Selamat Idul Fitri 1436H, Mohon Maaf Lahir Bathin

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 11 Juli 2015
Kategori: Opini
Dibaca: 26.073 Kali

Pak ArifOleh: M. Arief Khumaidi*)

Sebentar lagi lebaran tiba. Mudik, tradisi tahunan kembali kita laksanakan. Berbondong-bondong orang dari kota-kota besar, balik kembali kembali ke kampung halaman masing-masing. Kembali ke tempat asal dilahirkan, kembali ke asal mulanya, silaturahmi dengan orang tua, saudara dan bertemu dengan handai taulan. Tradisi ini sangat kental di tanah air yang jarang kita temui di negara-negara lain, termasuk di negara-negara Timur Tengah.

Perayaan Idhul Fitri tidak hanya sebuah ritual yang bernuansa keagamaan semata, namun juga menyangkut peristiwa sosial dan ekonomi. Berbondong-bondong orang-orang rela berdesak-desakan menuju kampung halaman mengejar momen berlebaran bersama. Apabila kita amati, dari tahun ke tahun pada waktu hari raya Idul Fitri, jalan raya dari Jakarta ke arah luar kota, ke arah daerah-daerah di pulau Jawa maupun arah Sumatera mengalami kemacetan. Begitu pula di Stasiun kereta api, terminal bus penuh sesak calon penumpang untuk mudik lebaran. Di pelabuhan-pelabuhan penuh penumpang, di bandara Soekarno-Hatta dengan tujuan berbagai daerah di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, penuh mengantri “take off”, bahkan tidak jarang penumpang kehabisan tiket untuk pulang menggunakan moda transportasi tersebut. Hal ini karena mudik merupakan fenomena sosial, yaitu bergeraknya manusia dari dearah satu ke daerah yang lain dalam rangka Idul Fitri.

Perayaan Idul Fitri juga merupakan peristiwa ekonomi, dimana terjadi pergerakan/aliran uang ke daerah yang luar biasa besarnya. Bank Indonesia telah mengantisipasi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri Tahun 1436 H/2015 dengan mempersiapkan pelayanan sistem pembayaran tunai dan non tunai agar dapat melayani kebutuhan masyarakat. Pada setiap bulan Ramadhan dan Idul Fitri, kebutuhan uang di masyarakat baik tunai atau non tunai mengalami peningkatan secara signifikan, akibat meningkat kegiatan transaksi di masyarakat. Proyeksi Bank Indonesia bahwa kebutuhan uang (outflow) periode Ramadhan dan Idul Fitri 1436H/2015 sebesar Rp 119,1 – Rp 125,2 triliun, sedangkan realisasi outflow pada tahun sebelumnya sebesar Rp 124,8 triliun. Hal ini menunjukkan terjadilnya aliran uang dari pusat ke daerah. Uang akan beredar di daerah dan menggerakkan ekonomi di daerah, menggerakkan sektor riil, seperti usaha kue untuk oleh-oleh khas daerah dan kuliner makanan khas daerah. Tidak jarang dengan pulangnya warga ke kampung halamannya dijadikan momen untuk menggalang dana bagi pembangunan sekolah dan masjid yang pelaksanaan pembangunannya setelah  usai lebaran. Hal ini menunjukkan lebaran ikut memberikan lapangan kerja dan pendapatan kepada masyarakat.

####

Bangsa kita pandai dalam mengapresiasi ajaran agama. Masyarakat Indonesia, pandai melaksanakan ajaran-ajaran agama dengan mengemas menjadi tradisi yang baik. Seperti kecerdasan Sunan Kalijaga (salah satu wali songo di Jawa) dalam melaksanakan dakwah Islamiah dengan mengemas menjadi bentuk seni yang adiluhung, indah namun penuh makna. Sunan Kalijaga dengan cerdas menggubah lagu ilir-ilir yang penuh petuah agama dan bingkai budaya lokal Jawa. Hasil seni budaya juga nampak pada lagu Tombo Ati yang popular di pesantren dan di langgar-langgar desa yang merupakan hasil karya cipta Raden Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Bonang yang makamnya diyakini berada di Kabupaten Tuban, Jawa Timur itu. Lagu ini penuh makna agamawi yang merupakan syiir dari Ali Bin Abi Thalib. Isi syiir ini antara lain: hati menjadi tenteram hati apabila membaca al Quran dengan pelan dan mendalami maknanya, pentingnya bergaul dan mendekat dengan orang shaleh agar ikut terpengaruh kesalehannya.

Perayaan Idul Fitri muncul dalam wujud budaya yaitu tradisi mudik, shalat berjamaah Idul Fitri, sungkeman, silaturahmi atau berkunjung beranjangsana ke sanak keluarga, tetangga, dan pengumpulan zakat. Berbondong-bondong umat Islam kembali mudik untuk sungkem kepada orang tua dan silaturahmi merupakan wujud implementasi ajaran keagamaan untuk berbakti kepada orang tua (birru walidain) dan silaturahmi dengan sanak saudara. Seperti yang tersebut dalam QS al Israa’ : 23-24. “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.” Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil”.

Dalam hadist disebutkan  “Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5983). “Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya (di dunia ini), – berikut dosa yang disimpan untuknya (di akhirat), – daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)” (HR. Abu Daud no. 4902, HR.Tirmidzi no. 2511, dan HR Ibnu Majah no. 4211).

Perayaan Idul Fitri dilaksanakan setelah sebulan penuh kita berjihad melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, sebagai wahana menggembleng diri selama sebulan penuh untuk secara maksimal menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Ibadah puasa sebagai ruang untuk latihan pengendalian diri dalam rangka mencapai derajat ketaqwaan di hadapan Allah.  Berpuasa menjadi tidak berarti apabila hanya tidak makan dan tidak minum, namun yang lebih penting adalah menahan diri dari godaan hawa nafsu yang menunjukkan diri di sekeliling kita. Godaan tersebut berupa rasa lapar dan dahaga, serta perilaku-perilaku bertabiat buruk dan tidak menyenangkan kepada orang lain, seperti iri, dengki, syirik, dan sebagainya. Kekuatan kita mengendalikan hawa nafsu tersebut menjadi bekal untuk meniti hidup di bulan-bulan berikutnya, untuk hidup  lebih baik selanjutnya di bandingkan tahun-tahun sebelum puasa. Indikator keberhasilan puasa adalah perilaku kita menjadi semakin baik, semakin bertaqwa, semakin berakhlakul karimah. Sehingga puasa yang berdampak positif adalah tidak hanya menghasilkan lapar dan dahaga saja, tetapi kulitas pribadi yang semakin taqwa.

Memang, semua Muslim di dunia menampilkan suasana ruhaniah yang sama ketika menjalankan ibadah puasa, yaitu dengan menjalankan syariat-syariat yang sama. Umat Islam menjalankan ibadah puasa ini sebagai bagian dari pembentuk jiwa keagamaan seorang Muslim, dan sebagai sarana pendidikan yang mana pengalaman di waktu kecil tersebut membekas dan berlangsung selama hidup seseorang.  Di tanah air Indonesia, pelaksanaan ibadah puasa juga dikemas dengan pemaknaan yang lebih mendalam. Perintah puasa yang terdapat dalam Quran surat al-Baqarah: 183, dilaksanakan dengan berbagai kegiatan, seperti berbuka puasa bersama dengan handai taulan, keluarga besar, atau rekan dan mitra kerja, antara lain berbuka puasa makan jenis makanan khas, seperti kolak.  Shalat tarawih yang merupakan shalat malam (lail) dilakukan secara berjamaah di masjid-masjid dan surau-surau menciptakan kesan bulan Ramadhan bulan religius, dan makan sahur bersama keluarga berperan membentuk kenangan yang mendalam pada masa kanak-kanak pada seorang Muslim.

Bangsa Indonesia memiliki kekhasan dalam menyambut ibadah puasa Ramadhan ini. Di Jawa sebelum puasa terdapat tradisi saling memberikan hadiah berupa makanan-makanan ke saudara dan tetangga dekat. Di daerah Tuban Jawa Timur, tradisi ini dikenal dengan mapak poso (menyambut/menjemput puasa). Tradisi ini merupakan implementasi ajaran untuk saling memberi hadiah. Dimana hadiah dalam kehidupan sosial memiliki fungsi terwujudnya ikatan dan antar individu dalam komunitas manusia.  Dalam hadist dinyatakan “Hendaknya kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al Bukhari dalam al-Adab al-Mufrid).

####

Setelah puasa ramadhan sebulan penuh menjalankan laku pengendalian diri usai, maka tibalah Hari Raya Idhul Fitri, yang bermana kembali ke asal, ke fitrah, kembali kesucian. Umat Islam berduyung-duyung saling berkunjung dari rumah ke rumah, berjabatan tangan mohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan. Ramainya di jalan-jalan kampung, sehingga tidak jarang bertemu rekan atau teman yang lama tidak ketemu. Terjadilah ucapan-ucapan saling memaafkan, saling mempersilahkan mampir ke rumah. Tradisi lebaran juga dilakukan dengan saling kirim ucapan melalui kartu lebaran, sms untuk memohon maaf atas kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi, disengaja atau tidak disengaja, disadari atau tidak disadari. Dimaksudnya mohon maaf setulusnya, sehingga dalam setiap orang dalam kondisi termaafkan, kondisi “zero-zero.

Dalam Idhul Fitri ini kata maaf sering kita dengarkan. Ternyata memberi maaf memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan meminta maaf. Kesediaan memaafkan orang yang bersalah merupakan kesadaran puncak untuk melepaskan belenggu dan sebagai ciri orang yang bertaqwa. Orang yang bersalah minta maaf adalah hal yang lumrah dan manusiawi, tetapi memberi maaf kepada orang yang bersalah adalah sikap yang mulia. Memberi maaf adalah menghapus kesalahan dalam file ingatan pada seseorang yang pernah berbuat salah kepada kita. Terhapuslah dosa tersebut dalam hati, bahkan sebelum mereka meminta maaf. Memaafkan orang lain adalah menghapus luka yang  ada di dalam hati. Melupakan bekas luka yang pernah tertoreh di hati seakan-akan tidak pernah ada. Sikap ini adalah jalan lurus yang memudahkan seseorang mendapatkan surga. (Ali Imron 133-134).

####

Tiada yang salah dalam tradisi yang baik-baik tersebut diatas. Dan tiada salah apabila tradisi tersebut di teruskan. Selamat berlebaran bapak ibu, kakak, adik semua, selamat hari raya Idul Fitri 1436 Hijriah. Mohon Maaf lahir bathin. “Ja alanallahu wa iyyakum minal aidzin wal faidzin, semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung”. Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, “semoga Allah menerima amalan kita, saya dan Anda, amalan puasa saya dan amalan puasa Anda“. Selamat bergembira bertemu dengan keluarga, salam pada keluarga di rumah.

____

*) Alumnus fakultas filsafat UGM, saat ini bekerja di Sekretariat Kabinet RI

Opini Terbaru