Sambutan Presiden Joko Widodo pada Peresmian Pembukaan Tanwir Muhammadiyah Tahun 2017, di Ambon, Maluku, 24 Februari 2017
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.
Yang saya hormati Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah beserta seluruh jajaran dan keluarga besar Muhammadiyah yang hadir pada Tanwir Muhammadiyah di Ambon pada hari ini,
Yang saya hormati pimpinan lembaga negara, hadir di sini Ketua DPR Bapak Setya Novanto, Ketua MPR Bapak Zulkifli Hasan beserta Panglima TNI, Kapolri, Ketua OJK,
Yang saya hormati Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku yang sudah 3 kali ini menyampaikan kepada saya protes masalah urusan DAU, “Pak kami ini daratannya kecil tapi lautannya gede, tapi DAU selalu dihitung pakai hitungan daratan, kami dapat kecil, Pak”. Ini mumpung ada Ketua DPR saya sampaikan sekalian. Sudah 3 kali saya hitung Pak Gub.
Jadi saya 2 minggu ini datang ke Ambon, yang pertama karena saya cinta Maluku, yang kedua saya cinta Muhammadiyah. Ada yang bisikin saya, “Bapak di Muktamar kan sudah hadir, masa Bapak di Tanwir hadir?” Saya mau hadir, saya jawab, saya mau datang. Ya di Muktamar hadir, di Tanwir hadir kan juga tidak apa-apa.
Hadirin dan tamu undangan yang berbahagia,
Muhammadiyah sebagai pembawa misi Islam berkemajuan terbukti telah menjadi kekuatan transformatif terbangunnya tata kehidupan umat yang lebih baik. Semua dilakukan melalui jalur pendidikan, kesehatan, dan aktivitas sosial yang lain. Saya tahu, saat ini Muhammadiyah telah memiliki 4.623 TK, ini yang data yang saya miliki, SD dan Madrasah Ibtidaiyah 2.252, kemudian SMP dan Madrasah Tsanawiyah 1.632, SMA, SMK, Madrasah Aliyah 1.291, dan Perguruan Tinggi 171. Ini adalah sebuah kekuatan yang sangat besar. Masih ditambah rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang jumlahnya 2.119, ditambah lagi dengan pesantren, panti asuhan, dan panti jompo yang saya tidak memiliki datanya. Pasti lebih banyak lagi, pasti lebih banyak lagi karena datanya ini kesulitan saya kira. Mungkin menghitungnya kesulitan sehingga datanya saya tidak memiliki.
Karena itu saya percaya kalau misi Islam berkemajuan ini akan menjadi sebuah kekuatan yang harus kita jaga terus. Kalau komitmen ini kita jaga terus, kalau kita bersama-sama bergotong royong kita akan dapat mewujudkan masyarakat yang tamadun, yang beradab, yang maju, yang berdaulat, dan yang berkeadilan.
Saya datang 1,5 tahun yang lalu ke Wamena. Saat itu saya, saya kalau malam atau pagi saya senang bertemu rakyat langsung dan mereka menyampaikan, “Pak Presiden,” yang saya kaget, “harga bensin di Wamena itu kalau keadaan normal Rp60 ribu, kalau keadaan tidak normal kadang sampai Rp100 Pak. Itu belum yang di atas, di atas Wamena, di Puncak, di Lanny Jaya, harganya lebih tinggi lagi.” Saya berpikir, ini sudah berpuluh tahun mereka menikmati harga yang sangat tinggi itu, dinikmati harga yang tinggi, tidak pernah protes. Kita yang di Jawa, kalau naik Rp500, naik Rp1.000 saja demonya 3 bulan.
Pulang dari Wamena saya perintah pada Menteri saat itu, “Bu Menteri, saya ingin di Papua harga bensin sama seperti yang kita nikmati di Jawa dan di wilayah lainnya. Satu tahun lebih perintah saya itu baru bisa dilaksanakan. Baru pada bulan Oktober tahun yang lalu harga itu bisa sama. Artinya dari Rp60 ribu, dari Rp70 ribu, dari Rp100 ribu menjadi Rp6.450. Itupun nunggu satu tahun lebih. Karena memang banyak yang mengambil keuntungan dari harga yang sangat tinggi itu. Tidak mudah, sudah diperintah, agak saya injak, sudah dimarahi, itu saja sulit.
Ini baru urusan bensin, belum urusan semen. Sama, semen di Jawa juga hanya Rp70 ribu, di Wamena, di atasnya ada yang menyampaikan ke saya dan saya sampaikan waktu di rapat-rapat Rp800-1,5 juta. Banyak yang tidak percaya, “tidak mungkin Pak, tidak mungkin Pak”. Begitu saya kesana, saya cek malah ada yang Rp2,5 juta per sak.
Bagaimana keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia kalau ada yang harganya di Jawa Rp70 ribu, kemudian yang di Papua Rp2,5 juta per sak semen? Yang ini saya belum berhasil. Harganya belum turun karena memang jurusnya belum ketemu. Tapi saya meyakini insya Allah itu juga akan harganya nanti juga akan sama.
Hadirin yang saya hormati,
Dan untuk mewujudkan pemerataan ekonomi tahun 2017 ini sebentar lagi, saya sudah juga diskusi banyak dengan Pak Ketua PP Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Yang pada tahapan awal kita akan fokus pada 3 (tiga) sektor penting, yaitu pertama di reforma agraria dan redistribusi aset, ini urusan lahan; yang kedua di bidang akses keuangan, akses permodalan; dan yang ketiga dalam peningkatan pembangunan sumber daya manusia.
Yang pertama urusan reforma agraria dan redistribusi aset. Kita tahu, tadi sudah disampaikan oleh Pak Ketua, 1 persen memegang kurang lebih 55% aset yang ada. Satu orang ada yang pegang 300 ribu hektar, ada yang 3 juta hektar, ada yang 700 ribu hektar. Petani ada yang tidak memiliki lahan, hanya buruh tani. Yang memiliki pun hanya 1/4 hektar rata-rata, itu data yang kita punya. Inilah problem yang harus kita selesaikan sehingga gini ratio kita terus bisa kita turunkan.
Dari data yang kita miliki, sekarang ini ada 106 juta bidang tanah, yang bersertifikat baru 46 juta, separuh lebih belum bersertifikat. Artinya rakyat menduduki sebuah lahan tetapi status hukumnya tidak ada. Inilah yang saya sudah perintahkan, kebetulan hadir Pak Menteri ATR/Kepala BPN, agar setiap tahun penyelesaian sertifikat biasanya hanya 500 ribu, saya minta tahun ini 5 juta, tahun depan 7 juta sertifikat, tahun depannya lagi 9 juta sertifikat harus diberikan kepada rakyat.
Disampaikan ke saya oleh Pak Menteri, “Pak juru ukurnya kurang.” Saya sampaikan, “bukan urusan saya.” Silakan cari juru ukur dengan segala jurus lakukan. Sekarang ada rekrutmen juru ukur swasta, silakan tidak apa-apa. Tadi di depan saya sampaikan, “juru ukur sekarang sudah dapat berapa?” “Sudah tambah 900 orang Pak.” “Oh ya sudah meloncatnya agak lumayan.” Dari 1.000 sekarang tambah 900, sudah 2 kali. Nanti akan ditambah lagi sampai kurang lebih 9.000-10.000 juru ukur. Itu baru bisa menyelesaikan 5 juta, 7 juta, sampai 9 juta.
Kembali ke sektor lahan. Yang kita mau adalah dengan program ini rakyat itu menjadi pemilik, rakyat itu menjadi pemilik, menjadi owner. Kita mau seluruh rakyat masing-masing memiliki sesuatu yang berharga yaitu sebidang tanah. Karena tanah adalah permulaan dari segalanya. Sekarang ini di kantong saya sudah ada 12,7 juta hektar. Ini saya ambil, saya ambil, saya ambil, enggak produktif cabut, enggak produktif cabut, enggak produktif ambil. Dapat 12,7 juta hektar. Ini yang akan nanti dengan skema-skema khusus, entah untuk rakyat, entah untuk koperasi, entah untuk Muhammadiyah. Dengan catatan lahan itu harus produktif dan tidak bisa dijual lagi, kuncinya harus di situ. Percuma dibagi-bagi bagi-bagi kemudian dibeli lagi oleh yang itu lagi juga percuma, tidak ada artinya.
Saat saya bertemu dengan rakyat saya selalu bertanya apa yang Bapak dan Ibu miliki, punya apa, apakah punya rumah, apa punya warung. Dan meskipun sudah dimiliki berpuluh tahun kalau tidak ada sertifikat itu bukan milik, karena statusnya tidak jelas.
Satu hal yang ingin saya tekankan, redistribusi ini bukan mengambil haknya orang kaya, tidak. Ini jangan ada kekeliruan pendapat, yang kemudian diberikan kepada yang tidak punya, bukan itu. Tetapi dari tadi lahan-lahan yang tadi tidak produktif yang kami ambil, sudah diberikan, tidak diapa-apakan ya saya ambil lagi, kita ambil lagi, negara ambil lagi dan dijadikan barang yang mempunyai status legal.
Dan hampir di semua negara kaya itu memulai perjalanannya menjadi negara maju itu dengan reforma agraria. Rakyat yang tadinya tidak punya apa-apa diberikan hak legal, diberikan status legal atas lahan yang mereka duduki, menjadi seorang pemilik, menjadi seorang owner. Maka di semua negara demokrasi yang maju isu property right demikian fundamental, menjadi hal yang sangat mendasar. Dari situlah orang mulai berkembang dengan status legal yang jelas, mempunyai kedudukan atas tanah yang jelas. Orang itu menjadi disegani sebagai seorang pemilik, sebagai seorang yang berada. Inilah tujuan dari reforma agraria dan redistribusi aset. Dan dengan sertifikat yang jelas nantinya bisa dipakai dijadikan jaminan untuk berdagang, untuk berusaha, untuk mendanai sekolah dan kuliah anak-anaknya. Inilah tujuan kita.
Kemudian yang kedua yang berkaitan dengan akses ke permodalan. Kalau kita lihat di negara kita sekarang ini ekonomi syariah itu baru berjalan kurang lebih 5% dari pangsa yang ada. Masih ada kesempatan 95% yang bisa kita kembangkan. Bisnis syariah bukan hanya perbankan syariah, bidang-bidang yang lain industri, pabrik, hotel, wisata, masih banyak lagi kesempatan yang bisa kita masuki. Malaysia sudah berada pada posisi 35% lebih. Artinya sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia pangsa itu ke depan masih sangat menjanjikan sekali untuk dikembangkan.
Inilah yang kedua, yaitu akses ke keuangan, akses permodalan. Yang kita mulai saat ini dengan KUR dengan interest yang dulunya 22% sekarang menjadi 9% dan akan kita tekan lagi untuk masuk ke angka 7%.
Yang ketiga adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dua bulan yang lalu saya perintah kepada Menteri Keuangan untuk menghitung kira-kira tahun 2045 nanti dengan kondisi kita yang normal seperti ini, Indonesia akan menjadi seperti apa ini dalam hitung-hitungan penduduk, PDB, dan income per kapita. Penduduk nanti di 2045, 100 tahun Indonesia merdeka, kita akan memiliki penduduk kurang lebih 309 juta, insya Allah 309 juta penduduk kita. Kemudian PDB kita kalau keadaan kita normal seperti ini, pertumbuhan ekonomi di atas 5 atau minimal 5, tidak ada goncangan-goncangan politik, PDB kita akan masuk ke angka USD9,1 triliun, artinya kurang lebih Rp120 ribu triliun. Income per kapita kita berapa? Dihitung oleh Bu Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani, ketemunya income per kapita kita sekarang USD3.450, nanti tahun 2045 akan menjadi USD29 ribu, hampir 10 kali. Dan kalau itu betul-betul terjadi, kita akan menjadi 4 besar ekonomi terbesar dunia. Menjadi 4 terbesar ekonomi terbaik dunia. Tetapi memang, sekali lagi, ini butuh konsistensi, butuh kerja keras, dan butuh sebuah estafet yang baik. Artinya ada budaya estafet dari pemimpin sebelumnya ke pemimpin berikutnya. Jangan mulai lagi dari TK lagi, mulai dari awal lagi. Ini harus diestafetkan terus. Sehingga angka-angka yang tadi diberikan kepada saya itu betul-betul bisa kita pegang betul.
Kembali ke kualitas SDM. Problem kita dengan kondisi demografi di 2025-2030, angkatan kerja kita sekarang, angkatan kerja kita sekarang posisinya adalah 42% itu adalah lulusan SD, 66% adalah lulusan SD dan SMP, 82% lulusan SD, SMP, SMA/SMK.
Oleh sebab itu, saya menugaskan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kebetulan dari Muhammadiyah, bukan kebetulan memang dari Muhammadiyah Prof. Muhadjir untuk betul-betul fokus kepada pendidikan vocational, fokus pada vocational training, dua hal ini, pendidikan vocational dan vocational training. Karena yang kita hadapi ini sudah jadi. Dan di dunia pendidikan kita terutama di sekolah kejuruan, di vocational school, problemnya ternyata bukan problem yang mudah. Harusnya di sana itu 70-80% itu pendidiknya, gurunya adalah guru-guru pelatih. Melatih membikin pintu, melatih meng-assemble otomotif, melatih mengelas sesuatu, melatih membikin bangunan. Fakta yang ada adalah 80% gurunya adalah guru-guru normatif. Guru normatif itu guru Pancasila, guru Bahasa Indonesia, guru Bahasa Inggris, guru Kimia, guru Matematika. Sehingga keluarannya juga hampir mirip-mirip dengan SMA, skill-nya tidak dimiliki. Inilah problem besar kita yang baru dirombak habis-habisan oleh Prof. Muhadjir. Saya tidak tahu selesainya kapan, tapi saya ingin secepatnya ini selesai. Sehingga saya lihat beliau sekarang semakin kurus.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Saya percaya ke depan Muhammadiyah akan semakin bekerja keras untuk mewujudkan Islam berkemajuan dan tatanan NKRI yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Sebuah tatanan hidup yang berkeadilan, yang berpihak pada kaum mustad’afin, kaum yang lemah, masyarakat yang miskin, masyarakat yang tertinggal.
Terakhir saya mengucapkan selamat melaksanakan tanwir, semoga dari sini hadir gagasan-gagasan berkemajuan untuk mewujudkan kedaulatan dan keadilan sosial di tanah air kita.
Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim maka saya buka Tanwir Muhammadiyah Tahun 2017.
Terima kasih,
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.