Sambutan Presiden Joko Widodo pada Penyerahan Sertifikat Tanah Wakaf, 6 Juni 2018, di Masjid Jami Nurul Muqqorrobin, Gempolsari, Subang, Jawa Barat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 6 Juni 2018
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 3.215 Kali

Logo-Pidato2-8Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirrabbilalamin, wassalatu was salamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin, wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati Pak Menteri ATR/Kepala BPN, Bapak Agum Gumelar, Wantimpres,
Bapak Gubernur Jawa Barat, Bapak Bupati Subang, serta Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati.

Sampurasun!
Kumaha damang?
Baik-baik semuanya?
Alhamdulillah.

Saya sangat berbahagia sekali siang hari ini bisa bersilaturahmi dengan Bapak- Ibu sekalian dan menyerahkan sertifikat wakaf, baik untuk pondok pesantren atau masjid atau musala, atau untuk madrasah, karena ini juga kita lakukan di daerah-daerah yang lain. Seperti terakhir kita bagikan di Padang, Sumatra Barat ada 540. Di sini berapa Pak Menteri? Di sini yang dibagikan baru 50. Tapi di beberapa tempat di Jawa Barat juga sudah kita bagikan.

Kenapa sih sertifikat ini harus selesai? Setiap saya ke daerah, ke kampung, ke desa keluhannya adalah banyak sekali urusan yang berkaitan dengan sengketa lahan. Seperti di Sumatra Barat, ada masjid yang sangat besar tapi tanahnya disengketakan. Di Jakarta, masjid yang sangat besar tanahnya disengketakan. Di provinsi yang lain juga sama, enggak yang gede yang kecil pun juga disengketakan. Oleh sebab itu, dengan telah diterbitkannya sertifikat, ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki oleh masjid atau dimiliki oleh yayasan atau dimiliki oleh pondok pesantren. Saya kira insyaallah sudah tidak ada masalah hukum lagi.

Artinya, kalau ada yang klaim, “itu milik saya,” sudah enggak bisa karena di sini jelas. Namanya jelas, luasnya di sini juga jelas. Secara hukum dibawa ke pengadilan kayak apapun insyaallah sudah tidak ada masalah karena memang sertifikat adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Oleh sebab itu, kalau sudah pegang ini semuanya kita harapkan yang ingin membangun masjid lebih besar, diperbesar lagi juga tidak was-was, yang ingin membangun musalanya menjadi masjid yang besar juga tidak ada masalah, yang ingin membangun pondok pesantrennya menjadi lebih besar juga tidak ada masalah karena memang sertifikatnya sudah ada.

Dan ini akan kita lakukan terus, di provinsi-provinsi yang lain akan menyusul. Dan kita berharap dengan telah terbitnya dan telah kita pegang yang namanya sertifikat, hal-hal yang berkaitan dengan sengketa itu betul-betul insyaallah sudah tidak ada lagi.

Tapi memang pekerjaan ini adalah sebuah pekerjaan besar. Masjid dan musala di seluruh Indonesia itu ada kurang lebih 800 ribu, 800 ribu, pondok pesantren di seluruh tanah air ini informasi yang saya terima 29.000, itupun menurut saya, saya masih ragu, lebih banyak dari itu. Artinya memang masih memerlukan pekerjaan besar tetapi terus akan setiap hari, setiap minggu, setiap bulan akan terus kita bagikan yang namanya sertifikat-sertifikat seperti ini.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan mengenai hal yang berkaitan dengan sertifikat.

Yang kedua, saya ingin berbicara masalah isu-isu. Nah ini mumpung ketemu dengan takmir, dengan pimpinan pondok, dengan ulama. Karena yang kita lihat di bawah itu masih ada isu-isu yang sebetulnya sudah 3 tahun ini tidak saya jawab. Saya diam saja tapi kok setelah kita lihat dari penelitian survei kok juga yang percaya masih lumayan. Jadi perlu saya mulai tanggapi.

Yang berkaitan dengan isu Presiden Jokowi PKI. Masih dengar ndak? Masih? Masih, wong di penelitian kita masih kok. Logikanya itu enggak masuk, gitu lho. Saya lahir tahun ‘61, PKI dibubarkan tahun ‘65. Masak ada balita PKI? logikanya kok enggak mengerti, bisa ke makan yang seperti itu. Sekarang isu-isu kan di mana-mana.

Sudah saya jawab seperti itu belok lagi, “Oh enggak, bapak ibunya nah, kakek neneknya. Gampang sekali sekarang ini. NU punya cabang di Solo, Muhammadiyah ada cabang di Solo, Persis ada cabang di Solo, Al Irsyad ada cabang di Solo, Tarbiyah ada cabang di Solo, semuanya ada semuanya. Ya tanyakan saja, tabayun tanyakan ke masjid di dekat rumah saya, rumah orang tua saya. Gampang sekali. Siapa sih saya ini, gampang sekali.

Belum ini rampung ada isu lagi, saya baca tabloidnya, Presiden Jokowi itu anaknya Tionghoa dari Singapura namamya Oey Hong Liong. Kok ya ada namanya, saya kadang-kadang juga heran. Masyaallah, kadang-kadang saya juga malas mau jawab tapi kalau diterus-terusin ada yang percaya juga kebangetan yang percaya. Bapak saya itu orang Karanganyar, orang desa. Ibu saya juga orang desa, orang Boyolali. Sudah jelas sekali. Kalau semua orang di Solo juga mengerti. Tapi ini yang mengerti kan hanya yang di Solo yang mengerti, yang di luar Solo kan enggak mengerti isu sehingga isu-isu itu diterus-teruskan.

Saya itu sebenarnya sabar, sudahlah ngapain saya tanggapi, tapi lama-lama kemana-mana ya saya tanggapi sekarang. Harus saya tanggapi, nanti kalau enggak ya akan menjadi fitnah yang enggak baik, menjadi isu yang tidak baik.

Apalagi sampai berprasangka, menjadi berprasangka buruk. Kita ini yang ingin kita kembangkan adalah khusnul tafahum, berprasangka baik, berprasangka yang positif. Yang banyak terjadi sekarang ini karena media sosial ada di mana-mana su’ul tafahum, gampang curiga, gampang berprasangka jelek.

Saya rasa menjadi tugas kita semuanya, pemerintah, ulama, kyai, ustaz, habib untuk terus menyadarkan kepada masyarakat betapa sekarang ini memang yang namanya dunia maya, yang namanya media sosial itu memang sangat mengkhawatirkan kalau kita tidak memberikan pendidikan karakter yang baik kepada anak, kepada santri-santri kita, kepada anak didik kita. Sehingga gampang diintervensi, dimasuki oleh berita-berita yang tidak benar, diintervensi oleh budaya-budaya barat, budaya-budaya dari Eropa, budaya-budaya yang masuk kemudian merusak sendi-sendi nilai-nilai keislaman, nilai-nilai budaya Indonesia yang sudah lama kita miliki sebagai sebuah bangsa yang berbudi pekerti yang baik, yang sopan, yang santun, yang ramah. Ini Kalau tidak kita waspadai. Ini menjadi kewajiban kita bersama untuk memberikan kesadaran kepada umat.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Terima kasih,
Saya tutup,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru