Sambutan Presiden Joko Widodo Saat Menerima Pengurus Asosiasi Industri Rekaman Indonesia dan Persatuan Artis Penyanyi dan Pencipta Lagu RI di Istana Negara, Jakarta, 18 Mei 2015
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semuanya.
Yang saya hormati seluruh Menteri yang hadir, Kapolri, Kepala Badan Ekonomi Kreatif,
Serta seluruh insan pencipta lagu, musik, dan dari industri rekaman. Juga hadir di sini Pimpinan dan Anggota Komisi X.
Saya lihat tadi yang tepuk tangan dan semangat kok masih kurang? Feeling saya mengatakan karena terlalu pagi. Biasanya mungkin masih istirahat dan tidur.
Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati,
Banyak yang menyampaikan kepada saya yang berkaitan, yang pertama misalnya masalah illegal fishing, pencurian ikan. Karena sudah bertahun-tahun, orang menganggap itu biasa. Di depan mata kita setiap hari 7 ribu kapal asing bergerak di perairan kita, dianggap biasa. Buat saya tidak, buat saya tidak.
Narkoba, yang tiap hari mematikan 50 generasi kita, 50 orang, setahun 18 ribu orang, juga kita tidak mempunyai pergerakan yang ekstra. Artinya juga dianggap biasa-biasa saja. Buat saya itu juga tidak. Karena kita mungkin sudah kelelahan dan menganggap itu biasa.
Masalah minyak dan gas juga sama. Di situ juga ada mafia minyak dan gas, juga kita anggap, karena memang kesulitan untuk memberantasnya, dianggap juga biasa-biasa saja.
Beras juga sama, karena cara yang paling cepat untuk memberikan harga yang paling baik pada masyarakat adalah impor. Yang mengendalikan siapa, yang bermain siapa? Juga sama, di situ ada mafianya.
Kita menganggap seperti itu biasa, biasa, biasa. Buat saya juga tidak, semuanya harus diselesaikan. Tapi persoalan kita memang terlalu besar, belum masalah korupsi yang juga menjadi masalah besar kita. Jangan dianggap biasa-biasa terus, ndak. Ini masalah yang harus diselesaikan. Kenapa saya undang juga Kapolri di sini, karena saya juga ingin menegaskan bahwa ini, seperti tadi yang sudah disampaikan oleh Mas Anang, bukan hal yang biasa buat saya.
Pembajakan yang terus menerus, yang sudah lama, saya baca hampir tiap hari, dan biasanya diselesaikan sehari dua hari sebagai hal yang basa basi, bukan… kalau pembajakannya terus menerus mestinya penegakan hukumnya juga harus terus menerus. Kalau seperti ini kan kuat-kuatan saja, mana yang kuat. Bosan-bosan saja, mana yang nanti akan bosan, penegak hukumnya atau yang membajak. Hanya masalah itu. Kalau dihilangkan total iya, tapi paling tidak harus ditekan sekecil-kecilnya. Ini yang saya sampaikan. Sudah saya perintahkan ke Kapolri, kalau tidak keliru seminggu atau 10 hari yang lalu.
Dan barang itu sama, Bapak/Ibu hadirin yang berbahagia. Sama seperti kapal yang lalu lalang, ada kita ngerti, dibiarkan. Kalau saya tidak.
“Benar data ini? Betul 7.000?”
“Betul.”
“Dimana?” Saya suruh cek.
“Betul, Pak. Kalau Bapak mau lihat, malam hari yang namanya kapal itu kayak pasar malam di Maluku.”
Saya cek, betul. Saya ambil fotonya betul, kayak pasar malam, 7.000. Perintah saya saat itu, sebulan setelah dilantik, “sudah, tangkapin semuanya, tenggelamkan semuanya.” Perintah saya itu saja. Jangan, sudah lah, kalau kita nggak tegasin seperti itu ya akan terus menerus. Hasilnya sekarang, setelah ditenggelamin, ditenggelamin, ditenggelamin, langsung drastis drop. Tapi kalau ini tidak konsisten, tidak ada konsistensi, akan muncul lagi. Sekarang saya nggak menyebut negaranya, ada parkir di sebuah provinsi, di negara tetangga kita, parkir kapal ada 3.000, parkir. Karena kita serius dan dianggap serius. Sebentar lagi mungkin mau kita tenggelamin lagi mungkin 30 kapal.
Sama juga, pembajakan juga sama, ada di depan mata kita. Nggak usah tanya di mana orang jualan CD atau VCD atau DVD. Tempatnya di mana, semua orang tahu. Saya tanya Bapak/Ibu juga tahu semuanya tempatnya di mana. Apalagi penegak hukum, apalagi Kapolri pasti tahu. Di mana, tahu. Jangan ada yang jawab tidak tahu. Tahu semuanya. Ini kita hanya, persoalannya hanya satu, niat atau tidak niat, mau atau tidak mau, hanya itu saja. Nggak ada yang lain.
Bukan hanya di jalanan kan yang jualan? Yang diramein yang di jalanan, di toko-toko saja banyak sekali. Itu yang fisik, yang DVD, yang CD, yang VCD. Yang online, sekarang gampang sekali juga, tadi sudah disampaikan, gampang download. Ini harus diurus, seperti ini harus diurus. Harus mulai diurus dan ngurusnya terus menerus. Ada konsistensi kalau mau kita hilang, terus menerus.
Tolong saya diingatkan, diingatkan terus. Saya yang akan memerintahkan. Jadi Bapak/Ibu semuanya yang terkait dengan ini, ingatkan. Untung di dekat saya sekarang ada Mas Triawan Munaf, hampir tiap hari ketemu, bisa mengingatkan. Jelas, orang musik jelas.
Dan jangan juga yang dikejar-kejar itu yang pedagang di jalanan, pedagang kecil-kecil. Pemain besarnya saja kelihatan kok siapa, kelihatan. Saya tanya saja pasti tahu itu Pak… pasti nunjuk sudah. Gebug aja yang gede langsung. Memang mau menggebug kadang-kadang masih mikir. Waktu kemaren menenggelamkan kapal saja perintah saya sampai tiga kali baru berani menenggelamkan. Sudah perintah tiga kali.
“Bapak betul serius?”
“Hei saya perintah sudah saya perintah sekali, jangan perintah dua kali!”
Masih tanya, “Bapak serius?” Aduh, Menteri saya.
“Serius, tenggelamkan!”
Saya tunggu 2 minggu belum ditenggelamkan, saya perintah lagi, “Tenggelamkan!” Baru yang ketiga, baru tenggelam.
Ini juga sama, ini nanti akan sama, ini akan sama. Artinya memang pemain besarnya yang harus diselesaikan. Bukan yang jualan yang di trotoar itu, bukan. Dia untuk ramai-ramai saja. Saya tidak tahu apakah saya ini hanya dugaan saja, apakah ada yang mem-backing-i. Sama seperti kapal itu juga katanya ada yang backing-in, backing-in.
“Siapa yang backing-i?”, saya tanya.
“Katanya ini Pak, katanya ini…”
“Katanya, katanya, sudah tenggelamkan.”
Jangan menduga-duga seperti itu. Tapi kalau tidak bisa diselesaikan ya saya akan menduga ini pasti ada masalah, seperti yang diduga tadi, kenapa tidak bisa diselesaikan.
Yang kedua, sekarang sudah ada lembaga manajemen kolektif nasional. Ini memang harus didorong terus untuk mengelola pengumpulan royalti yang ada. Saya tahu pencipta lagu, pemusik, sekarang sudah kaya, tapi saya ingin tambah kaya gitu lho atau kaya raya. Saya tahu sudah kaya-kaya, kalau dengan saya nggak ada apa-apanya, pasti lebih kaya. Penyanyi, pengarang lagu, pemusik, kaya-kaya tapi kalau ini bisa diselesaikan akan menjadi sebuah, industri kreatif kita akan langsung meloncat, pasti. Karena menghasilkan dan hak ciptanya dihargai.
Oleh sebab itu, saya minta dari lembaga manajemen kolektif ini bekerja sama dengan pemerintah. Saya tidak tahu, apakah dengan Polri atau kah dengan institusi yang lainnya. Tetapi saya minta agar lembaga yang sudah ada itu betul-betul produktif. Jangan sampai hanya, sudah dibentuk tetapi tidak mempunyai fungsi yang konkrit, fungsi yang nyata terhadap insan musik, pencipta lagu, dan lain-lain. Harus konkrit dan ada hasilnya. Mungkin kalau dulu saya bisa meng-collect 10, setelah ada lembaga menjadi bisa meng-collect 100, itu baru. Ini yang saya kira hal-hal yang perlu kita selesaikan bersama. Dan perintah saya ini kepada Kapolri, meskipun sudah, saya ulangi lagi di depan Bapak/Ibu dan Saudara-saudara semua, kita semuanya dan khususnya aparat penegak hukum di bawah Kapolri harus betul-betul serius menyelesaikan masalah ini.
Mungkin itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini, dan sekali lagi tolong saya di, terus diingatkan, kalau Pak belum ada, perasaan kita kok belum ada tindakan yang konkrit. Saya nanti yang bagian ya seperti tadi, memang illegal fishing, ya urusan migas, ya kita ini memang, memang sangat berat sekarang ini tantangan yang kita hadapi sangat berat untuk hal-hal yang sudah kita anggap sebagai hal yang biasa.
Atau karena kita sudah, sudah berpuluh-puluh tahun kayak gini-gini, ya sudah, sudah lah kita jalani saja. Ndak, kalau saya ndak, ndak ada seperti itu, harus, setiap persoalan memang harus diselesaikan, harus diselesaikan. Tolong saya selalu dibisiki, diberitahu, diingatkan, dan tentu saja saya akan nantinya segera memerintahkan kepada instansi-instansi yang berkaitan dengan itu untuk segera diselesaikan.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini dan terima kasih atas kehadirannya. Dan mohon maaf undangan saya terlalu, mungkin terlalu kepagian, mungkin lain waktu mungkin malam hari.
Saya tutup, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
(Humas Setkab)