Serahkan 1.500 Sertifikat di Cilacap, Presiden Jokowi: Hati-Hati Kalau Dijadikan Agunan ke Bank

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 Februari 2019
Kategori: Berita
Dibaca: 15.164 Kali
Presiden Jokowi menghitung sertifikat yang diterima warga saat penyerahan sertifikat di Cilacap, Jateng, Senin (25/2) siang. (Foto: Rahmat/Humas)

Presiden Jokowi menghitung sertifikat yang diterima warga saat penyerahan sertifikat di Cilacap, Jateng, Senin (25/2) siang. (Foto: Rahmat/Humas)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam menjadikan sertifikat tanah sebagai jaminan pinjaman ke bank. Ia menekankan, agar dikalkulasi betul besar angsuran pinjaman yang harus dibayar setiap bulannya.

“Tolong dihitung, tolong dikalkulasi. Dihitung, dikalkulasi bisa nyicil enggak, bisa ngangsur enggak. Kalau enggak, enggak usah yang namanya ini dipakai agunan, enggak usah. Simpan saja di rumah,” tutur Presiden Jokowi saat menyerahkan 1.500 Sertifikat Tanah untuk Rakyat di In Door Tennis, Jln. Dr. Soetomo No. 22, Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap, Jawa Tengah, Senin (25/2) siang.

Kalaupun dapat pinjaman dari bank, Presiden mengingatkan, jangan sampai uang pinjaman dari bank itu untuk beli hal-hal yang belum perlu. Kalau dapat Rp30 juta misalnya, Presiden Jokowi berpesan agar digunakan semuanya untuk modal investasi, untuk modal usaha, untuk modal kerja.

“Jangan sampai bawa (buat beli) motor, itu paling 6 bulan. Enggak bisa nyicil bank, ya kan, sertifikatnya hilang, enggak bisa nyicil dealer, motornya ditarik. 6 bulan gantengi, pun. Ngang ngeng ngang ngeng, 6 bulan, enggak lebih dari itu. Percaya saya,” ujarnya.

Jadi kalau mau beli motor itu, Presiden berpesan agar menggunakan Rp30 juta untuk modal usaha. Kalau untung Rp3 juta simpan alhamdulillah, untung Rp2 juta simpan alhamdulillah, numpuk, baru kalau mau beli dari keuntungan bukan dari modal pinjaman.

Dipercepat

Sebelumnya Presiden Jokowi menyampaikan alasan pemerintah mempercepat penyelesaian sertifikat atas tanah. Ia mengungkapkan, setiap turun ke desa, ke kampung, yang masuk ke telinganya adalah sengketa tanah, sengketa lahan, konflik tanah.

“Dimana-mana, tidak hanya di Jawa, tidak hanya di Sumatra, tapi juga di Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, NTB, sampai Papua semuanya ada yang namanya sengketa lahan,” ujar Presiden.

Sengketa tanah itu terjadi, menurut Presiden, karena dari 126 juta yang harusnya disertifikatkan, baru 46 juta di 2015. Masih kurang 80 juta yang belum pegang sertifikat. Hal ini karena dulu satu tahun hanya dibuat sertifikat 500.000.

“Itulah kenapa sejak 2017 pembuatan sertifikat dipercepat semuanya. Setahun dulunya hanya 500 ribu. 2017 itu kita telah membuat 5 juta sertifikat. 2018, 7 juta sertifikat. Tahun ini harus keluar 9 juta sertifikat harus keluar,” tegas Presiden.

Dengan memegang sertifikat, Presiden meyakini tidak mudah lagi ada orang yang mengaku-ngaku punya tanah, karena di dalam sertifikat itu sudah tertulis nama pemilik, lokasi, dan luas tanahnya.

Untuk itu, Presiden Jokowi mengingatkan agar sertifikat yang sudah dimiliki warga diberi plastik dan difotokopi. Sehingga kalau hilang mudah untuk mengurusnya.

Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan A. Djalil, Mensesneg Pratikno, dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. (FID/RAH/ES)

Berita Terbaru