Sambutan Presiden Joko Widodo Pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional 2017, di Lapangan Tahitu, Ambon, Maluku, 9 Februari 2017

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 9 Februari 2017
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 7.342 Kali

Logo-Pidato2Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semua.

Yang saya hormati Ketua Umum PWI beserta seluruh keluarga besar insan pers, Dewan Pers, seluruh tokoh pers nasional,
Yang saya hormati Pimpinan Lembaga Negara,
Yang mulia para Duta Besar negara sahabat,
Yang saya hormati Menteri Kabinet Kerja, Panglima TNI, dan Kapolri,
Yang saya hormati Gubernur Maluku, beserta Wali Kota yang hadir, seluruh tokoh masyarakat, tokoh agama,
Bapak, Ibu hadirin sekalian yang saya hormati.

Yang pertama, saya ingin menyampaikan bahwa saya tidak mungkin seperti pemilik media dalam melakukan misalnya memanggil Ketua PWI “No”, enggak mungkin. Enggak mungkin berani, yang berani melakukan itu hanya pemilik media. Kalau memanggil Ketua PWI “No” itu bisa habis saya. Jadi, kalau memanggil Ketua PWI pasti Bapak Margiono yang terhormat.

Kalau datang ke Istana juga sama. Enggak mungkin saya seperti Bang Surya, baru berbicara 5 menit langsung dirangkul disuruh keluar, enggak mungkin. Kalau waktunya 5 menit, kalau PWI mungkin di Istana 2 jam enggak berani ngusir saya. Saya pastikan itu, karena kita tahu betapa sangat pentingnya pers bagi pembangunan negara ini.

Saat ini jagat media mainstream, jagad media arus utama, menghadapi tantangan yang sangat besar dengan hadirnya media sosial. Media sosial menjadi kegandrungan baru yang luar biasa. Tidak hanya di kalangan masyarakat, sekarang semuanya main medsos, masyarakat, Bupati, Wali Kota, Gubernur, Menteri, Presiden semuanya main medsos. Ada yang senang nge-twit, ada yang senang main instagram, ada yang senang main path, ada yang senang main facebook. Semuanya gandrung media sosial.

Dan sementara satu persatu media arus utama, media mainstream, yang tidak mampu bersiasat, yang tidak mampu beradaptasi ini kecenderungan di seluruh dunia, dan kita harapkan di Indonesia tidak terjadi, mulai berguguran. Media sosial juga menjadi memusingkan pemerintah. Ini yang saya dengar dari Perdana Menteri, dari Presiden yang saya temui. Semuanya mengeluhkan, “Presiden Jokowi, kalau media mainstream masih bisa kita ajak komunikasi, masih bisa kita ajak bicara, tapi kalau media sosial siapa yang bisa memagari?”

Inilah keterbukaan yang semua negara menghadapi. Jadi bukan hanya Indonesia menghadapi fenomena ini, seluruh negara di dunia ini mengalami. Tapi saya yakin meskipun digempur media sosial, media mainstream, media arus utama tidak akan hilang. Sebagaimana radio tidak hilang digantikan televisi. Keduanya akan sama-sama eksis karena bisa saling melengkapi untuk memenuhi dahaga masyarakat akan informasi. Media sosial unggul karena kecepatan, karena nilai aktualitas, sementara media arus utama, media mainstream menonjol karena akurasi, karena kedalaman materi-materinya.

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Digitalisasi proses komunikasi membuat setiap orang, setiap individu kini bisa menjadi produsen berita. Semuanya bisa memberitakan apa yang dia lihat, apa yang dia alami. Setiap saat di media sosial kita kebanjiran berita. Ada berita yang obyektif, yang aktual, ada yang kritik yang baik, tapi banyak juga berita bohong, hoax, yang mengganggu akal sehat kita. Ada berita yang membuat kegaduhan, banyak berita yang penuh dengan caci maki, penuh dengan fitnah, memecah-belah masyarakat, dan bahkan mengancam persatuan bangsa.

Tetapi saya mempunyai keyakinan, bahwa ini nantinya justru akan semakin mendewasakan kita, akan mematangkan kita, akan menjadikan kita tahan uji. Jadi tidak perlu kita banyak keluhan kalau mendengar hal-hal yang ada di media sosial karena ini fenomena semua negara.

Oleh sebab itu kita harus bersama-sama setop ini, mengurangi ini, setop berita bohong, hoax, berita yang memecah-belah, berita-berita fitnah, harus kita hadapi. Dan dalam kondisi demikian, seharusnya media arus utama, media mainstream, harus mampu meluruskan hal yang bengkok-bengkok, menjernihkan kekeruhan yang terjadi di media sosial. Dan tidak lantas ikut larut dan malah memungut isu-isu yang belum terverifikasi di media sosial sebagai bahan berita. Karena kita sekarang ini bisa melihat kalau ada trending topic di media sosial justru itu yang dipakai untuk berita tanpa verifikasi apakah berita itu betul-betul benar atau tidak benar.

Media arus utama, media mainstream, tidak boleh luntur dalam menjunjung tinggi etika jurnalistik, yang menuntut faktualitas, yang menuntut obyektivitas, yang menuntut disiplin dalam melakukan verifikasi.

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Pada kesempatan yang baik ini saya ingin mengapresiasi  upaya-upaya Dewan Pers yang melakukan verifikasi terhadap perusahaan media massa, cetak maupun elektronik. Selain menjamin profesionalitas dan perlindungan terhadap wartawan, dengan adanya verifikasi tersebut masyarakat juga bisa tahu media mana yang bisa dijadikan rujukan, media mana yang bisa dipercaya dalam pemberitaan.

Akhirnya saya mengharap peringatan Hari Pers Nasional di Kota Ambon ini dapat memperteguh komitmen kita bersama untuk membangun Indonesia yang harmoni dan mewujudkan ekonomi yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selamat Hari Pers Nasional,
Terima kasih,
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru