Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat Provinsi Bali, 14 Juni 2019, di Lapangan Umum Kilobar, Desa Taman Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali
Om swastiastu.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Punapi gatrane?
Becik nggih?
Nggih.
Mugi-mugi rahajeng sareng sami.
Saya bisa bahasa Bali-nya juga hanya itu. Itu belajar tadi pagi.
Yang saya hormati Pak Menteri ATR/Kepala BPN, Pak Sekretaris Kabinet, Bapak Gubernur Bali beserta Ibu, Bapak Bupati Kabupaten Bangli beserta Ibu, serta Pak Pangdam, Pak Kapolda,
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati.
Berbahagia sekali hari ini saya bisa menyerahkan kembali tiga ribu sertifikat. Sudah dipegang semuanya sertifikatnya? Coba diangkat tinggi-tinggi. Tinggi-tinggi. Di sini kok belum? Belum? Oh undangan, omong dong. Mau saya hitung ini, sertifikatnya diangkat. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29 , 3.000. Benar.
Bapak-Ibu sekalian supaya tahu ya, di seluruh Indonesia ini harusnya masyarakat yang pegang sertifikat, nih, harusnya 126 juta. Tetapi sampai 2014 kemarin baru, yang pegang baru 46 juta. Berarti masih kurang 80 juta yang di seluruh Indonesia, yang punya tanah tapi belum pegang sertifikat. 80 juta bidang, sangat besar sekali.
Setahun di seluruh Indonesia ini biasanya keluar sertifikat itu hanya 500-600 ribu. Artinya, Bapak-Ibu sekalian kalau pengin pegang sertifikat menunggu 160 tahun. Ya, kan? 80 juta, kalau setahun hanya 500 ribu, berarti 160 tahun. Siapa yang mau 160 tahun, pegang sertifikat nanti menunggu 160 tahun? Ada yang mau? Tunjuk jari saya beri sepeda. Ini maju, siapa yang mau? Maju. 160 tahun coba?
Oleh sebab itu, di 2015 saya sampaikan kepada Pak Menteri Agraria, Pak, enggak bisa seperti ini terus. Enggak bisa. Saya minta tahun depan itu lima juta, tahun depannya lagi tujuh juta, tahun depannya lagi sembilan juta, terus. Bukan lima ratus ribu. Sehingga kita hitung-hitung, kita perkirakan tahun 2025 itu seluruh sertifikat yang delapan puluh juta itu sudah bisa diberikan kepada masyarakat. Dan patut bersyukur, khusus untuk Provinsi Bali adalah nanti yang pertama semua sertifikat itu selesai. Itu tahun ini. Tadi Pak Menteri Agraria sudah sampaikan. Bali adalah pertama, provinsi pertama yang semuanya nanti sudah bisa pegang sertifikat.
Karena kita tahu, saya itu kalau pergi ke desa, saya kan hobinya masuk-masuk ke desa, masuk ke kampung, ke daerah, selalu yang masuk di telinga saya sengketa tanah, sengketa lahan, konflik tanah. Bisa tetangga dengan tetangga, ada bapak dengan anaknya, ada, masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan BUMN.
Oleh sebab itu, yang namanya sertifikat, tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki ini penting sekali untuk mendinginkan suasana yang ada di setiap daerah agar tidak ada yang namanya konflik tanah lagi. Sengketa tanah, sengketa lahan, enggak ada. Kalau sudah pegang ini mau apa? Ada orang mengaku-ngaku Ini tanah saya. Heh, tanah saya. Sertifikatnya ada. Di sini juga jelas. Nama pemegang hak di sini, Joko Widodo. Desanya jelas, Bangli, desa mana ada semua. Meter perseginya berapa, di sini ada semua. Sudah, mau apa coba? Masa Ndak, tanah saya ini. Mau ke pengadilan? Pasti menang, pegang ini kok. Ya, ndak? Oleh sebab itu, bersyukur Bapak-Ibu semuanya sudah pegang sertifikat.
Ya, kalau sudah pegang sertifikat saya titip, yang pertama, ini sudah diplastik semua? Nanti sampai di rumah difotokopi, terus disimpan. Yang satu asli simpan sini, lemari sini, yang fotokopi simpan lemari sini. Kalau hilang aslinya, masih punya fotokopi, mengurus ke kantor BPN lebih mudah. Saya titip. Kenapa diplastik? Kalau gentingnya bocor, sertifikatnya enggak rusak. Ya ndak? Ini barang penting lho, ini bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki, yang namanya sertifikat. Yang ketiga, saya titip, ini biasanya kalau sudah pegang sertifikat, penginnya disekolahkan. Benar ndak? Ya kalau mau disekolahkan juga enggak apa-apa, kalau enggak simpan baik-baik, tapi jangan dijual. Hati-hati, saya titip itu. Kalau mau dipakai untuk jaminan, untuk agunan di bank, nih, enggak apa-apa tapi untuk hal-hal yang produktif, yang mendatangkan income.
Oleh sebab itu, kalau mau ke bank itu dicek dulu bunganya di bank berapa. Harus tahu. Cari bunga yang paling murah. KUR hanya tujuh persen per tahun. Jangan bunga tinggi-tinggi ditabrak saja. Kalau pinjam, misalnya tanahnya gede, pinjam dapat Rp300 juta, saya titip gunakan semuanya Rp300 juta itu untuk modal kerja, untuk modal usaha, untuk modal investasi. Jangan digunakan yang lain-lain dulu. Ini orang kita ini, biasanya, ini biasanya, kebanyakan itu dapat Rp300 juta, ya kan? Senang kan dapat uang Rp300 juta, Rp150 juta beli mobil, nah. Ya ndak? Wah, gagah muter-muter kampung, muter desa. Enam bulan, itu hanya enam bulan. Enggak bisa menyicil mobil, enggak bisa menyicil ke bank, ya enam bulan mobil ditarik lagi dealer. Benar? Enggak bisa menyicil ke bank, sertifikatnya juga hilang, sudah. Gantengnya, gagahnya, hanya enam bulan. Dapat Rp30 juta, jangan sampai juga yang Rp15 juta untuk beli sepeda motor. Wah muter-muter kampung, sepeda motornya baru. Itu juga sama, enam bulan.
Sudah, saya titip agar kalau pinjam ke bank itu dikalkulasi, dihitung, bisa menyicil enggak, bisa mengangsur enggak. Kalau enggak, jangan. Kalau hitung-hitungnya, “Waduh, enggak masuk ini!” “Wah, menyicilnya berat.” Enggak usah. Jangan dipaksakan. Kalau dihitung, “Oh, masih ada sisa.” Nah, ini yang bisa diteruskan. Oh ada sisa, nanti sebulan ada sisa Rp3 juta, bisa ditabung, sisa Rp5 juta, ditabung. Baru nanti untuk beli sepeda motor, mau beli mobil, silakan. Tapi jangan dari uang pokok pinjaman. Itu hati-hati betul. Saya titip ini. Karena kalau enggak diberikan pesan seperti itu kadang-kadang ya itu, waduh dapat sertifikat baru semangat, besok langsung ke bank. Ke bank-nya juga senang, ada agunan. Wah langsung nih beli, ya itu tadi, beli mobil, beli sepeda motor. Nah itu, mulai masalah.
Yang hadir di sini saya mau tanya, yang mengurusnya cepat? Ini cepat? Cepat ya? Ya, naik.
Ada yang mau maju? Yang pengin ini, yang pengin sertifikatnya dimasukkan bank, maju! Ya, coba, Bapak sini maju. Tadi semangat banget ini. Enggak apa-apa, maju sini. Dicek-cek dulu, apa? Ndak lah, sudah kelihatan, enggak usah dicek. Sini. Ya biasa, ini Paspampres kan untuk keamanan. Sini, Pak, silakan.
Ada yang sertifikatnya mau dimasukkan ke bank tunjuk jari! Ibu? Ya, boleh. Ini kelihatannya semangat, ini benar ini mau masuk bank. Ibu! Enggak apa-apa. Ya, dari tadi saya lihat kok Ibu ini tadi yang tunjuk jarinya kok semangat ini. Apa ini? Silakan, sini, Bu.
Dikenalkan dulu Pak, namanya.
(Dialog Presiden Republik Indonesia dengan Perwakilan Penerima Sertifikat)
Baiklah Bapak-Ibu sekalian, saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada pagi hari ini.
Terima kasih.
Saya tutup.
Om santi santi santi om.
Assalamualaikum warahmatullahi wabatakatuh.