Serahkan Laporan Semester 1, Ketua BPK: Presiden Ingin Perkuat Sistem Pengendalian Internal

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 5 Oktober 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 22.436 Kali

Ketua BPK serahkan ikhtisar hasil pemeriksaan kepada Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (5/10) pagi. (Foto: Humas/Rahmat)

Badan Pemeriksa Keuangan menyerahkan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pada pemerintah pusat tahun 2015 di Istana Merdeka, Rabu (5/10) pagi.

Dalam keterangan persnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis menyampaikan bahwa sesuai ketentuan perundang-undangan, BPK menyampaikan tentang Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2016 kepada Presiden.

IHPS I tahun 2016 merupakan ringkasan 696 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terdiri dari 116 LHP pada Pemerintah Pusat, 551 LHP pada Pemerintah Daerah, dan 29 LHP pada BUMN dan badan lainnya.

 
Hasil pemeriksaan pada pemerintah pusat, memuat hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan 85 Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL). Pada LKPP tahun 2015, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
 
Lebih lanjut, Ketua BPK menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan pemerintah pusat tahun 2015 ada penurunan dibandingkan tahun 2014, dari 71% menjadi 65%. “Tetapi disclamer-nya juga turun dari 7 K/L menjadi 4 K/L, yang naik adalah WDP-nya,” kata Ketua BPK Harry Azhar Azis di Kantor Presiden, Rabu (5/10) siang.
 
Untuk LKKL tahun 2015, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada 55 LKKL atau 65%, opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) kepada 26 LKKL atau 30%, dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) kepada 4 LKKL atau 5%.
 
Sedangkan, untuk tingkat pemerintah daerah justru terbalik. Berdasarkan hasil pemeriksaan 2014 itu opininya 47% naik menjadi 58% di tahun 2015. “Jadi agak lebih agresif tingkat perbaikan di pemerintah daerah,”
 
Pada pemeriksaan pada pemerintah daerah, memuat hasil pemeriksaan atas 553 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Dari hasil tersebut,  BPK memberikan 312 opini WTP, 187 opini WDP, 30 opini TMP, dan 4 opini TW.
 
 
“Temuan yang kita terima selama pemeriksaan 1 semester 2016, itu ada 10.198 dan temuannya itu mengandung 15.568 permasalahan.”
 
dalam hal pengkategorian permasalahan yang muncul, menurut BPK. hal ini akibat dari kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI) 49 % (7.661) dan permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan 51% (7.907) senilai Rp44,68 triliun. Dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, menurut BPK, sebanyak 4.762 atau 60% merupakan permasalahan berdampak finansial senilai Rp30,62 triliun. Menurutnya, jika potensi kerugian ini bisa diambil oleh pemerintah, maka akan mengurangi defisit di APBN yang besarannya Rp27,03 triliun.
 
 
Hasil pemeriksaan secara umum menyimpulkan pelaksanaan kegiatan belum efektif, dimana BPK menemukan 70 temuan yang memuat 81 permasalahan, yaitu 76 permasalahan ketidakefektifan senilai Rp36,21 miliar dan 5 permasalahan kerugian senilai Rp7,47 miliar.
 
Permasalahan berdampak finansial tersebut terdiri atas 66 persen permasalahan yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp1,92 triliun, 9 persen permasalahan mengakibatkan potensi kerugian negara senilai Rp1,67 triliun, dan 25 persen permasalahan mengakibatkan kekurangan penerimaan senilai Rp27,03 triliun.
 
Mengenai tindak lanjut, dari temuan BPK sudah 61% ditindaklanjuti sesuai rekomendasi dan 26,5% masih dalam proses. Selama periode 2003 sampai semester 1 2016, BPK telah menyampaikan temuan pemeriksaan yang berindikasi unsur pidana kepada instansi yang berwenang sebanyak 231 surat yang memuat 446 temuan pemeriksaan senilai Rp44,62 triliun. Dari  446 temuan tersebut, instansi berwenang, baik itu KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, telah menindaklanjuti sebanyak 420 temuan senilai Rp42,237 triliun.
 
 
  “Ini kami menyampaikan kepada Pak Presiden dan tanggapan Bapak Presiden beliau akan memperkuat sistem pengendalian internal, termasuk juga supaya segera pemerintah, baik itu K/L mau pemerintah daerah betul-betul memperhatikan rekomendasi BPK untuk diselesaikan setiap tahunnya,” jelasnya.
 
Beberapa hal yang direspons oleh Presiden, menurut Ketua BPK, pertama soal cost recovery itu akan ditindaklanjuti dan terkait TVRI yang telah 4 tahun disclaimer. Pihaknya akan melakukan pembicaraan dengan Kementerian ESDM untuk membahas bagaimana soal cost recovery, terutama beban-beban yang tidak perlu masuk di dalam yang harus dibayar oleh pemerintah.

“Presiden menanggapi secara khusus soal TVRI, TVRI ini sudah 4 tahun disclaimer dan ada sekitar hampir Rp400 miliar potensi kerugian negara di sana, dan Presiden menanggapi secara khusus. Mungkin akan menugaskan kementerian terkait di situ,” jelas Harry Azhar.
 
 
Kemudian, BPK juga menyampaikan permintaan supaya Presiden mendukung undang-undang perubahan, UU BPK Nomor 15 Tahun 2006, untuk memperkuat pemeriksaan dan kerugian negara.
 
“Presiden menyatakan sekarang draf undang-undang itu sudah ada di Polhukam, mungkin nanti akan kembali ke beliau baru dikirm ke DPR dibicarakan nanti UU itu. Yang lainnya soal tindak lanjut, beliau mengatakan bahwa akan kita tindak lanjuti baik itu di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” tutupnya.
 
Di akhir laporannya, Ketua BPK menyampaikan undangan kepada Presiden untuk membuka persidangan internasional BPK yang akan diselenggarakan tanggal 25 Oktober di Jakarta. Dalam acara serah terima Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2016 tersebut, Presiden Joko Widodo didampingi oleh Seskab Pramono Anung dan Mensesneg Pratikno. (FID/EN)
Berita Terbaru