Sambutan Presiden Joko Widodo pada Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2018, 26 Juli 2018, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara, hadir di sini Bapak Ketua BPK RI,
Yang saya hormati Gubernur Bank Indonesia beserta seluruh jajaran anggota dewan gubernur,
Yang saya hormati Ketua OJK,
Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati para gubernur, para bupati, dan para wali kota yang hadir pada pagi ini,
Bapak-Ibu tamu undangan yang berbahagia,
Kapolri dan Panglima yang hadir atau yang mewakili.
Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh kepala daerah atas capaian inflasi yang tadi sudah disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia, segenap anggota Tim Pengendali Inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah karena selama 4 tahun ini kita betul-betul bisa menekan inflasi pada angka di bawah 4 persen.
2015 di angka 3,35 persen, 2016 3,02 persen, 2017 3,61 persen. Lompatan seperti ini harus terus kita lanjutkan karena saya lihat sekarang koordinasi antara pusat dan daerah semakin baik. Ada Satgas Pangan dan juga yang ada di pusat maupun di daerah juga bekerja dengan baik. Saya kira kalau ini kita teruskan kita akan memiliki inflasi yang stabil, yang kita harapkan semakin tahun, semakin turun-semakin turun, dan kita harapkan nanti antara 1 dan 2 itu target kita sehingga seperti negara-negara yang maju, stabilitas harga itu betul-betul bisa kita terjaga.
Yang pertama, saya ingin menyampaikan mengenai problem besar kita yang kita hadapi sekarang ini, ketidakpastian ekonomi global sulit diprediksi, sulit dikalkulasi karena kebijakan-kebijakan sekarang ini memang pada posisi transisi yang menuju kepada normal yang baru ini. Ini masa transisi. Oleh sebab itu, persiapan antisipasi itu betul-betul harus terus kita lakukan dalam merespons setiap perubahan-perubahan yang ada.
Ada 2 problem besar yang selalu terus menerus saya sampaikan, yang ini menjadi kewajiban kita bersama, yang masih harus kita carikan jalan keluarnya bagi negara kita. Problem defisit transaksi berjalan, problem defisit neraca perdagangan. Kalau fundamental ini bisa kita perbaiki, kita akan menuju pada negara yang tidak akan terpengaruh oleh gejolak-gejolak ekonomi dunia.
Neraca perdagangan, saya titip meskipun berkali-kali juga sudah saya sampaikan, ini urusan ekspor dan impor. Kita sekarang ini defisit, impornya banyak ekspornya lebih sedikit. Problemnya adalah di investasi, di ekspansi-ekspansi usaha. Oleh sebab itu, saya titip kepada gubernur, bupati, wali kota, urusan yang berkaitan dengan investasi yang orientasinya ekspor, atau investasi yang itu adalah substitusi barang-barang yang impor, sudahlah jangan ada pembicaraan lagi. Tutup mata, langsung suruh bangun investasi itu, investor itu, perusahaan itu. Karena ini yang kita butuhkan. Jangan mikir panjang-panjang, jangan ditanya macam-macam sehingga batal, enggak jadi investasi di provinsi, di kabupaten, dan di kota daerah Bapak-Ibu semuanya. Sekali lagi, yang namanya investasi, yang orientasinya ekspor buka lebar-lebar. Yang namanya investasi untuk substitusi barang-barang impor buka lebar-lebar. Jangan ada pertanyaan lagi. Kalau bisa selesaikan izinnya detik itu juga, hari itu juga, biar besok dia langsung bisa bangun. Ini pelayanan, kecepatan.
Sekarang di pusat sudah ada Online Single Submission. Ini mau kita urus yang pusat dulu. Tapi ini nanti akan bisa masuk ke provinsi, bisa masuk ke kabupaten, bisa masuk ke kota, bisa di-trace, ditelusuri di mana berhenti izin-izin itu. Kalau kita sudah surplus, neraca perdagangan kita sudah, mau ada gejolak apa, kita bisa kipas-kipas. Defisit transaksi berjalan kita sudah surplus, ya sudah kita bisa kipas-kipas. Pertama, saya titip itu, investasi yang orientasinya ekspor, yang kedua, investasi yang berkaitan dengan substitusi barang-barang impor, buka lebar-lebar.
Yang kedua, yang berkaitan dengan pariwisata, ini juga menghasilkan devisa. Berikan ruang yang sebesar-besarnya bagi investasi di bidang ini, terutama untuk daerah-daerah yang pariwisatanya sudah mulai diincar oleh wisatawan-wisatawan baik dalam negeri maupun dari luar. Apa yang dibutuhkan dari pusat kita akan siap untuk membantu ini.
Saya sudah kemarin kita sampaikan mengenai 10 Bali baru tapi yang akan kita fokus kerjakan memang baru Mandalika di NTB, Labuan Bajo di NTT, Borobudur di Jawa Tengah-Jogja, kemudian Toba di Sumatra Utara. Ini memang kita baru akan fokus di situ. Yang lain juga silakan berjalan tapi ini kita mau fokus dulu di sini. Dan kita harapkan nantinya target wisatawan di 2019, target kita, saya sudah berikan target ke Menteri Pariwisata 20 juta turis harus datang ke negara kita Indonesia. Sebuah lompatan yang sebelumnya kita mencapai 9 juta.
Yang kedua, yang berkaitan dengan inflasi, saya melihat hasil ini sudah baik, tapi kita ingin, sekali lagi, target kita semakin tahun semakin rendah, semakin rendah, semakin rendah. Tolong betul-betul kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) yang berkaitan dengan pasokan, terutama yang berkaitan dengan pangan, dilihat betul. Kita ini sering terjebak dengan rutinitas yang administratif, tanda tangan kebijakan, tanda tangan , tanda tangan, lapangannya tidak sering dipantau. Tolong lihat angka-angka inflasinya naik atau inflasinya turun, problemnya apa. Di pasokan atau di distribusi, atau karena infrastruktur yang jelek, semua harus tahu. Pasokan, kalau kurang misalnya beras, tahu berasnya kurang, cek provinsi mana yang surplus. Misalnya Jawa Timur, bel Gubernur Jawa Timur Pakdhe Karwo untuk kirim misalnya ke yang kurang di provinsi mana. Yang surplus di Sulawesi Selatan, bel, telepon Gubernur Sulawesi Selatan. Kalau telepon kurang mantap datangi, paling terbang 1 jam – 1,5 jam. Kirim beras ke provinsi saya. Bupati/wali kota sama. Memang harus seperti itu kalau ingin rakyat menikmati harga yang terkendali.
Jangan inflasi sudah tinggi, tidak mengerti, duduk manis di kantor. Percuma pertumbuhan ekonomi tinggi, misalnya pertumbuhan ekonomi 5 tapi inflasinya 9, tekor 4 persen rakyat. Ini harus mengerti kita. Yang benar itu, pertumbuhan ekonomi misalnya 7 inflasinya 2 itu, itu baru. Pertumbuhan ekonomi 6 inflasinya 1,5 itu baru, dapat itu rakyat merasakan. Sekarang baru 5,1 inflasinya 3,6. Masih ada gap space yang bisa dinikmati. Semua kita harus mengerti masalah ini.
Pasokan, distribusi betul-betul dicek. Memang 2 hal yang penting itu adalah pertama pertumbuhan, yang kedua tekan inflasi. Itu yang penting. Karena kita masih problem meskipun turunnya enggak drastis volatilitas di harga-harga bahan-bahan pangan memang masih 4,47 tapi kalau kita peduli terhadap masalah ini, ini akan gampang terus kita tekan. Masalah pasokan seperti apa, distribusinya seperti apa.
Saya titip juga kepada Kapolri, terutama untuk kapolres-kapolres juga jangan represif, tetap ikuti mekanisme pasar. Represif itu artinya kalau inflasi di sebuah daerah itu stabil tetapi orang mau menimbun barang, enggak ada masalah. Tapi kalau ada orang, distributor, atau agen menimbun barang, sehingga harganya menjadi melonjak naik, ini yang harus dimasalahkan. Karena stok itu juga perlu. Oleh sebab itu, saya titip, saya sudah sampaikan ke Kapolri, ke Bareskrim, saya titip Pak Kapolri agar yang namanya mekanisme pasar itu tetap harus kita jaga. Biarkan mekanisme pasar, tapi kalau ada yang merusak dengan cara menimbun, inflasi naik, harga naik itu yang harus dikejar.
Tadi sudah saya sampaikan mengenai perdagangan antardaerah, ini betul-betul tolong dilihat. Perdagangan antardaerah ini penting sekali. Ada provinsi yang kurang, ada provinsi yang lebih, semua barang. Tolong ini kita harus mengerti posisinya sehingga kalau sebuah daerah kurang, langsung saja telepon daerah lain agar ini dipasok. Karena sering sebuah daerah produksinya gede, daerah lain kurang tapi tidak ada komunikasi, sehingga yang satu inflasinya tinggi, yang satu kebanyakan barang. Ini yang harus dijaga.
Kemudian juga daerah perlu memikirkan pasar-pasar pengumpul. Ini penting. Pasar-pasar pengumpul, baik itu provinsi, kabupaten, maupun kota sehingga yang namanya petani itu tahu di mana dia harus datang, di mana dia harus menjual. Kalau memang ingin dibuat pasar induk, misalnya beras ini kita ingin membuat pasar induk di provinsi-provinsi penghasil beras. Pasar induk beras kita sekarang ini yang gede, paling gede di Cipinang, di Jakarta. Tapi yang tidak benar adalah misalnya Sulawesi surplus dikirim ke Cipinang, Jawa Timur surplus kirim ke Cipinang, Jawa Barat surplus kirim ke Cipinang. Dari Cipinang dikirim lagi balik ke timur, ini kan bolak balik, kena biaya transportasi. Ini tidak pernah kita hitung. Sehingga penting dibangun pasar induk-pasar induk yang lain sehingga tidak ada transportasi lagi. Dari Sulsel kirim ke Jakarta, balikin lagi ke Sulawesi yang lain, provinsi yang lain. Untuk apa? Ini saya lihat masih, hal-hal seperti ini secara detail harus kita lihat, agar yang namanya biaya transportasi tidak dobel. Sulsel-Jakarta, Jakarta-Sulawesi, banyak yang masih seperti itu.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya rasa kita semuanya semakin tahu betapa pentingnya pertumbuhan ekonomi dan betapa pentingnya kita menekan inflasi. Semuanya sudah tahu. Jangan sampai 2 hal yang sangat penting ini lepas dari manajemen kita, dari pengelolaan kita di daerah kita masing-masing.
Saya rasa itu yang penting yang bisa saya sampaikan. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, saya resmi membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2018.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.