Sejak 2014, Susi: Produksi Ikan Tangkap di Dalam Negeri Meningkat Signifikan
Sejak 2014 saat pemerintah memutuskan menerapkan pemberantasan IUU Fishing atau kegiatan perikanan yang tidak sah, tidak dilaporkan pada institusi yang berwenang, dan kegiatan perikanan yang belum diatur dalam peraturan yang ada, PDB perikanan mempunyai pertumbuhan yang sangat baik yaitu 7,35 persen dan 7,89 persen di tahun 2015, dan terus berlanjut sampai 2017 yaitu 5,95 persen.
Pada triwulan 2018 ini kelihatannya akan jauh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya karena pada semester pertama sudah naik secara signifikan, kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers Laporan 4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Membangun Manusia Indonesia Menuju Negara Maju, di Aula Gedung III Kemensetneg, Jakarta, Selasa (23/10) pagi.
Secara nominal, Susi menjelaskan, economic size PDB perikanan kita di 2014 adalah Rp245,48 triliun, tahun 2015 Rp288,9 triliun, tahun 2016 Rp317 triliun, tahun 2017 Rp349,53 triliun. Tahun 2018 pada triwulan II sudah Rp187 triliun.
Jadi yang bilang perikanan melemah tidak benar, karena ekspor dan PDB secara signifikan terus naik, tegas Susi.
Ditegaskan Susi, pertumbuhan PDB perikanan, terutama di perikanan tangkap ini mutlak dihasilkan melalui kekuatan armada nasional, karena sejak November 2014, kapal-kapal ikan asing dan eks asing sudah tidak boleh beroperasi di wilayah Indonesia.
Mengenai kenaikan produksi perikanan tangkap secara signifikan, Menteri Kelautan dan Perikanan mengemukakan, kenaikan itu nilainya lebih tinggi dibanding volumenya. Sehingga terjadi gap yang lebar antara volume dan nilai (value) itu.
Artinya, perikanan kita sudah menuju pada perikanan yang berkelanjutan. Ada selective catch, ukuran ikan lebih besar, volumenya turun tapi value-nya naik. Itulah cara mengelola perikanan yang benar. Jadi bukan ikan jelek-jelek yang ditangkap, melainkan ikan-ikan baik yang nilainya tinggi, tutur Susi.
Ditambahkan Menteri Kelautan dan Perikanan, produksi perikanan budidaya juga menunjukkan kenaikan yang signifikan. Seperti udang, patin, nila, lele, kepiting, kakap dll. Sementara produksi perikanan rumput laut di tahun 2017 ada penurunan akibat cuaca, karena produksi tersebut berada di pesisir, jika ombak tinggi biasanya menyebabkan produktivitas rendah.
Kita juga mengkampanyekan terus menerus gemar makan ikan untuk memperbaiki sumber daya manusia Indonesia. Terlebih lagi, Presiden mulai tahun ini akan memprioritaskan pembangunan SDM Indonesia yang lebih berkualitas, sambung Susi.
Ekspor hasil produksi perikanan.
Dalam kesempatan itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membantah sinyalemen sejumlah pihak bahwa ekspor perikanan kita sekarang turun. Ia menjelaskan, ekspor ikan Indonesia sekarang banyak yang sudah diolah.
Jadi kode HS-nya jangan ikan gelondongan, tapi kalau dengan produk added value-nya dari bakso, nugget, surimi dan sebagainya itu terlihat ada kenaikan tinggi, terang Susi.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan itu, nilai ekspor akhir tahun 2018 akan jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2017, karena yang masuk data baru dua kuartal saja sudah pada angka 2.272,67 juta dollar AS. Sedangkan tahun lalu hanya 2.013 juta dolar AS, berarti ada kenaikan lebih dari 12,88 persen.
Ini pertama kali dalam sejarah pemerintahan, sejak 4 tahun ini neraca perdagangan perikanan untuk Asia Tenggara selalu di atas negara-negara ASEAN yang lain. Untuk pertama kalinya nomor 1 di Asia Tenggara, terang Susi seraya menambahkan, kita bukan cuma juara dalam negeri saja, tapi sudah ASEAN., karena negara tetangga ikannya dari Indonesia, sekarang sudah tidak bisa nyolong lagi, jadi harus impor dari kita. (DND/FID/UN/AGG/ES)