Sambutan Presiden pada Peluncuran Strategi Nasional Keuangan Inklusif, 18 November 2016, di Istana Negara, Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 18 November 2016
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 4.560 Kali

Logo-Pidato2Bismillahirahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang hormati seluruh pimpinan lembaga negara yang hadir,
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati Dewan Gubernur Bank Indonesia dan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan,
|Yang saya hormati para Gubernur,
Bapak/Ibu hadirin yang berbahagia.

Setelah 71 tahun merdeka walaupun negara kita Indonesia sudah menjadi ekonomi terbesar di Asia Tenggara namun ternyata Indeks Keuangan Inklusif kita masih di tingkat 36 persen berdasarkan data 2014, hanya 36 persen. Artinya, masih belum banyak rakyat Indonesia yang menikmati manfaat dari produk dan layanan keuangan, layanan perbankan. Masih banyak yang belum mempunyai tabungan, masih banyak yang sulit mendapatkan akses kepada pinjaman dari lembaga keuangan atau perbankan. Target pada 2019 memang sangat ambisius sekali, 75 persen. Tapi memang kalau targetnya mau enteng, ya 40 persen. Enteng, pasti dapat. Tapi 75 persen ini bukan sesuatu yang mudah.

Oleh sebab itu, sudah saya perintahkan kepada seluruh menteri, sekarang bantuan-bantuan sosial tidak boleh diberikan secara tunai. Harus masuk kepada sistem keuangan, kepada banking system, pada sistem perbankan kita. Dan saya harapkan juga kepada seluruh gubernur, bupati, wali kota semuanya, bantuan-bantuan sosial yang jumlahnya juga triliunan itu bisa dilakukan melalui sistem keuangan, melalui sistem perbankan yang kita punyai. Karena ini juga merupakan jumlah yang tidak sedikit. Kalau nanti semua gubernur, bupati, wali kota semuanya melakukan ini, ini akan melonjakkan target yang kita tentukan.

Kemudian yang kedua, juga yang berkaitan dengan petani kita, nelayan kita, buruh kita, usaha-usaha mikro kita. Ajak semuanya untuk masuk ke sistem keuangan, masuk ke banking system kita. Sehingga juga akan menambah jumlah persentase itu. Kalau ini kita lakukan, nantinya kita sudah tidak usah bingung-bingung lagi. Stabilitas sistem keuangan kita akan baik. Enggak usah pinjam-pinjam uang ke luar. Karena sekarang uang kita memang masih banyak yang disimpan di bawah kasur, di bawah bantal, di bawah tikar, di dalam lemari, tidak masuk ke sistem keuangan kita, banyak sekali. Dan terbukti itu kemarin waktu tax amnesty, yang dari bawah kasur, bawah bantal, dalam lemari semuanya keluar semuanya. Meskipun saya tahu itu belum semuanya, belum semuanya.

Yang kedua, yang berkaitan dengan kolateral, yang berkaitan dengan agunan. Saya sudah perintahkan juga ke Menteri BPN/Menteri ATR, agar target pemberian sertifikat kepada masyarakat itu sudah kita tidak nanggung-nanggung lagi. Karena ini nanti akan memudahkan masyarakat untuk akses ke perbankan, akses ke sistem keuangan kita. Tanpa kolateral, tanpa agunan, jangan harap peningkatan untuk melonjak 75 persen tadi akan bisa kita capai. Tahun 2017, biasanya hanya satu juta, satu juta. 2017 berapa Pak Menteri? 5 juta. 2018? 7 juta sertifikat.  2019? 9 juta? Betul? Naiknya  2 juta, 2 juta.

Terus ada yang bertanya, “Pak, juru ukurnya kurang.” Ayo, juru ukur tidak usah dari birokrasi tidak apa-apa. Sekarang cari dari luar, berikan sertifikasi yang jelas untuk kompetensinya, untuk ngukur-ngukur itu. Karena problemnya ada di sini, problemnya ada di juru ukur. Sudah bertahun-tahun problem itu jelas kenapa sertifikat sampai  berbulan-bulan, bertahun-tahun problemnya hanya di juru ukur. Sehingga saya perintahkan enggak usah dari birokrasi, kelamaan, langsung. Ada uji kompetensi, berikan sertifikat bisa jadi juru ukur. Itu nanti akan melompatkan jumlah sertifikat yang diberikan pada masyarakat.

Saya yakin tahun depan akan kelihatan. Karena jumlahnya sebetulnya juru ukur yang dibutuhkan juga tidak banyak-banyak amat. Totalnya berapa? 10 ribu ya? 10 ribu, sama juru data. Sudahlah, kalau kita harus lewat penerimaan PNS, sudah kelamaan, kelamaan, kelamaan sudah. Stop yang seperti-seperti itu. Enggak bisa, cari luar, didik sebentar, jadi sudah langsung ke lapangan.

Tentu ini sebuah pekerjaan yang besar bagi pemerintah karena meningkatkan keuangan inklusif di Indonesia adalah langkah penting dalam perjuangan melawan kemiskinan, melawan kesenjangan sosial. Tanpa ini sulit. Kita akan lakukan itu.

Ketika makin banyak rakyat yang dapat mengakses layanan perbankan, hidup mereka akan lebih teratur karena pengaturan keuangan pribadinya akan lebih baik. Ini jelas. Beda kalau nyimpen di rumah, nyimpen di bawah kasur, nyimpen di lemari sama di perbankan akan berbeda. Mereka bisa lebih hemat, mereka lebih siap menghadapi kebutuhan di masa depan. Seperti menabung untuk biaya anak sekolah dan lebih cepat mendapatkan pinjaman untuk memulai usaha tanpa harus ke rentenir.

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Saya perlu tekankan kepada setiap kementerian dan institusi pemerintah yang  terkait dengan Strategis Nasional Keuangan Inklusif agar benar-benar dipastikan pelaksanaannya. Kalau strateginya sudah dibuat, kemudian pelaksanaannya tidak dipastikan sesuai dengan strategi itu ya tidak ada artinya. Tapi bekerja dengan saya, saya pastikan akan saya kontrol. Akan saya cek, akan saya cek, akan saya cek, akan saya cek. Jadi strategi ini mesti berjalan.

Dan 75 persen nanti juga akan saya hitung setiap bulannya naik berapa. Apalagi tadi di depan, target kita untuk mencapai Indeks Keuangan Inklusif di tingkat 75 persen dalam waktu 3-4 tahun ini bukan sebuah angka yang kecil. Tetapi ini harus kalau kita mau masyarakat kita meningkat kesejahteraannya. Dan agar target tersebut bisa tercapai, maka kita harus meninggalkan kebiasaan lama. Banyak rencana, banyak strategi, tapi minim di dalam pelaksanaan. Boleh banyak rencana, boleh banyak strategi, tapi pelaksanaan juga banyak.

Jadi tadi saya ingatkan lagi, akan saya cek, akan saya cek, akan saya cek, akan saya cek, akan saya cek, sudah. Pekerjaan apapun pasti akan saya kontrol. Ingat bahwa politik kita sekarang adalah politik kerja. Kerja, kerja, kerja, tambah satu, kerja.

Dalam SNKI, Strategi Nasional Keuangan Inklusif sudah ditetapkan 6 pilar untuk mempercepat meningkatnya keuangan inklusif di Indonesia dari hulu sampai hilir. Tugas juga sudah dibagi antar kementerian, antar institusi, institusi pemerintah untuk setiap pilar. Jadi sudah dibagi-bagi. Tapi saya minta tetap semuanya bersinergi dalam pelaksanaannya. Turun langsung ke lapangan, lihat hambatannya, dan langsung selesaikan, carikan solusinya.

Maka dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim saya nyatakan Strategi Nasional Keuangan Inklusif resmi di luncurkan.

Terima kasih.
Wassalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru