau enggak ya simpan baik-baik untuk nanti anak cucu kita. Kalau mau dipakai untuk agunan silakan, kalau mau dipakai untuk jaminan ke bank silakan, tetapi saya titip dihitung hati-hati, di kalkulasi hati-hati, bisa mencicil tidak setiap bulannya, bisa mengangsur tidak setiap bulannya. Kalau di kalkulasi masuk, bisa, silakan ambil uang ke bank untuk usaha misalnya.

Tadi saya lihat ada yang dapat 2 sertifikat, masukkan ke bank, masukkan ke bank dapat 300 juta. Hati-hati 300 juta, saya titip, jangan yang 150 juta untuk beli mobil. Ini banyak kalau dapat uang dari bank 300 juta, banyak yang tergiur untuk kenikmatan, beli mobil 150 juta biar gagah dilihat tetangga di kampung naik mobil muter-muter. 6 bulan, setelah 6 bulan enggak bisa nyicil bank enggak bisa nyicil dealer, mobilnya ditarik, sertifikatnya hilang. Ya ndak?

Oleh sebab itu, saya titip kalau ambil uang di bank entah dapat 100 juta, 200 juta, atau 300, atau 50 juta gunakan semuanya untuk modal usaha, gunakan semuanya untuk modal investasi, gunakan semuanya untuk modal kerja. Jangan dipakai yang lain-lain. Kalau ada keuntungan silakan 10 juta ditabung dulu, untung 15 juta ditabung dulu, untung 5 juta ditabung dulu, baru mau beli mobil mau beli silakan, mau bangun rumah baru silakan, tapi dari keuntungan bukan dari uang pinjaman tadi. Ini saya titip sehingga sertifikat tetap bisa dipegang oleh kita. Jangan sampai nanti diambil alih oleh dealer atau diambil alih oleh bank.

Yang terakhir, Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, saya titip, negara kita ini besar. Negara kita ini besar. Kita memiliki 514 kabupaten dan kota, dan memiliki 34 provinsi. Negara ini besar. Kita sekarang ini memiliki 263 juta penduduk Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. 263 juta yang berbeda-beda suku, berbeda-beda agama, berbeda-beda adat, berbeda-beda tradisi, beda-beda. Kita memiliki 714 suku. Negara kita Indonesia itu memiliki 714 suku dan 1.100 lebih bahasa daerah yang berbeda-beda. Berbeda-beda. Inilah anugerah Allah yang diberikan kepada kita bangsa Indonesia.

Bandingkan dengan Singapura. Saya tanya ke Dubes Indonesia di Singapura, ada berapa suku di Singapura? 4, Indonesia 714. Bayangkan. Bayangkan. Saya ke Afghanistan, saya tanya ke Presiden Afghanistan Dr Ashraf Ghani, ada berapa suku di Afghanistan? 7, Indonesia 714. Bayangkan. Inilah anugerah Allah yang diberikan kepada kita bangsa Indonesia. Kita ini berbeda-beda, kita harus sadar kita ini majemuk, berbeda-beda adat, berbeda-beda tradisi, berbeda-beda agama.

Saya titip, aset besar bangsa Indonesia adalah persatuan, persaudaraan, kerukunan. Jangan sampai hilang itu. Jangan sampai karena beda agama kita tidak rukun, jangan sampai karena beda suku kita tidak bersatu. Jangan. Dan juga jangan sampai karena beda pilihan politik kita tidak saling sapa antartetangga, tidak saling sapa antarkampung. Pilihan politik, baik itu pilihan wali kota, pilihan bupati, pilihan gubernur, nanti tahun depan pilihan presiden, itu setiap lima tahun ada. Jangan sampai memecah kita. Jangan sampai karena dikompor-kompori antartetangga tidak saling sapa, antarteman, antarsaudara tidak saling sapa. Keliru. Keliru besar. Silakan pilih pemimpin di daerah, pilih nanti pemimpin nasional silakan, mau pilih siapa silakan. Negara kita adalah negara demokrasi. Tetapi kalau memecah persatuan kita, memecah persaudaraan kita, saya ingatkan ongkos politik dan sosialnya sangat tinggi sekali. Sudah, setelah coblos rukun. Jangan sampai dibawa-bawa sampai bertahun-tahun, rugi besar bangsa ini.

Sekali lagi, karena bangsa kita adalah bangsa besar dan tidak homogen. Kita ini berbeda-beda. Belum, coba, 263 juta itu hidup di 17.000 pulau, di 17.000 pulau. Dan duapertiga Indonesia adalah air, baik itu sungai (seperti Sungai Musi), danau, laut, samudra. Ini adalah negara besar. Bapak-Ibu bisa bayangkan, saya pernah naik pesawat dari Banda Aceh menuju ke Papua, tapi enggak di Jayapura, di Wamena berapa jam, 9 jam 15 menit. 9 jam 15 menit itu kalau kita terbang dari London di Inggris menuju ke timur sampai Istanbul di Turki, mungkin 1, 2, 3, 4, 5, 6, mungkin 7-8 negara. Artinya apa? Negara kita ini negara besar. Negara besar. 9 jam 15 menit dari Banda Aceh ke Wamena. Bayangkan kalau jalan kaki, berapa tahun coba. Ini negara besar sekali, tetapi kita sering tidak sadar bahwa negara kita ini negara besar. Tentu saja dalam membangun negara yang sekompleks Indonesia ini banyak masalah-masalah besar yang kita hadapi. Dan modal kita, modal bangsa kita adalah persatuan. Kalau itu bisa terus kita jaga insyaallah sesuai dengan hitungan Bappenas, hitungan Bank Dunia, hitungan McKinsey, di 2045 Indonesia akan masuk menjadi negara dengan ekonomi terkuat di dunia, 5 besar terkuat di dunia. Dan tentu saja dengan kerja keras karena kita juga menghadapi tantangan-tantangan besar, menghadapi cobaan-cobaan yang tidak ringan, menghadapi ujian-ujian yang besar. Tapi alhamdulillah persatuan kita dapat terus kita jaga karena kita memiliki ideologi negara yaitu Pancasila.

Silakan yang pegang sertifikat, ada yang hafal Pancasila tunjuk jari.

(Kuis dari Presiden RI mengenai keberagaman Indonesia)

Baiklah Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, gunakan sertifikat ini sebaik-baiknya, jangan sampai keliru di dalam penggunaan.

Saya tutup,
Terima kasih,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru