Sambutan Presiden Joko Widodo pada Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat, 25 September 2018, di Luar Lapangan Stadion Pakansari, Bogor, Jawa Barat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 September 2018
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 3.826 Kali

Logo-Pidato2Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu was salamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin, Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin, wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati Pak Menteri Agraria/Kepala BPN, Pak Gubernur, Ibu Bupati, Pak Wali Kota, beserta seluruh jajaran DPRD, Ketua, dan jajaran TNI-POLRI yang hadir, Bapak Ketua MUI,
Bapak-Ibu sekalian, seluruh warga Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.

Sampurasun!
Kumaha damang?

Saya itu sudah tinggal di Bogor 4 tahun tapi bisanya sampurasun, kumaha damang, yang lain belum bisa. Saya belajar terus dengan Pak Wali Kota, dengan Pak Gubernur tapi belum tambah-tambah. Tapi ya paling tidak dua kata kan bisa untuk menyapa Bapak-Ibu semuanya.

Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian,
Setiap saya pergi ke provinsi, baik di Jawa maupun di luar Jawa, pergi ke kabupaten dan kota, baik di Jawa maupun di luar Jawa, selalu keluhannya adalah sengketa lahan, konflik lahan. Pergi ke desa juga sama, pergi ke kampung juga sama. Karena apa? Dari 126 juta bidang yang harusnya bersertifikat, baru ada 46 juta, itu tahun 2015. Dari 126 juta, baru 46 juta. Berarti masih kurang 80 juta bidang tanah yang harus disertifikatkan oleh pemerintah, 80 juta yang belum. Setiap tahun, saya cek di kantor BPN, setiap tahun kita ini hanya keluar sertifikat 500.000 sampai 600.000 di seluruh tanah air. Saya hitung, kalau setahun hanya 500.000, masih kurang 80 juta, berarti Bapak-Ibu harus menunggu 160 tahun. Ya betul, kalau hitung-hitungan, kalau kita hanya bekerja setahun 500.000, berarti Bapak-Ibu semuanya menunggu 160 tahun. Mau tidak? Mau? Tadi saya dengar ada yang mau. 160 tahun menunggu jadi sertifikat ini.

Ini yang 2015 saya perintahkan kepada Menteri (Agraria/Kepala BPN) tidak bisa kita bekerja seperti ini terus, rakyat menunggu untuk dilayani. Benar enggak? Rakyat menunggu untuk dilayani pembuatan sertifikat yang cepat, yang murah, enggak ada lagi berbelit-belit, pungut sana, pungut sini, minta ini, minta ini. Iya betul, saya tahu, saya pernah jadi rakyat, saya pernah mengurus sertifikat, pernah, jadi saya merasakan.

Oleh sebab itu, mulai tahun kemarin saya sudah perintahkan kepada Menteri (Agraria/Kepala BPN), menterinya perintahkan kepada kantor BPN, baik kanwil maupun kantor BPN di kabupaten dan kota. Saya perintahkan saat itu, saya tidak mau tahu, tahun 2017 harus keluar sertifikat 5 juta. 5 juta sertifikat harus keluar. Pak Menteri tanya, “Caranya bagaimana, Pak Presiden?”, “Ya caranya Pak Menteri harus pikir, gimana caranya saya enggak tahu, pokoknya keluar 5 juta. Mau kerja pagi sampai tengah malam, Sabtu-Minggu kerja ya silakan, tapi 5 juta targetnya harus keluar tahun kemarin”. Alhamdulillah itu tercapai, 5 juta, nyatanya bisa. Tahun ini saya tingkatkan lagi 7 juta. Caranya? Urusannya Pak Menteri dan kantor BPN. Iya dong? Masa Presiden juga disuruh membuat sertifikat. Iya enggak? Tahun ini 7 juta harus keluar. Tahun depan 9 juta harus keluar. Caranya gimana? Saya meyakini insyaallah bisa. Kita ini kalau sudah dikejar, diberi target, nyatanya juga bisa. Benar enggak?

Oleh sebab itu, pagi hari ini Bapak, Ibu, Saudara-saudara semua sudah pegang sertifikat. Benar? Silakan diangkat, silakan diangkat tinggi-tinggi mau saya hitung. Sebentar, jangan turun dulu, ini mau saya hitung. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25,…, 7.000, betul. Jangan sampai hanya simbolis, nanti yang dikasih ternyata yang di depan tadi saja 12 orang. Iya enggak? Kenapa saya suruh angkat tinggi-tinggi? Supaya saya yakin bahwa Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semua sudah pegang yang namanya sertifikat di tangan. Itu kenapa harus diangkat tinggi-tinggi. Kalau enggak, nanti hanya simbolis yang 12 tadi. Aduh, bisa keliru lagi kita.

Yang kedua, Bapak-Ibu sekalian, jadi kalau sudah pegang sertifikat tolong diberi plastik seperti ini. Sudah diplastik semua ya? Kemudian pulang nanti difotokopi, yang asli taruh lemari satu, yang fotokopi taruh lemari dua. Kalau hilang, yang asli hilang, masih punya yang fotokopi, mengurusnya ke kantor BPN mudah. Ya kenapa diplastik? Kalau gentengnya bocor, sertifikatnya enggak rusak. Hati-hati, ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Sertifikat adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Jadi kalau ada orang mengajak sengketa, “Ini tanah saya”, “Bukan, tanah saya”, karena sertifikatnya ada ini. Sudah diam pasti, enggak bisa apa-apa, wong sudah pegang tanda bukti hak hukum atas tanah. Ini gunanya sertifikat. Kalau bukan sertifikat pasti ramai, tapi kalau sudah bersertifikat, tanda bukti hak hukum atas tanah, hak tanah yang kita miliki sudah pegang, sudah.

Kemudian yang kedua, kalau sudah pegang sertifikat, ini biasanya banyak yang ingin disekolahkan. Benar enggak? Lho enggak apa-apa kok, ngaku aja. Dipikir saya enggak tahu. Enggak apa-apa. Jangan dijual, kalau disekolahkan enggak apa-apa. Tetapi kalau sertifikat ini mau dipakai untuk agunan ke bank, untuk jaminan ke bank, tolong dihitung, tolong dikalkulasi, bisa mengangsur enggak setiap bulan, bisa mencicil enggak setiap bulan. Kalau enggak, jangan, jangan. Dihitung betul, dihitung betul. Misalnya ini, tanahnya gede, pinjam ke bank dapat Rp300 juta. Hati-hati, Rp300 juta itu uang pinjaman. Jangan sampai dapat Rp300 juta, yang Rp150 juta untuk beli mobil, beli mobil baru. Aduh, gagah muter-muter kampung, muter-muter desa, gagah. Iya kan? Hati-hati itu duit pinjaman. Gagahnya itu hanya 6 bulan. Begitu 6 bulan enggak bisa nyicil bank, iya kan, enggak bisa mengangsur mobilnya lagi, itu duit pinjaman lho, hati-hati, ya mobilnya ditarik, sertifikatnya hilang. Hati-hati, banyak kejadian seperti itu.

Kalau dapat Rp300 juta pinjaman dari bank, saya titip, gunakan seluruhnya untuk modal kerja, untuk modal usaha, untuk modal investasi, jangan digunakan yang lain-lain. Kalau dapat keuntungan Rp5 juta, bulan depan Rp10 juta, dapat untung Rp15 juta, dapat untung Rp7 juta ditabung, tabung, tabung, silakan mau beli mobil, silakan tapi dari keuntungan, bukan dari pinjaman. Saya titip ini. Setuju enggak? Siapa yang setuju dapat Rp300 juta, Rp150 juta untuk beli mobil? Tunjuk jari, maju ke depan. Silakan. Enggak ada? Ya berarti setuju semua. Hati-hati yang namanya sertifikat ini, hati-hati, karena ini barang milik kita yang berharga, yang nanti juga bisa diwariskan ke anak cucu kita.

Yang terakhir, Bapak-Ibu sekalian saya titip, negara kita ini negara besar. Saya perlu mengingatkan kita ini sekarang sudah memiliki 263 juta penduduk Indonesia. Kita adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. 263 juta yang tersebar di 17.000 pulau. Jadi Indonesia ini memiliki 17.000 pulau. Jadi bukan hanya di Jawa saja, tapi ada 17.000 pulau yang kita miliki. Kita memiliki 514 kabupaten dan kota. Kabupaten itu bukan hanya Bogor saja, kota itu juga bukan Bogor saja, tetapi ada 514 kabupaten dan kota yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

Saya hanya ingin mengingatkan kepada kita semuanya bahwa kita ini telah dianugerahi oleh Allah SWT perbedaan-perbedaan; beda suku, beda agama, beda tradisi, beda adat, beda bahasa daerah, beda semuanya. Sering kita tidak ingat. Agama beda. Suku, kita memiliki 714 suku yang berbeda-beda. Bahasa daerah berbeda-beda, ada 1.100 lebih bahasa daerah. Singapura itu, saya tanya ke Dubes, punya berapa suku? 4 suku, Singapura. Indonesia 714 (suku). Bayangkan betapa kita telah dianugerahi oleh Allah perbedaan-perbedaan itu. Di Afghanistan, saya pernah bertanya kepada Presiden Afghanistan, ada berapa suku di Afghanistan? 7. Indonesia 714 (suku). Inilah anugerah yang diberikan Allah kepada kita bangsa Indonesia, perbedaan-perbedaan, warna-warni, bermacam-macam. Inilah yang harus kita rawat dan kita jaga, karena aset terbesar bangsa Indonesia adalah persatuan, adalah kerukunan, adalah persaudaraan. Bapak-Ibu setuju enggak?

Aset terbesar bangsa kita adalah persatuan. Jangan sampai, saya titip, jangan sampai, saya titip, karena pemilihan bupati, karena pemilihan gubernur, karena pemilihan wali kota, karena pemilihan presiden, kita menjadi terpecah-pecah dan terbelah. Jangan. Karena itu setiap 5 tahun pesta demokrasi itu pasti ada, setiap 5 tahun. Jangan sampai karena dikompor-kompori, dipanas-panasi menjadi antarteman enggak saling sapa, antartetangga enggak saling sapa. Jangan sampai, saya titip. Kita ini semuanya bersaudara. Saya sudah sampaikan, kita jaga ukhuwah islamiah kita, kita jaga ukhuwah wathaniyah kita, kita jaga. Karena bangsa ini memang dianugerahi oleh Allah perbedaan-perbedaan yang sangat. Sangat banyak sekali perbedaannya.

Sering kalau sudah masuk ke tahun politik itu pasti banyak sekali yang memanas-manasi. Ada fitnah, ada kabar bohong, saling mencela, saling menjelekkan. Jangan terpengaruh oleh hal-hal yang seperti itu. Itu pintarnya orang-orang politik, bagaimana mempengaruhi. Cek betul, dicek betul, kalau ada informasi benar atau enggak benar, dicek. Karena banyak informasi, contoh mengenai saya saja, Presiden Jokowi itu PKI. Coba, banyak itu di media sosial seperti itu. Ada yang percaya. Ada yang percaya, padahal PKI itu dibubarkan tahun 1965, saya lahir tahun 1961. Coba, saya masih balita sudah PKI. Coba, ada yang percaya. Hal-hal seperti ini yang harus betul-betul kita cek benar kalau ada kabar itu benar enggak sich? Ini kabar bohong atau kabar fitnah atau kabar benar? Jangan gampang termakan oleh hal-hal yang berbau fitnah, mencela, mencemooh, menjelekkan. Itu bukan etika agama kita, bukan nilai-nilai agama yang kita anut. Etika, nilai-nilai ke-Indonesia-an kita adalah nilai-nilai yang penuh dengan kesantuan, penuh dengan keramahtamahan, penuh dengan kelemahlembutan. Itulah kenapa kita dikenal sebagai bangsa yang ramah.

Bapak-Ibu ada yang maju enggak? Tapi enggak dapat sepeda. Karena mulai kemarin, kita sudah enggak boleh lagi bagi sepeda. Senangnya Bapak-Ibu kan diberi sepeda kan? Nah sekarang enggak boleh. Jadi karena enggak boleh, ya enggak ada yang maju lagi. Enggak ada yang boleh maju.

Baiklah Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi gunakanlah sertifikat ini untuk hal-hal yang bisa menyejahterakan, memberikan kebaikan kepada keluarga Bapak-Ibu sekalian sehingga kita berharap sertifikat ini betul-betul bermanfaat bagi kita.

Saya tutup,
Terima kasih,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru