Sambutan Presiden Republik Indonesia pada Groundbreaking Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lontar Extention #4 (1x315MW) dan Peresmian Gardu Induk serta Transmisi di Wilayah Jakarta Raya dan Banten Tangerang, 10 Juni 2016
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirabbilalamin,
Washalatu wassalamu ‘ala asrafil anbiyai walmursalin sayyidina wahabibina wasafiina wamaulana Muhammadin wa’ala alihi wasahbihi ajmain amma badu.
Bapak, Ibu, dan Saudara-Saudara sekalian yang saya hormati,
Tadi sudah disampaikan oleh Pak Direktur Utama PLN mengenai pembangunan perlistrikan yang ada di Jawa dan Bali. Kalau kita lihat kebutuhan di Jawa-Bali saja sekarang ini, sampai 2019, itu masih membutuhkan kurang lebih 21.000MW. Kebutuhan yang sangat besar sekali yang harus dikejar. Kebutuhan yang harus segera dipercepat pelaksanaan pembangunannya.
Karena kalau tidak, kalau tidak, nanti 2019 akan ada kekurangan listrik di Jawa dan Bali. Dan artinya, akan ada pemadaman di provinsi-provinsi yang ada di Jawa dan Bali. Oleh sebab itu, kenapa saya selalu menyampaikan, saya ngotot, 35.000MW di seluruh Indonesia ini harus dipercepat, harus segera dikerjakan. Karena apa? Jawabannya sederhana. Karena kalau kita lihat malam hari dari atas Indonesia, banyak wilayah-wilayah yang masih gelap, yang masih gelap. Artinya apa? Masih banyak anak-anak kita, malam hari, kalau mau belajar, tidak ada listriknya, tidak ada lampunya. Kalau sudah seperti itu, kalau anak yang rajin masih pakai lilin atau lampu teplok, kalau anaknya malas, orang tuanya enggak mau ngingetin, ya malamnya enggak belajar. Kalau enggak belajar, artinya apa? Anaknya jadi enggak pinter. Ini yang pemerintah tidak mau.
Juga di desa-desa, di kampung-kampung. Kita lihat dari atas. Kalau desa dan kampung masih banyak yang padam, artinya apa? Usaha kecil, usaha-usaha mikro, yang ada di kampung, di desa tidak bisa jalan. Yang jahit misalnya enggak bisa jalan. Yang usaha kerajinan yang makai listrik malam hari, enggak bisa jalan.
Inilah kenapa 35.000MW kita kejar. Kita tidak mau kalah dengan negara yang lain. Negara yang lain terang benderang, kita juga ingin Indonesia terang-benderang.
Terus di Banten, sekarang di Banten. Apakah masih ada desa yang belum terlistriki? Masih. Di Banten bagian selatan, tadi saya tanya juga ke Bapak Menteri ESDM, masih ada, di Banten yang bagian selatan. Tadi juga langsung saya perintahkan kepada Menteri ESDM agar tahun ini dimulai agar listrik itu masuk ke desa-desa yang belum terlistriki. Tadi Pak Sekda juga menyampaikan bahwa pemerintah Provinsi Banten juga mempunyai anggaran untuk kesana. Saya kira kalau bisa, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dengan Pak Bupati Tangerang juga bersama-sama menyelesaikan ini, bareng-bareng. Ya persoalan-persoalan mengenai listrik akan cepat dan segera bisa kita selesaikan.
Yang kedua, listrik ini juga diperlukan untuk industri, untuk orang yang mau buka hotel. Kalau listriknya kurang, orang mau membikin pabrik, membikin industri, mana mau masuk ke Banten, kalau listriknya kurang. Pasti akan pindah ke daerah yang lain. Kalau di daerah yang lain juga kurang, pasti akan pindah ke negara yang lain. Kalau pabrik enggak ada yang berdiri, industri enggak ada yang berdiri, anak-anak muda kita mau bekerja di mana? Betapa pentingnya yang namanya listrik.
(Dialog Presiden Joko Widodo dengan masyarakat)
Presiden: Bapak, Ibu di sini, ada yang rumahnya belum ada listriknya enggak? Tunjuk jari, ada enggak? Udah ada, semuanya? Alhamdulillah. Bener, betul, semua terlistriki semuanya? Kalau belum tunjuk jari. Sini maju yang belum. Yang belum maju, mana? Sini maju, saya mau lihat ada berapa. Tadi diam saja, sekarang ada. Coba sini. Bener belum ada?
Lho kok maju semuanya jadinya? Yang belum tadi sini, udah maju, yang belum maju, sini yang belum maju. Lho kok banyak sekali? Tadi enggak mau ada yang mau tunjuk jari. Sekarang suruh maju, maju semua. Bener? Kesini aja. Waduh-waduh, waduh-waduh, tambah terus ini. Panggungnya enggak kuat nanti. Bener?
Presiden: Ibu di desa mana?
Warga: Kampung Selatip.
Presiden: Hah?
Warga: Kampung Selatip.
Presiden: Kampung Selatip?
Warga: Kecamatan Lontar.
Presiden: Di desa Lontar.
Warga: Ini Kampung Selatip ini.
Presiden: O.. Kampung Selatip di sini. O..
Warga: Iya.
Presiden: Bener belum punya listrik?
Warga: Iya betul itu. Betul itu. Kampung Selatip.
Presiden: Hah…Belum ada?
Warga: Belum ada, cuman nyalur sama tetangga.
Presiden: Terus, di rumah listriknya pake apa?
Warga: Nyalur sama tetangga.
Presiden: Hah?
Warga: Nyalur.
Presiden: Nyalur?
Warga: Iya.
Presiden: Ya berarti ada?
Warga: Ya ada, tapi kan, enggak ada kilometernya. Enggak ada kilometernya.
Presiden: Oo.. Enggak ada kilometernya, tapi listriknya ada?
Warga: Ada.
Presiden: Lah ya udah dong.
Warga: Tapi kan bukan kilometernya sendiri.
Presiden: Yang saya tanyakan itu, rumahnya yang masih padam, belum ada listrik. Ada ndak? Ini, siapa, tunjuk jari?
Warga: Enggak ada. Enggak ada lah Pak.
Warga: Ini sudah ada semuanya kan? Listriknya ada? Lampunya ada? Tapi belum ada kilometernya?
Warga: Ya.
Presiden: Oo yang dimaksud belum ada kilometer. Pertanyaan saya tadi belum ada listriknya kok.
Warga: Ya ada.
Presiden: Ada? Berapa lampu, berapa watt yang nyalur itu?
Warga: Dua.
Presiden: 2 lampu?
Warga: Iya, dalam sama luar.
Presiden: Dalam sama luar. Yang dalam dipakai untuk apa, untuk belajar anak?
Warga: Ya.
Presiden: Belajar anak?
Warga: Iya. Kalau di luar kan biar terang jalanan.
Presiden: Kalau di luar biar terang?
Warga: Iya.
Presiden: Oo.. Pengen punya kilometer sendiri?
Warga: Ya.
Presiden: Nanti bayarnya bisa?
Warga: ya bisa aja kalau ada rejeki mah.
Presiden: Kalau ada rejeki bisa?
Warga: Iya.
Presiden: Kalau enggak ada rezeki?
Warga: Ya dari mana Pak? Kalau ada sedikit-sedikit kan cuma cukup buat makan.
Presiden: (Bertanya pada audiens) Itu satu listrik berapa sih Pak? Bayarnya berapa sih 1 kilometer itu, berapa sih? Berapa bayarnya? Tahu enggak Ibu-Ibu? Kalau di sini, 1 juta untuk pasangnya?
Warga: Ya.
Presiden: Hmm… Ada tetangganya. Terus bayarnya per bulan berapa biasanya?
Warga: Ya kadang-kadang pulsa kan.
Presiden: Hah?
Warga: Sekarang makan pulsa.
Presiden: Oo.. pakai pulsa?
Warga: Berapa, kita punya duitnya. Kalau duitnya ya rada banyakan, ya banyak belinya pulsanya, kalau sedikit ya sedikit.
Presiden: Ooo… Ini ada berapa ini (Presiden menghitung) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18. Pak Dirut gimana?
Dirut PLN: Baik Bapak. Kami jelaskan, untuk 450W itu sekitar 300 ribu, tapi kalau masuk dalam kriteria miskin, mungkin bisa diberikan gratis melalui Wisdes. Nanti kerja samanya dengan pemerintah daerah Pak, biasanya begitu.
Presiden: Ini yang tadi berapa, saya hitung lagi berarti. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19. Sembilan belas. Ya nangis kan.
Warga: Ya.
Presiden: 19 KK ini, saya minta minggu ini dipasang, udah.
Dirut PLN: Baik Pak.
Presiden: Yang bayar Pak Dirut, apa saya?
Dirut PLN: Pak Dirut saja Pak. Dirut saja Pak.
Presiden: Ya, Pak Dirut. Sudah. Ada yang mau ngomong lagi? Apa? Tuh mau dipasang sama Pak Dirut PLN.
Warga 2: Maaf Pak. Kalau misalkan minta pekerjaan bisa enggak Pak?
Presiden: Heh?
Warga 2: Nganggur.
Presiden: Gimana?
Warga 2: Di kampungku itu banyak yang nganggur.
Presiden: Banyak yang nganggur?
Warga 2: Ibu-Ibunya gitu.
Presiden: Ibu-ibunya?
Warga 2: Iya. Pada nganggur.
Presiden: Ya apa. Pekerjaan apa?
Warga 2 : Ya apa saja yang penting bisa hasilin uang lah. Biar buat bantu suami, gitu Pak. Kan, kerjaan nelayan itu kadang dapat kadang enggak, gitu.
Presiden: Iya apa. Pekerjaannya apa?
Warga 2 : Ya apa saja gitu, yang penting.
Presiden: Hah? Kerjaan apa saja?
Warga 2: Semacam pabrik coklat, apa gimana.
Presiden: Ya nanti, biar diurus Pak Bupati.
Dirut PLN: Pak Presiden kalau boleh saya bantu, sebentar lagi kan ada proyek besar di sini, ada 3.000 orang yang kerja, mungkin bisa dibantu untuk buka warung. Ada kredit KUR Pak, bisa nanti bangun warung kecil-kecil, di sekitar sini untuk para pekerja yang membangun di sini.
Presiden: Nanti manajernya diperintah.
Dirut PLN : Baik Bapak.
Presiden: Ini dicatat Ibu, ini yang nanti warungnya diberi prioritas. Dicatat ini. Sudah. Ibu-Ibu kembali, silakan.
Warga: Terima kasih Pak.
Presiden: Ya sudah, sama-sama, ya. Itu dikumpulin dulu, dicatat. Yang lain, yang enggak maju, jangan ikut maju.
Bapak, Ibu sekalian yang saya hormati,
Memang kendala di lapangan dalam membangun listrik ini tidak mudah. Dulu-dulu yang banyak masalah adalah berkaitan dengan perizinan, dengan pembebasan lahan. Sekarang kita dengan pemerintah provinsi, dengan pemerintah kabupaten, terus bekerja sama, sehingga kita harapkan nanti investor semuanya di seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, mau membangun pembangkit tenaga listrik sehingga kekurangan kita bisa kita cukupi. Dan saya harapkan seluruh Menteri, Pak Dirut PLN juga, untuk sering turun ke lapangan, mengetahui masalah-masalah yang ada, melihat masalah-masalah yang ada, dan segera cepat diselesaikan.
Satu per satu, pembangkit tenaga listrik di negara kita, dari Sabang sampai Merauke sudah beberapa dimulai dan kita harapkan ini akan diteruskan terus, tiap hari ada yang dimulai, setiap minggu ada yang dimulai, setiap bulan ada yang dimulai. Dan kita harapkan target kita 35.000MW itu bisa diselesaikan sesuai dengan target yang kita berikan.
Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, PLTU Lontar Unit ke-4, pagi hari ini, saya nyatakan dimulai pembangunannya. Dan gardu listrik serta transmisi untuk wilayah-wilayah Jakarta Raya dan Banten, yang sudah selesai dibangun, saya resmikan.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.